Momentum
Memaafkan di hari Lebaran
Pic. by : Abdur Rozaq |
Semua umat Islam
saya rasa merasakan hadirnya bulan kemenangan setelah sebulan diwajibkan
menjalankan ibadah puasa ramadhan. Makna dari dari lebaran atau idul fitri pun
saya yakin semua telah khatam, mulai dari berbagai macam penyebutannya, hingga
dari penafsiran secara etimologis, penafsiran makna, bahkan sampai ke hal-hal
yang bersifat filosofis seperti diwujudkan dalam bentuk filosofi kupat dengan
segala pernak-perniknya.
Walau kita umat
Islam semua merayakan hari lebaran dan hari kembali kepada kesucian, namun
sayang kadang momentum dari idul fitri yang dahsyat ini tidak kita dapatkan
kecuali hanya sekedar seremonial belaka. Hanya sekedar pemanis bibir, dan
kering dari makna yang sebenarnya. Orang Jawa bilang mung kanggo asok rai,
atau pantes-pantesan saja.
Seyogianya momentum
idul fitri ini benar-benar kita maknai dengan sepenuh jiwa dan sepenuh
keikhlasan hati. Segala macam ucapan permintaan maaf yang kita rangkai dengan
indah nan puitis itu benar-benar meresap di kedalaman jiwa kita, bukan sekedar
mengucapkan, bukan sekedar latah, dan bukan sekedar copy paste saja.
Ketulusan hati
adalah kunci untuk meraih momentum idul fitri, yang mana momentum kembali
kepada kesucian ini sebenarnya telah dipersiapkan dengan baik oleh Allah Swt,
agar kita benar-benar siap saat akan dilahirkan kembali sebagai jabang bayi
yang suci lahir batin. Bentuk dari persiapan itu adalah ramadhan, dengan
digembleng di madrasah ramadhan inilah Allah Swt menginginkan hambanya untuk
berproses, ramadhan ibarat ulat yang menjalani proses “ngentung” tapa
brata dari seekor ulat untuk menjadi kupu-kupu yang cantik.
Jika kita meminta
maaf di moment idul fitri, memang itu terbit dari ketulusan permintaan untuk
dimaafkan dan jika kita memaafkan itu benar-benar telah menghapus segala
kesalahan sesama. Karena siapapun tentu tidak ada yang lepas dari salah, hanya
orang yang sombong saja yang merasa dirinya paling benar dan nir dari
kesalahan. Oleh karena itu mari kita ikhlaskan betapapun kelamnya masa silam, dendam
jangan dipendam, permusuhan jangan dilanggengkan, orang Jawa bilang sing wis
ya wis, sing durung ojo dibaleni.
Sehebat apapun
permusuhan tentu bisa ada jalan keluar untuk rekonsiliasi, intinya kesadaran
dan ketulusan niat tentunya. Contohlah rekonsiliasi yang dilakukan oleh Nabi
Yusuf As terhadap saudara-saudaranya, walau bagaimanapun Nabi Yusuf dimusuhi
dan didzolimi oleh saudara-saudaranya beliau tidak menaruh dendam, sakit hati
tentu Nabi Yusuf pun memendam rasa itu. Bagaimana tidak Yusuf harus mengalami
percobaan pembunuhan dari saudaranya sendiri hingga akhirnya Nabi Yusuf
terhinakan menjadi seorang budak, dan bahkan terpenjara di balik jeruji besi.
Tapi dengan besar hati ketika Nabi Yusuf menjadi pembesar di kerajaan Mesir,
saat musim paceklik melanda seantero negeri Yusuf membantu saudara-saudaranya
yang sedang dalam masa kesulitan. Yusuf memaafkan saudaranya, Laa Tatsriiba
alaikumul yaum, Ah.. kisah yang sangat menyentuh hati.
Tidak hanya itu
saja lihatlah bagaimana kebesaran jiwa dan jembar atine Kanjeng Nabi
Muhammad SAW, teladan kita, kecintaan kita, saat beliau dakwah di Makkah
dimusuhi, dihinakan, dicaci maki, dianggap gila, bahkan Nabi harus terusir dari
negeri tercinta Makkah dan akhirnya beliau hijrah ke Madinah. Coba rasakan
perasaan Nabi saat terusir dari kampung halamannya, bagaimana pedihnya hati
beliau harus berpisah dengan orang-orang yang beliau kasihi, harus meninggalkan
tanah tumpah darah di mana beliau dilahirkan...rasakan dengan sepenuh perasaan,
aktifkan rasa empati dan simpati kita dengan berbagai macam kepedihan
Rasulullah. Tiada kesedihan dan kepedihan yang mampu menguras dan mengeringkan
air mata dibanding apa yang dirasakan oleh Rasulullah tentunya.
Ketika Rasulullah
SAW berhasil menghimpun kekuatan dan akhirnya terjadi peristiwa Fathu Makkah
yang terjadi pada bulan ramadhan tahun ke 8 H, apa yang dilakukan oleh
Rasulullah terhadap penduduk Makkah ? apakah terjadi pembalasan dendam, apakah
terjadi pembantaian terhadap orang-orang yang dulu sangat keras memusuhi beliau
? Sejarah dengan indah menorehkan tinta emas pada diri Rasulullah, beliau
memaafkan penduduk Makkah, dengan penuh kebesaran jiwa Rasulullah SAW bersabda
:
لَا
تَثْرِيْبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللهُ لَكُمْ وَهُوَ اَرْحَمُ
الرَّاحِمِيْنَ
Artinya : “Pada hari ini tidak ada salah bagi kalian. Semoga Allah
mengampuni. Dan Dia adalah Maha Penyayang.
Rasulullah SAW pun
demikian mengucapkan sebagaimana yang diucapkan Yusuf kepada saudara-saudaranya,
memaafkan dan meluoakan kesalahan masa silam. Teladan yang sempurna dari
hamba-hamba Tuhan yang luar biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar