Minggu, 20 Januari 2019

Belajar Menulis di SPK

Belajar Menulis di SPK
Oleh: Joyo Juwoto

Belajar apapun membutuhkan waktu yang cukup lama, begitu juga dengan belajar menulis sebagaimana yang saya rasakan sendiri cukup lama dan tidak ada masa selesainya. Semenjak gabung di group kepenulisan saya merasa makin lama makin banyak hal yang tidak saya ketahui. Ternyata memang tidak ada yang instan di dunia ini semua ada waktu dan proses panjang di mana kita harus terus bersabar untuk menjadi seorang pembelajar.

Tidak mudah memang untuk terus berproses menjadi sesuatu atau meraih sesuatu namun ternyata di tengah perjalanan banyak hal yang kadang tidak bisa kita prediksi dan kita bayangkan. Sebagaimana perjalanan belajar menulis saya di Sahabat Pena Kita (SPK) yang belum ada progres dan kemajuan berarti, padahal sudah cukup lama saya berada di sana, bahkan bisa dibilang termasuk dari kelompok "assabiqunal awwalun" di dalam group yang sudah mengalami metamorfosa itu.

Untuk nama group SPK sendiri memang baru berjalan satu semester, namun sebelum SPK group yang bernama SPN sudah ada sejak tahun 2015, dan saya sudah memulai belajar di sana. Karena suatu dinamika akhirnya group SPN berubah nama menjadi SPK dan saya masih tetap setia melanjutkan belajar saya hingga detik ini.

Dari masa SPN hingga berganti nama menjadi SPK saya berusaha untuk memenuhi kewajiban sebagai anggota, yaitu mengirimkan tulisan wajib dan tulisan sunnah. Sebenarnya kalau dipikir-pikir kewajiban itu sangat ringan, bayangkan menulis satu tema dalam satu bulan tentu bukan hal yang sulit, walau demikian ternyata banyak juga beberapa anggota yang tidak setor tulisan, termasuk saya pernah telat kurang dari lima menit sehingga harus mendapatkan pentol hitam sebagai hukumannya.

Jika di group SPK ada sistem perankingan tentu saya berada di level paling bawah, saya menyadari itu, karena menurut pengamatan saya, selain rutin mengirimkan tulisan wajib dan sunnah, para anggota di SPK memang sudah terbiasa menulis setiap hari sedang saya  kebanyakan memang hanya menulis untuk setoran wajib dan sunnah saja. Dan ini tentu menjadi koreksi bagi diri saya sendiri.

Walaupun demikian, mumpung ada kesempatan menulis untuk mengungkapkan harapan dan keinginan demi kemajuan seluruh anggota SPK, yang tentu setidaknya setiap anggota SPK mempunyai karya yang diterbitkan oleh penerbit mayor, saya berharap ada program pendampingan intensif bagi anggota yang belum mampu menembus penerbit mayor seperti saya ini.

Bagaimanapun juga sebuah karya yang mampu menembus penerbit mayor tentu akan menjadikan si penulis pemula lebih pede dan mempunyai "rasa" sebagai penulis, walaupun memang bukan itu yang sebenarnya menjadi tolak ukur dalam berkarya. Tentu selain kebanggaan  yang paling penting adalah standar  kepenulisan  kita  sudah memenuhi syarat yang ditentukan oleh penerbit mayor. Saya rasa alasan terakhir ini yang menjadikan penulis pemula punya keinginan karyanya masuk dapur penerbit mayor.

Saya tentu sangat senang jika SPK ada program pendampingan yang demikian, karena saya termasuk salah satu anggota yang belum mampu menerbitkan buku di penerbit mayor, kalau menerbitkan buku solo secara mandiri saya kira cukup mudah, bisa dibilang jika cukup punya kemampuan finansial dan mau tentu karya indie bisa segera terealisasikan. Pertanyaannya walaupun karya kita terbitkan secara indie apakah buku itu sebenarnya memang layak untuk terbit?

Layak terbit di sini tentu bukan sekedar materi yang ada di dalam buku, namun juga bagaimana mengelola pemasaran pasca penerbitan juga bagian terpenting bagi sebuah dunia perbukuan, karena pada dasarnya menulis buku untuk dibaca khalayak umum tentunya. Jika buku kita tersebar luas dimungkinkan buku itu banyak dibaca, dan ini tentu yang menjadi salah satu alasan mengapa menulis buku.

Oleh karena itu diakui atau tidak sebuah karya tulis bisa terbit di penerbit mayor tentu menjadi salah satu target bagi seorang penulis, termasuk saya tentunya. Walau sampai detik ini saya belum mencapai maqam itu, semoga ke depan target itu terpenuhi. Yang paling penting tentu meningkatkan kemampuan menulis dan membaca dan terus berusaha menjadi kunci utama sebuah keberhasilan untuk mencapai apa yang kita targetkan. Salam literasi.

*Joyo Juwoto, Penulis buku Dalang Kentrung Terakhir. Tinggal di Bangilan Tuban. Tulisannya juga bisa diakses di www.joyojuwoto.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar