Rabu, 11 Desember 2019

Jalan Cinta Seorang Hamba


Jalan Cinta Seorang Hamba

Banyak jalan menuju Roma, demikian pepatah yang sering kita dengar, banyak jalan pula menuju pada jalan ketuhanan. Salah satu jalan untuk menuju kepada Tuhan adalah jalan cinta. Secara universal cinta mampu mewadahi suluk seseorang untuk menuju altar suci ketuhanan. Dengan cinta seseorang mampu mereguk manis dan segarnya cawan-cawan anggur ilahiyyah yang memabukkan. Dengan cinta seseorang bisa berma’rifatullah dan bermusahadah kepada Allah Swt.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw bersabda:
ذَاقَ طَعْمُ حَلاَوَةِ الإِيْمَانِ مَنْ رَضِيَ بِاللهِ رَبًّا وَبِالإسْلاَمِ دِيْناً
Artinya:
“Rasa manis iman hanya bisa dicicipi oleh orang yang telah rida bahwa Allah-lah sebagai Tuhannya dan Islam sebagai agamanya.”

Dari hadits Rasulullah Saw di atas kita tahu bahwa manisnya iman hanya bisa dirasakan dan dicicipi oleh hamba yang memberikan cinta dan ketulusan hatinya kepada Allah Swt. Karena cinta adalah sebuah bentuk keridoan kepada hal yang dicintainya. Dengan cinta seseorang rela memberikan apapun yang menjadi miliknya kepada hal yang dicintainya.
Inilah yang saya sebut sebagai jalan cinta, yaitu salah satu jalan untuk mujahadah seorang hamba kepada Tuhan-Nya. Mujahadah di sini tentunya melibatkan anggota lahir dan batin yang dilakukanseorang hamba dengan penuh keikhlasan. Karena hati yang ikhlas, hati yang bersih dan suci adalah kunci untuk membuka ruang ketuhanan.
Imam Al Qusyairi berkata: “Barang siapa yang menghiasi dirinya dengan mujahadah niscaya Allah akan memperbaiki sirrnya (hatinya) dengan musyahadah.”
Sangat banyak contoh yang telah diberikan oleh para Ulama sufi dalam menapaki jalan cinta ini. Oleh karena itu jalan cinta, atau saya sebut di sini sebagai madzhab agama cinta sama sekali tidak akan menggantikan agama yang kita anut, yaitu Islam, bukan pula mau mengubah syariat dan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad, tapi agama cinta hanya sebuah tarekat untuk menuju jalan ketuhanan.
Banyak sekali tokoh Ulama tasawuf yang menempuh jalan cinta ini, sebut saja tokoh sufi wanita Rabi’ah al Adawiyah, Maulana Jalaluddin ar Rumi, Abu Mansyur Al Hallaj, Ibnu Arabi, Ibrahim bin Adham, Syekh Abu Hasan as Syadzili dan banyak tokoh lainnya yang tersebar dalam khasanah dunia tasawuf Islam. Tokoh-tokoh sufi tersebut di atas dapat dipastikan memiliki salah satu jalan ketuhanan yaitu jalan cinta.
Apakah ajaran agama cinta ini ada dasarnya? Sebagaimana yang saya kemukakan di atas, bahwa  agama cinta bukan madzhab baru dalam ajaran Islam, agama cinta hanya sekedar jalan menuju ketuhanan semata, bukan mau membuat ajaran baru atau madzhab baru. Tentu saja ajaran cinta di sini muaranya adalah dari Al Qur’an dan Hadits. Banyak sekali tentunya ayat-ayat Al Qur’an yang secara tersurat maupun tersirat menerangkan tentang jalan cinta ini. Dalam surat Al Baqarah ayat 165 Allah swt berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ (١٦٥)
Artinya:
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah Amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).”

Dalam hadits, Rasulullah Saw juga bersabda tentang cinta kepada beliau:
Artinya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ قَالَ: مِنْ أَشَدِّ أُمَّتِى لِى حُبّاً نَاسٌ يَكُوْنُوْنَ بَعْدِى يَوُدًّ أَحَدُهُمْ لَوْ رَانِى بِأَهْلِهِ وَمَالِهِ. أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ.

“Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW Bersabda: ‘Salah satu yang paling mencintai aku di antara umatku adalah orang yang hidup speninggalku yang salah satu di antara mereka senang bila melihat aku bersama keluarga dan hartanya.” (HR. Muslim).

Sungguh dari ayat Al Qur’an dan hadits Nabi tentang cinta di atas meyakinkan dan memberikan ketegasan kepada kita semua, bahwa jalan cinta adalah salah satu jalan yang tidak menyelisihi ajaran baku dalam agama Islam. Jalan cinta memberikan ruang bagi seorang hamba untuk mengeksplor rasa cinta dan getar kerinduan yang mendalam terhadap Allah Swt.
Dalam sebuah riwayat: “Tsawban, seorang budak Rasulullah Saw begitu khawatir dan takut untuk berpisah dengan Nabi, hingga keadaan sang budak Rasulullah ini sangat kurus. Ketika Rasulullah mengetahui hal ini, beliau menghibur Tsawban dengan sabdanya: “Seseorang itu berkumpul bersama orang yang dicintainya.” Legalah hati budak Rasulullah Saw setelah mendengar penuturan dari beliau.
Salah seorang ulama sufi, Syekh al-Akbar Muhyiddin Ibnu ‘Arabi mendendangkan syairnya:
Segala puji bagi Allah yang telah menajdikan cinta sebagai tanah suci yang menjadi tujuan haji bagi hati para sastrawan.
Menjadi Ka’bah yang menjadi tempat thawaf bagi rahasia-rahasia akal orang-orang cerdas.
Dia juga menajdikan perpisahan sebagai cangkir berisi anggur paling pahit yang pernah dicicipi, menjadikan pertemuan terasa insh dan mempesona. Nama-Nya yang indah dan suci bersinar dalam sanubari.
Ketika sanubari tenggelam dalam samudra cinta-Nya, maka pintu pun tertutup lalu pasukan tentara harapan diperintahkan untuk menyabetnya dengan pedang-pedang keinginan.

Demikianlah cinta telah menjadi tanah suci tempat di mana sang pecinta dan yang dicintainya bertemu dalam ruang rahasia hati. Hanya pecinta sejati yang akan menemukan apa yang dicintainya. Dalam Fushush al Hikam dikatakan bahwa cinta adalah sumber suatu perwujudan.
“Dari cinta kita muncul dan atas cinta kita dicipta
Karena itu, sengaja kita datang padanya
dan karena inilah, kita benar-benar diterima
(Fhusush al Hikam: 2/322)

Begitulah jalan cinta adalah jalan mula segalanya ada, tanpa cinta mustahil semesta raya ada. Allah adalah Sang Maha Pecinta dan kita para hamba-Nya berduyun-duyun datang keharibaan-Nya dengan penuh cinta, membawa obor cinta, dan melalui jalan cinta kepada-Nya. Fa Innamaa Nahnu bihi wa lahu. “Kita ada karena Dia dan untuk-Nya.” (Al Hadits).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar