Jumat, 26 Januari 2018

Pertaubatan Pram

Pic : https://radiostudent.si
Pertaubatan Pram
Oleh : Joyo Juwoto

Pram bertaubat benarkah? bertaubat dalam hal apa dan untuk apa pula seorang Pram memerlukan diri untuk melakukan pertaubatan? Sebenarnya kata pertaubatan kurang tepat dipakai  di sini, namun begitulah seorang Pram yang terkenal sebagai seorang yang kepala batu, menyatakan pertaubatannya dengan meminta maaf kepada orang yang pernah menjadi musuh bebuyutannya di dunia literasi, pram meminta maaf dengan cara yang unik kepada rivalnya yaitu Buya Hamka.

Secara politik memang dua orang ini berseberangan, saat itu Pram adalah seorang sastrawan yang aktif di Lekra (Lembaga kebudayaan Rakyat), sedang Buya Hamka adalah seorang pentolan Masyumi dan aktivis Muhammadiyah. Keduanya tentu memiliki pandangan politik yang sangat berbeda. Dari perbedaan pandangan politik yang berbeda inilah lewat surat kabar Bintang Timoer Pram acapkali menyerang dan membully Buya Hamka habis-habisan. Puncaknya Buya Hamka dituduh sebagai seorang plagiator oleh Pram.

Sebagai manusia yang memang memiliki perbedaan orientasi politik dan kepentingan, perseteruan hal yang demikian memang sangat lumrah terjadi. Di dalam hal apapun perseteruan itu memang kerap terjadi demi meluluskan kepentingan dan nafsu dari masing-masing pihak yang berseteru.

Di dalam tulisan-tulisan di beberapa website yang saya baca, yang sumbernya berasal dari tulisan Irfan Hamka dalam buku “Ayah” terbitan Republika (2016), dikisahkan bahwa suatu ketika Buya Hamka kedatangan dua orang tamu, laki-laki dan perempuan. Setelah dipersilakan duduk Buya Hamka pun menanyai kedua tamu itu. “Kamu Siapa?”

Tamu itu pun menjawab, “Saya Astuti, dan ini calon suami saya, Daniel Setiawan. Saya disuruh datang ke sini oleh ayah saya, agar kami belajar agama Islam” Jawab tamu perempuan itu.

“Siapa nama ayahmu? Tanya Buya melanjutkan pertanyaannya.

“Pramoedya Ananta Toer” Jawab wanita yang mengaku bernama Astuti tadi.
Singkat cerita, Buya Hamka menerima dengan lapang dada kedatangan dua sejoli yang ingin belajar agama Islam kepada beliau. Walau Buya pernah dimusuhi Pram dengan sangat keras, namun kelembutan hati Buya mampu menghapus permusuhan masa silam dengan Pram yang mungkin tidak akan bisa dihapus dan dilupakan begitu saja.

Dari cuplikan kisah yang saya ceritakan ulang  di atas, saya merasa terheran-heran dengan sosok Pram. Pram yang terkenal sebagai sosok yang kepala batu ternyata memiliki sisi kebesaran jiwa untuk meminta maaf dan melakukan pertaubatan dengan caranya sendiri. Ya, dengan cara mengirimkan anak dan menantunya untuk belajar Islam kepada orang yang pernah menjadi musuh bebuyutannya.

Mungkin saja Pram dan Buya tak sempat bertemu dan bertegur sapa, namun melihat apa yang telah dilakukan Pram dengan mengirimkan anak dan menantunya kepada Buya Hamka mengindikasikan bahwa Pram mengakui dan membuka hati kepada sosok Buya Hamka. Bahkan yang membuat saya terpana bercampur kaget ternyata Pram yang dianggap berideologi komunis tidak rela jika anaknya dinikahi lelaki yang berbeda keyakinan agama dengan anaknya.

Hal ini disampaikan oleh Dr. Hoedaifah Koeddah bahwa Pram mengatakan, “Saya tidak rela anak saya kawin dengan orang yang secara kultur dan agama berbeda”. Ternyata calon mantu Pram adalah seorang Tionghoa yang secara kultur dan agama berbeda dengan keluarga Pram, oleh karena itulah Pram mengirimkan anak dan calon menantunya kepada Buya Hamka untuk belajar agama Islam. Lebih lanjut Pram mengatakan, “Saya lebih mantap mengirimkan calon menantuku untuk diislamkan dan belajar agama pada Hamka, meski kami berbeda paham politik,” Demikian kata Pram menegaskan.

Tidak menyangka bukan? Pram yang dianggap sosok anti agama dan memiliki kesinisan terhadap agama ternyata memiliki sisi kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan agama untuk anak dan menantunya. Begitulah seseorang selalu memiliki sisi-sisi yang kadang kita tidak mengetahuinya oleh karena itu janganlah memandang seseorang dari satu sisi saja, karena dalam hidup ini banyak sisi yang tersembunyi yang mungkin tidak terjangkau oleh indera dan pengetahuan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar