Senin, 23 April 2018

Momentum Hari Kartini dan Hari Buku Sedunia


Momentum Hari Kartini dan Hari Buku Sedunia
Oleh : Joyo Juwoto

Kemarin, hari ini, besok, esok atau entah kapan lagi, sebuah buku mungkin belum selezat pizza, tidak seenak coklat, atau tidak semenarik pop corn saat dibawa nonton di gedung bioskop, tetapi sampai kapanpun buku tetaplah memiliki penggemar yang tidak kalah fanatiknya dengan penonton sepak bola. Buku sampai kapanpun akan menjadi benda keramat yang disimpan rapi di rak-rak buku, di dalam lemari yang terkunci, dan menjadi pajangan kebanggaan. Saya tidak tahu apakah kalimat saya yang terakhir ini termasuk hal yang positif bagi dunia perbukuan atau justru menjadi sesuatu hal yang mencemaskan.

Ngomong-ngomong masalah buku, mengapa ya kok tidak seramai dan seheboh seperti hari Kartini? padahal waktunya berdekatan, sama-sama jatuh di bulan April, tanggalnya pun hanya terpaut satu hari saja. Hari Kartini tanggal 21 April, sedang hari buku sedunia tanggal 23 April. Saya sendiri ya baru mikir dengan fenomena historis ini.

Saya sendiri belum begitu paham apa itu hari buku sedunia, dan saya kebetulan juga belum googling tentang ini. Tetapi dari namanya dapat dipastikan hari buku tentu punya kaitan dengan dunia literasi, dunia membaca dan menulis. Sedang hari Kartini yang diperingati sebagai hari emansipasi kaum wanita pada dasarnya juga punya hubungan yang erat dengan dunia literasi. Bukankah nama Kartini abadi salah satu faktornya adalah karena tulisan-tulisannya?

Dari sisi ini kemudian saya baru berpikir, mengapa ya perayaan hari Kartini dan hari buku sedunia tidak dibuat serangkaian dan sepaket saja. Lembaga-lembaga dan instansi-instansi pendidikan yang menyelenggarakan perayaan hari Kartini sekalian mempromosikan hari buku sedunia? Memang hari buku secara nasional juga ada, namun saya kira tidak mengapa jika hari Kartini juga memiliki semangat sebagai hari literasi, karena menurut saya Kartini juga menginspirasi dalam dunia buku, dunia tulis menulis.

Memperingati hari buku sejatinya adalah mengingatkan kembali bahwa buku memiliki andil dan sumbangan yang cukup besar terhadap revolusi dan perkembangan dunia, termasuk tentu di Indonesia. Para tokoh-tokoh nasional kita yang memperjuangkan kemerdekaan negeri ini adalah para kutu buku dan maniak buku.

Bung Karno adalah seorang pembaca yang tekun, ketika teman-temannya asyik dan sibuk bermain, Soekarno banyak menghabiskan usia mudanya dengan membaca buku. Dari buku itulah Soekarno berkenalan dengan ide-ide besar para tokoh dunia, seperti Thomas Jefferson, penulis Declaration of Independen) dari buku pula Soekarno berbicara dan berdiskusi dengan Karl Marx, Lenin, JJ. Rousseau, Aristide Briand, dan Jean Jaubres seorang ahli pidato terbesar dalam sejarah Prancis.

Bung Hatta juga seorang penggila buku. Tokoh yang mendampingi Soekarno dalam pembacaan teks proklamasi 45 ini adalah seorang pecinta buku yang luar biasa. Hatta ini tidak bisa berpisah dengan buku-buku, kemanapun ia berada, disampingnya tentu ada buku-buku yang menjadi idolanya. Saking cintanya kepada buku, sampai-sampai Hatta menjadikan buku sebagai istri pertamanya, sedang istrinya sendiri berada diurutan kedua. Gila! Eh! Bung Hatta ini menikah dengan istrinya, Rahmi dengan mas kawin buku yang ditulisnya sendiri. Luar biasa.

Tan Malaka, tokoh yang menggagas dan membuat konsep “Republik Indonesia” adalah seorang pembaca yang ulung, bukan hanya sekedar membaca, Tan Malaka menulis banyak bukum yang menjadi konsep Republik Indonesia merdeka. Tulisan-tulisan Tan ini menjadi rujukan para tokoh nasional termasuk Soekarno untuk menentukan langkah Indonesia merdeka seratus persen dari penjajahan Belanda.

Begitulah daya kekuatan sebuah buku yang mampu menginspirasi dan mengubah sebuah peradaban bangsa bahkan dunia, sebagaimana hal besar yang juga dilakukan oleh RA. Kartini yaitu mencerahkan peradaban kaum dan bangsanya dengan menulis. Tentu menulis di sini juga dibarengi dengan aksi nyata di luar lembaran-lembaran kertas tentunya, agar ilmu yang ada di dalam buku tidak mengendap di kepala, tetapi juga diaplikasikan di dunia nyata.

Hari Kartini dan Hari Buku Sedunia adalah momentum untuk membuat sebuah monumen bersejarah, bahwa hari Kartini tidak sekedar bedak dan lipstik, namun lebih dari itu menjadi cahaya pengetahuan yang menerangi puncak peradaban bangsa, minadz dzuluumaati ilan nuur. Habis Gelap Terbitlah Terang. Semoga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar