Sempat hinggap di dahan ingatan, namun entah tiba-tiba lenyap seperti embun terlambat bangun pagi. Deretan huruf itu tak sempat kutangkap dalam dekapan kertas buramku. Penaku tak sempat memahatkannya dalam lembaran zaman, buru-buru kukejar dalam labirin angan namun sia-sia saja bagai anak panah yang telah lepas dan enggan kembali pada busurnya.
Puisiku, coretanku atau apalah namanya aku tak sempat memberikan nama. Benang takdirmu tak mampu kuurai hingga kebingungan dan rasa penyesalan yang kini kurasakan. Kelahiranmu sekejap kemudian dalam kejap itu pula hilang tersandung tombol kematian yang bernama delete. Belum sempat aku
membaca mantra save, belum sempat aku mengembalikan waktu dengan kotak undo and redo. Namun kematian kayaknya telah datang sebelum kelahiran itu sendiri ditetapkan.
Pasrah dan ridha adalah adonan ramuan yang tepat bagi kecerobohanku yang akut. Satu proses pelajaran penting yang layak distabilo atau digaris merahi agar menjadi ingatan bagi pembelajaran hidupku yang belum tentu aku dapatkan di bangku-bangku sekolah, bahwa jangan pernah menyepelekan hal yang kecil, jangan meremehkan barang yang kelihatannya remeh. Sebab tidak ada dalam kamus manapun seseorang terpeleset gunung atau terperosok lautan, yang ada terpeleset karena kulit pisang atau terperosok lubang yang kecil.
Terima kasih Tuhan untuk gurauan-Mu hari ini, karena ku tahu dari kitab suci bahwa hidup memang hanyalah sebuah kumpulan dari gurauan dan permainan belaka, ampuni hamba-Mu yang tak bisa dikatakan putih lagi, sebagaimana saat awal Engkau buka lembaran hidupku dulu. Semoga warna-warni hidup ini menjadi gradasi yang layak untuk dipersembahkan dalam altar suci-Mu. Amien. Bersatu dalam cinta-Mu. Bangilan, 7.2.15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar