Senin, 30 September 2019

Meneladani Kisah dan Spirit Hijrahnya Nabi Muhammad Ke Kota Madinah


Meneladani Kisah dan Spirit Hijrahnya Nabi Muhammad Ke Kota Madinah
Oeh: Joyo Juwoto

Perayaan tahun baru Islam atau atau dikenal sebagai tahun baru hijriyah memang tidak semeriah peringatan tahun baru masehi. Namun bukan berarti tahun baru hijriyah tidak memiliki makna penting bagi kehidupan masyarakat khususnya tentu umat Islam. Jika tahun baru masehi dihitung berdasarkan kelahiran Nabi Isa, sedang tahun baru Islam dihitung dari peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad Saw. Secara historis tahun baru hijriyah ini memiliki makna yang tentu tidak jauh dari spirit peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad dari kota Makkah menuju kota Yatsrib yang nantinya disebut kota Madinah.

Kita tahu, hijrahnya Nabi Muhammad dari Makkah menuju Madinah dipicu oleh kondisi dakwah Islam yang mengalami kemandegan. Setelah wafatnya Abu Thalib paman Nabi, dan Siti Khadijah istri Nabi, dakwah Islam di Makkah stagnan. Orang-orang kafir Makkah bukan saja menolak dakwahnya Nabi, namun mereka sudah berani mengancam dan memberikan tekanan fisik terhadap umat Islam. Gangguan dakwah semakin hari semakin berat, sehingga Nabi sendiri sempat mencari suaka politik ke Thaif. Namun di kota ini pun Nabi Muhammad ditolak mentah-mentah, bahkan beliau diusir dan disakiti.

Melihat kondisi dakwah yang tidak menguntungkan Nabi pun berbenah, beliau berfikir mencari daerah sasarn baru untuk dakwah Islam. Kesempatan itu pun dating. Pada musim haji tahun ke-12 kenabian datanglah rombongan haji dari Yatsrib. Di bukit Aqabah, Nabi menemui mereka dan menawarkan dakwah Islam. Alhamdulillah mereka merespon positif ajakan Nabi untuk memeluk dan memperjuangkan nilai-nilai keislaman. Peristiwa ini dikenal sebagai baiatul aqabah.

Dari peristiwa baiatul aqabah dengan penduduk Yatsrib inilah dakwah nabi mendapatkan jalan untuk menjemput cahaya keislaman bersinar di bumi Madinah kelak. Dari peristiwa hijrah inilah umat Islam bisa mengembangkan dakwah dan menjalankan syariat Islam dengan lebih leluasa.
Selain factor di atas, sebagai seorang utusan Allah tentu Nabi telah mendapatkan perintah dari melalui petunjuk wahyu  agar beliau dan para sahabat hijrah ke Madinah. Dalam surat An-Nisa’ ayat 100 Allah swt berfirman:

وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً ۚ وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Artinya:
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Setelah ada perintah wahyu dari Allah swt, maka para sahabat mulai berhijrah menuju kota Yatsrib. Karena ketakutan akan datangnya halangan dan gangguan dari orang-orang kafir Quraiys, para sahabat hijrah secara bertahap dan secara sembunyi-sembunyi. Nabi pun berangkat hijrah dengan sembunyi-sembunyi pula, ditemani oleh Sahabat Abu Bakar As-Siddiq. Sedang menurut sebagian riwayat hanya Sahabat Umar bin Khattab yang mengumumkan bahwa dirinya akan berangkat hijrah ke Yatsrib.

Drama perjalan hijrahnya Nabi ke Madinah tidak berjalan mulus, beberapa kali hampir saja orang-orang kafir Quraiys memergoki kepergian beliau. Namun dengan perjuangan yang berat akhirnya Nabi bersama Abu Bakar berhasil sampai di kota Yatsrib, tepatnya pada hari Jumat 13 Rabiul Awal bertepatan dengan tanggal 24 September 622 M.

Di kota Yatsrib, Nabi dan Abu Bakar disambut dengan sambutan yang meriah dari para penduduk yang memang kebanyakan sudah menyatakan keislamannya. Mereka menabuh rebana untuk menyambut Nabi yang diumpamakan sebagai bulan purnama bagi kota Yatsrib.

Dari kisah peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad saw yang saya ceritakan secara ringkas di atas banyak hal yang bisa kita petik guna kita ambil hikmah bagi kehidupan umat Islam hari ini.
Bagi pembaca yang budiman, silakan digali dan disimpulkan narasi hijrahnya nabi Muhammad saw kemudian dijadikan pedoman dan pelajaran dalam meneladani perjuangan Nabi Muhammad saw. Bagaimanapun juga, sejarah selalu memiliki nilai edukatif dan inspiratif guna memberikan arahan bagi kehidupan masa kini.


Joyo Juwoto, Santri Pondok Pesantren ASSALAM Bangilan Tuban Jawa Timur, Penulis aktif di www.joyojuwoto.com. Saat ini telah menulis beberapa buku solo, diantaranya: Jejak Sang Rasul; Secercah Cahaya Hikmah, Dalang Kentrung Terakhir (2017), Cerita Dari Desa, Cerita untuk Naila dan Nafa. Selain itu juga telah menulis puluhan buku antologi. Silaturrahmi dengan penulis via Whatshap dinomor  085258611993 atau email di joyojuwoto@gmail.com.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar