NU
Nggendong dan Nggandeng Indonesia
Oleh:
Joyo Juwoto
Hari ini Nahdlatul
Ulama (NU) berulang tahun yang ke 93 tahun, sebuah usia yang cukup matang bagi
sebuah organisasi untuk mentasbihkan dirinya sebagai organisasi besar dengan
jumlah masa yang cukup banyak dan beragam.
Mau tidak mau dengan adanya proses dan dinamika yang cukup panjang yang
menyertai perjalanan NU dengan segala jejak sejarah yang dilaluinya, menjadikan
jam’iyyah ini menjadi sebuah rumah besar, aset ideologis, dan pengayom bagi
masyarakat Indonesia.
Secara historis kita
semua tahu bahwa NU adalah salah satu dari kakak kandung jabang bayi yang
bernama Indonesia. NU dilahirkan sembilan belas tahun lebih tua dibandingkan
dengan negara Indonesia. NU bersama kakak kandung organisasi lainnya seperti
Muhammadiyah ikut serta merawat, ngemong, nggendong, nggandeng bahkan
ikut serta membidani lahirnya negara kesatuan republik Indonesia. Saya rasa
semua tahu dan tidak memungkiri akan hal ini, sejarah telah mencatatnya dengan
baik.
Peran NU dalam
membersamai Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak perlu diragukan dan
dipertanyakan, jauh sebelum negara Indonesia lahir, Mbah Wahab Chasbullah setelah
kepulangannya dari menuntut ilmu di Makkah, beliau mendidik para pemuda dalam
wadah Nahdlatul Wathan. Mbah Wahab yang terkenal cerdik ini mengajarkan ilmu
pengetahuan dan menggembleng para pemuda untuk cinta terhadap tanah airnya.
Setiap akan memulai kegiatan
belajar mengajar, bersama santri-santrinya, mbah Wahab menyanyikan lagu Yaa Lal
Wathan atau dikenal dengan mars Syubbanul Wathan (Pemuda cinta tanah air) yang
lagunya sering dinyanyikan dalam perayaan-perayaan dan kegiatan Nahdlatul
Ulama. Mbah Wahab menanamkan dalam dada para pemuda benih-benih rasa cinta
tanah air, rasa nasionalisme, sehingga kelak bibit-bibit itu akan menjadi
tanaman yang subur dan melimpah di Bumi Nusantara.
Pada kenyataannya
memang apa yang menjadi cita-cita besar mbah Wahab, Mbah Hasyim Asy’ari dan
kiai-kiai dalam wadah NU terbukti. Sebelum Indonesia lahir peran besar para
santri, kiai, dan pesantren dalam mewujudkan negara kesatuan republik Indonesia
menjadi bukti nyata. Pada saat penjajahan Belanda, Jepang, dan dalam rangka
mempertahankan kemerdekaan sejarah telah mencatat dengan tinta keabadian bahwa
di situ ada peran NU, ada laskar Hisbullah, ada Banser, ada peran dan suwuk
dari Kiai-kiai NU.
Saat republik
Indonesia baru seumur jagung, pascakemerdekaan Indonesia baru saja
dikumandangkan, tentara Belanda ingin kembali menguasai bekas negara jajahannya,
Bung Karno sebagai pemimpin besar revolusi Indonesia meminta saran dan fatwa dari
Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari. Jawaban dari Mbah Hasyim adalah resolusi 22 Oktober
1945, seruan jihad fi sabilillah menggelora penuh tekad dan semangat untuk
mempertahankan kemerdekaan bangsa dari penjahahan Belanda. Hasilnya adalah perang
besar 10 Nopember di Surabaya, yang melegenda seantero dunia.
Dalam setiap tahapan
sejarah dengan segala konsekuensinya NU selalu tampil terdepan nggendong
dan nggandeng negara Indonesia. Hampir tidak pernah organisasi yang
didirikan oleh Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari meninggalkan Indonesia seorang
diri. NU ibarat kakak kandung yang mengerti lahir batinnya Indonesia, karena kedekatan
secara emosional inilah NU mengerti apa yang baik dan yang kurang baik bagi
ke-Indonesiaan. NU selalu hadir dan tampil di garda terdepan sebagai penjaga,
pembela, pengayom bagi ke-Indonesiaan kita.
NU sesuai dengan
tagline Harlah NU yang ke-93 “Menyebarkan Islam yang damai dan toleran” karena
NU selalu mampu menemukan bentuk Islam yang mengalir dan meresap dalam nilai
dan kultur budaya bangsa Indonesia tanpa kehilangan nilai-nilai keislaman itu
sendiri, NU selalu bisa menerjemahkan dan membuat pola Islam yang ramah sebagai
perwujudan dari rahmatan lil ‘alamin, atau memayu hayuning bawana
dalam nilai ke-Indonesiaan-ke-Nusantaraan.
Semoga Nahdatul Ulama
selalu bisa nggendong dan ngandeng negara Indonesia. Dirgahayu yang ke- 93,
rahayu, rahayu, Semoga NU selalu menjadi rumah besar bagi ke-Indonesiaan yang
rahmatan lil ‘alamin. Amin.
Semoga di harlah yang
ke- 93 ini NU terus istiqomah mewujudkan kedamaian di bumi Nusantara dan
menjadi salah satu wasilah menuju Indonesia yang baldatun thoyyibatun wa
rabbun ghafur, Indonesia yang baik yang adil, makmur, sejahtera, damai
penuh keberkahan dan dalam lindungan dan ampunan dari Allah swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar