Meneladani Kisah dan Spirit Hijrahnya Nabi Muhammad Ke Kota Madinah
Oeh: Joyo Juwoto
Perayaan
tahun baru Islam atau atau dikenal sebagai tahun baru hijriyah memang tidak
semeriah peringatan tahun baru masehi. Namun bukan berarti tahun baru hijriyah
tidak memiliki makna penting bagi kehidupan masyarakat khususnya tentu umat
Islam. Jika tahun baru masehi dihitung berdasarkan kelahiran Nabi Isa, sedang
tahun baru Islam dihitung dari peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad Saw. Secara
historis tahun baru hijriyah ini memiliki makna yang tentu tidak jauh dari spirit
peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad dari kota Makkah menuju kota Yatsrib yang
nantinya disebut kota Madinah.
Kita
tahu, hijrahnya Nabi Muhammad dari Makkah menuju Madinah dipicu oleh kondisi
dakwah Islam yang mengalami kemandegan. Setelah wafatnya Abu Thalib
paman Nabi, dan Siti Khadijah istri Nabi, dakwah Islam di Makkah stagnan.
Orang-orang kafir Makkah bukan saja menolak dakwahnya Nabi, namun mereka sudah
berani mengancam dan memberikan tekanan fisik terhadap umat Islam. Gangguan
dakwah semakin hari semakin berat, sehingga Nabi sendiri sempat mencari suaka
politik ke Thaif. Namun di kota ini pun Nabi Muhammad ditolak mentah-mentah,
bahkan beliau diusir dan disakiti.
Melihat
kondisi dakwah yang tidak menguntungkan Nabi pun berbenah, beliau berfikir
mencari daerah sasarn baru untuk dakwah Islam. Kesempatan itu pun dating. Pada
musim haji tahun ke-12 kenabian datanglah rombongan haji dari Yatsrib. Di bukit
Aqabah, Nabi menemui mereka dan menawarkan dakwah Islam. Alhamdulillah mereka
merespon positif ajakan Nabi untuk memeluk dan memperjuangkan nilai-nilai
keislaman. Peristiwa ini dikenal sebagai baiatul aqabah.
Dari
peristiwa baiatul aqabah dengan penduduk Yatsrib inilah dakwah nabi mendapatkan
jalan untuk menjemput cahaya keislaman bersinar di bumi Madinah kelak. Dari
peristiwa hijrah inilah umat Islam bisa mengembangkan dakwah dan menjalankan
syariat Islam dengan lebih leluasa.
Selain
factor di atas, sebagai seorang utusan Allah tentu Nabi telah mendapatkan
perintah dari melalui petunjuk wahyu
agar beliau dan para sahabat hijrah ke Madinah. Dalam surat An-Nisa’
ayat 100 Allah swt berfirman:
وَمَنْ
يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً ۚ وَمَنْ يَخْرُجْ
مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ
فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya:
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya
mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang
banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah
dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang
dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Setelah ada perintah wahyu dari Allah swt, maka
para sahabat mulai berhijrah menuju kota Yatsrib. Karena ketakutan akan
datangnya halangan dan gangguan dari orang-orang kafir Quraiys, para sahabat
hijrah secara bertahap dan secara sembunyi-sembunyi. Nabi pun berangkat hijrah
dengan sembunyi-sembunyi pula, ditemani oleh Sahabat Abu Bakar As-Siddiq.
Sedang menurut sebagian riwayat hanya Sahabat Umar bin Khattab yang mengumumkan
bahwa dirinya akan berangkat hijrah ke Yatsrib.
Drama perjalan hijrahnya Nabi ke Madinah tidak
berjalan mulus, beberapa kali hampir saja orang-orang kafir Quraiys memergoki
kepergian beliau. Namun dengan perjuangan yang berat akhirnya Nabi bersama Abu
Bakar berhasil sampai di kota Yatsrib, tepatnya pada hari Jumat 13 Rabiul Awal
bertepatan dengan tanggal 24 September 622 M.
Di kota Yatsrib, Nabi dan Abu Bakar disambut
dengan sambutan yang meriah dari para penduduk yang memang kebanyakan sudah
menyatakan keislamannya. Mereka menabuh rebana untuk menyambut Nabi yang
diumpamakan sebagai bulan purnama bagi kota Yatsrib.
Dari kisah peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad
saw yang saya ceritakan secara ringkas di atas banyak hal yang bisa kita petik
guna kita ambil hikmah bagi kehidupan umat Islam hari ini.
Bagi pembaca yang budiman, silakan digali dan
disimpulkan narasi hijrahnya nabi Muhammad saw kemudian dijadikan pedoman dan
pelajaran dalam meneladani perjuangan Nabi Muhammad saw. Bagaimanapun juga,
sejarah selalu memiliki nilai edukatif dan inspiratif guna memberikan arahan
bagi kehidupan masa kini.
Joyo Juwoto, Santri Pondok Pesantren ASSALAM Bangilan Tuban Jawa Timur, Penulis aktif di www.joyojuwoto.com. Saat ini telah menulis beberapa buku solo, diantaranya:
Jejak Sang Rasul; Secercah Cahaya Hikmah, Dalang Kentrung Terakhir (2017),
Cerita Dari Desa, Cerita untuk Naila dan Nafa. Selain itu juga telah menulis puluhan buku antologi. Silaturrahmi dengan penulis
via Whatshap dinomor 085258611993 atau email di joyojuwoto@gmail.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar