Foto: Umar Afiq |
Oleh: Joyo Juwoto
Kesenian sandur Tuban ternyata masih eksis. Saya menyangka kesenian ini sudah mati, setidaknya ini yang saya rasakan. Terakhir kali saya melihat pertunjukan sandur di masa kecil, sekitar usia 9 atau 10 tahunan, dan pertunjukan sandur itu tidak pernah saya lihat dan saya dengar lagi hingga usia saya menginjak 40 tahunan.
Dulu ditempat saya tinggal, tepatnya di tetangga desa ada group sandur. Saya hanya melihat dan membaca plat nama yang ditempelkan di depan rumah, entah namanya apa, saya lupa. Saya sendiri belum pernah mendengar ada pertunjukan sandur yang digelar di wilayah kecamatan di mana saya tinggal.
Sebenarnya saya juga sayup-sayup mendengar, ada sandur di wilayah Tuban bagian timur, tapi saya juga belum pernah mendengar pentas sandur. Jadi, saya mengambil kesimpulan sementara bahwa Sandur Tuban mati suri.
Setelah waktu berlangsung lama, dan kehidupan berjalan dengan segala dinamikanya, bunyi gendang sandur dan sorak panjak hore nyaris tak terdengar. Sandur menjadi salah satu kesenian lokal yang tidak begitu diminati oleh masyarakat. Sandur masih kalah dengan kesenian lokal Tuban lainnya, tayub misalnya. Kira-kira demikian.
Dalam perjalanan waktu, sandur Tuban terdengar sayup-sayup mulai menyeruak ke permukaan. Saya merasa senang, sandur Tuban mulai ditampilkan ke ranah publik. Masyarakat akan kembali mendengar dialog Cawik, Balong, Tangsil yang mendayu-dayu dalam teater rakyat pinggiran ini. Sungguh menggembirakan.
Hari menggembirakan yang saya tunggu akhirnya datang juga. Dalam perhelatan Akbar Tuban Art Festival (ART) yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Tuban (DKT) tahun 2019, ada pertunjukan sandur. Wow...saya berniat untuk menontonnya, walau tempatnya lumayan jauh dari rumah saya.
Secara umum saya berterima kasih kepada segenap punggawa DKT, yang dikomandani Bapak Joko Wahono atas terselenggaranya pentas sandur yang sudah saya impikan sejak lama. Sebagai lembaga yang mengurusi masalah kesenian dan kebudayaan di Tuban DKT layak mendapat apresiasi atas segala kegiatannya selama ini.
Saat pertunjukan sandur yang digelar di halaman gedung Budaya Loka Tuban, saya hadir dan melihat kemeriahanndan kehebohan malam puncak kegiatan Dewan Kesenian Tuban yang dihadiri penonton yang cukup banyak. Luar biasa.
Dari pertunjukan sandur yang tampil meramaikan malam itu cukup menjadi jawaban kegelisahan saya tentang eksistensi Sandur Tuban yang mati suri. Ah...sandur Tuban masih ada. Saya berharap kesenian lokal ini bisa lestari dan diwariskan generasi muda kita hari ini. Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar