Siapapun tidak ada yang meragukan peran besar Khulafaur rasyidin dalam melanjutkan risalah Islam pasca wafatnya Nabi Muhammad Saw. Namun banyak yang mengatakan setelah itu pemerintahan Islam tidak lagi berwajah "demokratis'. Walau saya sendiri juga masih bertanya-tanya apakah memang Islam itu sejalan dengan konsep demokrasi ansich. Dunia Islam saat itu penuh dengan pengkhiatan dan trik politik yang saling menghancurkan antara umat Islam sendiri, khususnya era Dinasti Umayah.
Hal ini memang sangat beralasan, setelah Muawiyah bin Abi Sufyan diangkat sebagai khalifah menggantikan Hasan bin Ali yang berkuasa tidak lebih dari empat bulan Muawiyah merombak sistem yang dianggap demokrasi tadi dengan sistem monarchi.
Walau sebenarnya Muawiyah tetap melakukan proses bai'at terhadap khalifah yang menggantikannga kelak. Yaitu putranya sendiri Yazid bin Muawiyah beliau angkat sebagai Putra Mahkota. Namun hal ini masih dianggap proses pemaksaan dan kayak sistem monarchi di negara-negara yang menerapkan model pemerintahan kerajaan.
Saya sendiri tidak berani walau hanya sekedar mengatakan Muawiyah adalah seorang feodalis. Karena bagaimanapun juga beliau adalah salah seorang sahabat Nabi, bukan hanya itu saja beliau adalah salah seorang yang tergabung dalam team penulis wahyu yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit.
Walau beliau termasuk lambat dalam masuk Islam yaitu ketika perjanjian Hudaibiyah tahun 627 M, beliau juga banyak meriwayatkan hadits. Ada sekitar 163 buah hadits Rosulullah yang beliau riwayatkan. Rosulullah pun pernah mendo'akan Muawiyah, doanya adalah : "Ya Allah jadikankah dia orang yang memberikan petunjuk jalan yang benar dan orang yang mendapatkan hidayah".
Siapapun yang didoakan Rosulullah Saw tentu bukanlah orang sembarangan, tentu ada keistimewaan yang menyertainya. Lihatlah ketika masa pemerintahan khalifah Usman bin Affwan beliau memimpin pasukannya menyebrang lautan untuk menyerang Romawi. Perang besar berkobar, Romawi sebuah kekaisaran yang telah mapan dipaksa takluk dalam pertempuran laut terbesar sepanjang sejarah pada masa itu. Perang ini dikenal dengan nama Zat as Sawari.
Kepiwaian dan karier politik Muawiyah sangat matang. Hal ini terbukti ketika beliau mendapat kesempatan menduduki kursi khalifah, banyak lompatan-lompatan yang beliau lakukan. Diantaranya dalam bidang militer Muawiyah menyadari bahwa wilayah Islam tidak hanya daratan saja namun telah meluas hingga seberang lautan hingga beliau membentuk armada laut. Laksamana yang terkenal saat itu adalah Aqabah bin Amir.
Dalam bidang sosial Muawiyah juga banyak melakukan perbaikan untuk melayani dan memberikan kemudahan pada masyarakat sipil, seperti membentuk dinas pos, mencetak mata uang, membangun balai pendidikan, mengangkat hakim dan lain sebagainya.
Muawiyah sangat percaya terhadap janji nubuwwah Rosulullah Saw, hal ini terbukti saat ia menjabat menjadi khalifah, Muawiyah mengerahkan armadanya untuk menggempur Konstantinopel Ibu Kota Romawi Timur. Rosulullah pernah menjanjikan bahwa kelak kota itu akan ditaklukkan oleh umat Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pimpinan dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.
Walau Muawiyah belum berhasil menaklukkan Konstantinopel namun beliau telah menunjukkan kecintaan dan kepercayaan beliau kepada Rosulullah Saw. Kelak janji itu baru benar-benar menjadi kenyataan di era kekhalifahan Turki Usmani, delapan ratus tahun sejak pertama kalinya Rasulullah mensabdakannya. Dan Muawiyah telah memulainya. Sekian. Jwt. Jatirogo, 6-2-15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar