Kamis, 31 Agustus 2017

Satu Tahun Bersama Kali Kening

Satu Tahun Bersama Kali Kening
Oleh : Joyo Juwoto

Akhir Agustus 2016 adalah tonggak awal berdirinya sebuah komunitas literasi di kota Bangilan, namanya adalah Kali Kening. Komunitas ini dipelopori oleh anak-anak muda progressif yang memiliki kepedulian tinggi terhadap nasib literasi di tanah negeri ini. Komunitas Kali Kening ini adalah sebuah wadah belajar menulis bagi para anggotanya, dan juga sebagai media untuk menularkan virus berliterasi di kota Bangilan pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.

Dalam setahun perjalanannya, Komunitas Kali Kening telah mengalami berbagai macam dinamika serta menunjukkan eksistensinya yang cukup bagus. Selain mengadakan pertemuan semi rutin dalam kegiatan “Ngaji Literasi” setiap dua Jumat sekali, Kali Kening juga tercatat beberapa Kali mengadakan acara literasi di Bangilan. Diantaranya adalah acara bagi buku serta motivasi membaca dan menghasilkan karya di salah satu Taman Baca di Karang Tengah, serta dua kali mengadakan pelatihan Jurnalistik dan kelas menulis di TPQ Al Isyraq Bate Kec. Bangilan.

Selain bergerak di bidang pelatihan dan motivasi menulis, komunitas Kali Kening juga menggerakkan anggotanya untuk aktif menulis. Di tahun pertama perjalanan sejarah komunitas kali kening telah membuat satu buku antologi, dan sekitar 15 karya mandiri dari anggotanya. Insyallah karya-karya tersebut akan di launcing di ultah komunitas kali kening yang akan dirayakan pada bulan September besok. Sebuah capaian yang cukup luar biasa membanggakan bagi komunitas yang baru saja berdebut di dunia literasi.

Selain itu beberapa kali tulisan dari anggota Komunitas Kali Kening juga masuk dan dimuat di koran radar Bojonegoro, semoga ke depannya karya-karya dari anggota komunitas kali kening tidak hanya mewarnai media lokal namun bisa menembus hingga koran nasional.


Komunitas Kali Kening dengan semboyan “Membaca setabah bebatuan, berfikir sejenih air, dan berkarya sederas arus” berusaha terus meningkatkan minat baca dan tulis anggotanya, sehingga ke depan akan terus lahir buku-buku baru yang bermutu dari rahim kali kening, agar nantinya bumi Tuban tidak hanya berakronim sebagai legenda meTU BANyune (keluar airnya), waTU tiBAN (batu jatuh), namun sebagaimana yang dikatakan oleh Mbah Soesilo Toer Tuban adalah “Tempat Utama Budaya Baca-Tulis Anak-anak Nusantara”. Semoga.



*Joyo Juwoto, Santri Pondok Pesantren ASSALAM Bangilan Tuban. Diantara buku yang ditulisnya adalah: Jejak Sang Rasul (2016); Secercah Cahaya Hikmah (2016), Dalang Kentrung Terakhir (2017,) dan menulis beberapa buku antologi bersama Sahabat Pena Nusantara dan beberapa komunitas literasi lainnya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar