Kartini Tidak Hanya Diujung Konde Dan Kebaya
Oleh
: Joyo Juwoto
Semakin hari energi Kartini semakin terasa dan menjadi
trend di tengah-tengah masyarakat kita. Ini dapat kita lihat di koran-koran, di
televisi, di media sosial, yang getol memperlihatkan budaya Kartini. Berbagai
macam kegiatan diselenggarakan dengan memakai nama Kartini. Mulai dari
perlombaan dalam rangka hari Kartini, menghimbau para pekerja toko, instansi
publik, sekolah-sekolah berbusana adat , hingga memajang foto di sosmed dengan
busana adat masing-masing daerah.
Tanda-tanda positif
ini tentu menggembirakan, karena di tengah maraknya gempuran budaya luar,
ternyata masyarakat kita masih punya kepedulian dengan cara berpakaian adat
nenek moyang mereka di hari Kartini, walau ini tentu hanya sekedar formalitas
belaka.
Hal yang baik ini
tentu perlu kita syukuri dan kita khusnudhoni, semoga semangat untuk meniru
Kartini tidak hanya sebatas menggelar
acara ritualistik semata, namun juga diresapi dan dihayati sebagai
nilai-nilai luhur yang teraplikasikan di dalam ruang pribadi maupun ruang
publik, sehingga semangat Kartini ini menjelma menjadi satu norma hidup yang
bukan hanya sekedar seremonial dan gaya-gayaan.
Meneladani pandangan
hidup, sikap, dan perilaku para pahlawan bangsa adalah sikap yang baik yang
harus diajarkan dan disosialisasikan sejak dini kepada generasi bangsa ini. Dan
tentu teladan yang baik adalah cara utama untuk mengajarkan nilai-nilai
kebaikan itu, termasuk apa yang ada di dalam semangat hari Kartini juga harus
disampaikan dengan utuh, dhohir batin, jasmani dan ruhani.
Mungkin hari ini kita
baru melihat semangat hari Kartini pada perayaan-perayaan semata, kita baru
mengeja Kartini sebagai tampilan fisik, kita baru melihat Kartini pada ujung
konde, pada lembar kebaya, Kartini adalah berbusana adat, dan hal-hal lain yang
masih bersifat tampilan fisik. Tak apa, dan boleh-boleh saja mengekspresikan
hari Kartini dengan hal-hal yang sedemikian. Namun kita jangan lupa, sisi-sisi
lain Kartini juga harus mulai kita eksplore secara detail dan kita tunjukkan
kepada generasi muda Indonesia Raya tercinta ini.
Kita harus bisa
membayangkan masa di mana Kartini harus berjuang melawan adat dan kolonialisme
yang begitu erat menggenggam kebebasan kala itu. Kita harus bisa memahami
betapa sulitnya seorang Kartini memperjuangkan kaumnya untuk bisa duduk sejajar
dengan kaum laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan. Sejajar di sini bukan
dalam arti harus sama dengan laki-laki, namun lebih pada makna peran Hawa yang
tidak hanya berada di bawah bayang-bayang kaum Adam, tetapi lebih dari itu,
perempuan juga memiliki peran penting di ranah pribadi dan publik yang tidak
menyalahi kodratnya sebagai seorang perempuan.
Peran Kartini hari
ini tentu tidak hanya sekedar diujung konde dan kebaya, namun peran Kartini
bisa menjadi agen perubahan dan menjadi pelopor kebaikan bagi kaumnya dan
masyarakat luas tentunya.Dan ini yang memang dicita-citakan oleh Kartini dalam
sebuah tulisannya, “Aku sungguh ingin mengenal seorang yang kukagumi,
perempuan yang modern dan independen, yang melangkah dengan percaya diri dalam
hidupnya,ceria dan kuat, antusias dan punya komitmen, bekerja tidak hanya untuk
keepuasan dirinya namun juga memberikan dirinya untuk masyarakat luas, bekerja
untuk kebaikan sesamanya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar