Pic : https://radiostudent.si |
Pertaubatan
Pram
Oleh
: Joyo Juwoto
Pram
bertaubat benarkah? bertaubat dalam hal apa dan untuk apa pula seorang Pram
memerlukan diri untuk melakukan pertaubatan? Sebenarnya kata pertaubatan kurang
tepat dipakai di sini, namun begitulah
seorang Pram yang terkenal sebagai seorang yang kepala batu, menyatakan
pertaubatannya dengan meminta maaf kepada orang yang pernah menjadi musuh
bebuyutannya di dunia literasi, pram meminta maaf dengan cara yang unik kepada
rivalnya yaitu Buya Hamka.
Secara
politik memang dua orang ini berseberangan, saat itu Pram adalah seorang
sastrawan yang aktif di Lekra (Lembaga kebudayaan Rakyat), sedang Buya Hamka adalah
seorang pentolan Masyumi dan aktivis Muhammadiyah. Keduanya tentu memiliki
pandangan politik yang sangat berbeda. Dari perbedaan pandangan politik yang
berbeda inilah lewat surat kabar Bintang Timoer Pram acapkali menyerang dan
membully Buya Hamka habis-habisan. Puncaknya Buya Hamka dituduh sebagai seorang
plagiator oleh Pram.
Sebagai
manusia yang memang memiliki perbedaan orientasi politik dan kepentingan,
perseteruan hal yang demikian memang sangat lumrah terjadi. Di dalam hal apapun
perseteruan itu memang kerap terjadi demi meluluskan kepentingan dan nafsu dari
masing-masing pihak yang berseteru.
Di
dalam tulisan-tulisan di beberapa website yang saya baca, yang sumbernya berasal
dari tulisan Irfan Hamka dalam buku “Ayah” terbitan Republika (2016),
dikisahkan bahwa suatu ketika Buya Hamka kedatangan dua orang tamu, laki-laki
dan perempuan. Setelah dipersilakan duduk Buya Hamka pun menanyai kedua tamu
itu. “Kamu Siapa?”
Tamu
itu pun menjawab, “Saya Astuti, dan ini calon suami saya, Daniel Setiawan. Saya
disuruh datang ke sini oleh ayah saya, agar kami belajar agama Islam” Jawab
tamu perempuan itu.
“Siapa
nama ayahmu? Tanya Buya melanjutkan pertanyaannya.
“Pramoedya
Ananta Toer” Jawab wanita yang mengaku bernama Astuti tadi.
Singkat
cerita, Buya Hamka menerima dengan lapang dada kedatangan dua sejoli yang ingin
belajar agama Islam kepada beliau. Walau Buya pernah dimusuhi Pram dengan sangat
keras, namun kelembutan hati Buya mampu menghapus permusuhan masa silam dengan
Pram yang mungkin tidak akan bisa dihapus dan dilupakan begitu saja.
Dari
cuplikan kisah yang saya ceritakan ulang
di atas, saya merasa terheran-heran dengan sosok Pram. Pram yang
terkenal sebagai sosok yang kepala batu ternyata memiliki sisi kebesaran jiwa untuk
meminta maaf dan melakukan pertaubatan dengan caranya sendiri. Ya, dengan cara
mengirimkan anak dan menantunya untuk belajar Islam kepada orang yang pernah menjadi
musuh bebuyutannya.
Mungkin
saja Pram dan Buya tak sempat bertemu dan bertegur sapa, namun melihat apa yang
telah dilakukan Pram dengan mengirimkan anak dan menantunya kepada Buya Hamka mengindikasikan
bahwa Pram mengakui dan membuka hati kepada sosok Buya Hamka. Bahkan yang
membuat saya terpana bercampur kaget ternyata Pram yang dianggap berideologi
komunis tidak rela jika anaknya dinikahi lelaki yang berbeda keyakinan agama
dengan anaknya.
Hal
ini disampaikan oleh Dr. Hoedaifah Koeddah bahwa Pram mengatakan, “Saya tidak
rela anak saya kawin dengan orang yang secara kultur dan agama berbeda”.
Ternyata calon mantu Pram adalah seorang Tionghoa yang secara kultur dan agama
berbeda dengan keluarga Pram, oleh karena itulah Pram mengirimkan anak dan
calon menantunya kepada Buya Hamka untuk belajar agama Islam. Lebih lanjut Pram
mengatakan, “Saya lebih mantap mengirimkan calon menantuku untuk diislamkan dan
belajar agama pada Hamka, meski kami berbeda paham politik,” Demikian kata Pram
menegaskan.
Tidak menyangka bukan? Pram yang dianggap sosok
anti agama dan memiliki kesinisan terhadap agama ternyata memiliki sisi kepedulian
yang tinggi terhadap pendidikan agama untuk anak dan menantunya. Begitulah
seseorang selalu memiliki sisi-sisi yang kadang kita tidak mengetahuinya oleh
karena itu janganlah memandang seseorang dari satu sisi saja, karena dalam
hidup ini banyak sisi yang tersembunyi yang mungkin tidak terjangkau oleh
indera dan pengetahuan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar