Siapakah Pengibar Bendera
Merah Sang Saka Putih Tahun 1945 ?
Detik-detik
proklamasi kemerdekaan dan segala peristiwa yang menyertainya adalah peristiwa
besar dan penting bagi sejarah suatu bangsa. Namun sayang kadang peristiwa itu
menjadi tidak jelas dan penuh tanda tanya karena lemahnya dokumentasi sebuah
peristiwa. Salah satunya adalah peristiwa pengibaran Bendera Sang Saka Merah
Putih pada pada tahun 1945 sebagai penanda lahirnya bangsa Indonesia.
Dalam
catatan resmi sejarah Indonesia tokoh yang mengibarkan bendera Merah Putih adalah Abdul Latief
Hendraningrat, Suhud dan S.K. Trimurti. Begitu juga berbagai sumber tulisan
dari artikel para pelaku sejarah seperti Bung Karno, Hatta, Ibu Fatmawati dan
lain-lainnya serta dalam buku “Bung Karno
Sebagai Penyambung Lidah Rakyat” yang ditulis oleh Cindy Adam pada hal. 333
menyebutkan bahwa yang mengibarkan bendera Merah Putih adalah Latief
Hendraningrat.
Entah karena motif apa, muncul sosok kontroversi yang menyatakan bahwa
dirinya ikut dalam pengibaran bendera Merah Putih pada tanggal 17 Agustus 1945.
Ilyas Karim ketua Yayasan Pejuang Siliwangi, sebuah perkumpulan Veteran mengaku
bahwa dirinya ikut andil dalam pengibaran bendera di Pegangsaan Timur 56
Jakarta. Tentu hal ini menjadi tanya
tanya besar masyarakat Indonesia mengapa baru setelah HUT kemerdekaan yang
kesekian puluh tahun sosok Ilyas Karim menyatakan bahwa dirinya terlibat dalam
peristiwa bersejarah itu.
Kontroversi dalam sebuah
peristiwa sejarah memang sesuatu hal yang wajar, karena peristiwa itu
telah lama terjadi, apalagi jika para pelaku sejarahnya telah tiada dan tidak
ada fakta yang bisa menjelaskan peristiwa yang sebenarnya. Namun seyogyanya
pemerintah bisa memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai kebenaran sebuah
fakta yang menyangkut sejarah bangsa ini. Karena sebagaimana yang dituturkan
oleh Bung Karno, “Bangsa yang besar
adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya.” “Jasmerah, jangan
sekali-sekali melupakan sejarah.”
Setuju sekali bahwa "Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki jatidiri yang sejati-jatinya, dan bukan sebuah bangsa yang berpijak pada sejarah yang semu belaka".
BalasHapussangat menarik sekali sob, terimakasih banyak...
BalasHapus