Oleh
: Joyo Juwoto
Akhir
Agustus 2016 adalah tonggak awal berdirinya sebuah komunitas literasi di kota
Bangilan, namanya adalah Kali Kening. Komunitas ini dipelopori oleh anak-anak
muda progressif yang memiliki kepedulian tinggi terhadap nasib literasi di
tanah negeri ini. Komunitas Kali Kening ini adalah sebuah wadah belajar menulis
bagi para anggotanya, dan juga sebagai media untuk menularkan virus berliterasi
di kota Bangilan pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
Dalam
setahun perjalanannya, Komunitas Kali Kening telah mengalami berbagai macam
dinamika serta menunjukkan eksistensinya yang cukup bagus. Selain mengadakan
pertemuan semi rutin dalam kegiatan “Ngaji Literasi” setiap dua Jumat sekali,
Kali Kening juga tercatat beberapa Kali mengadakan acara literasi di Bangilan.
Diantaranya adalah acara bagi buku serta motivasi membaca dan menghasilkan
karya di salah satu Taman Baca di Karang Tengah, serta dua kali mengadakan pelatihan
Jurnalistik dan kelas menulis di TPQ Al Isyraq Bate Kec. Bangilan.
Selain
bergerak di bidang pelatihan dan motivasi menulis, komunitas Kali Kening juga
menggerakkan anggotanya untuk aktif menulis. Di tahun pertama perjalanan
sejarah komunitas kali kening telah membuat satu buku antologi, dan sekitar 15
karya mandiri dari anggotanya. Insyallah karya-karya tersebut akan di launcing
di ultah komunitas kali kening yang akan dirayakan pada bulan September besok.
Sebuah capaian yang cukup luar biasa membanggakan bagi komunitas yang baru saja
berdebut di dunia literasi.
Selain
itu beberapa kali tulisan dari anggota Komunitas Kali Kening juga masuk dan
dimuat di koran radar Bojonegoro, semoga ke depannya karya-karya dari anggota
komunitas kali kening tidak hanya mewarnai media lokal namun bisa menembus
hingga koran nasional.
Komunitas
Kali Kening dengan semboyan “Membaca setabah bebatuan, berfikir sejenih air,
dan berkarya sederas arus” berusaha terus meningkatkan minat baca dan tulis
anggotanya, sehingga ke depan akan terus lahir buku-buku baru yang bermutu dari
rahim kali kening, agar nantinya bumi Tuban tidak hanya berakronim sebagai legenda
meTU BANyune (keluar airnya), waTU tiBAN (batu jatuh),
namun sebagaimana yang dikatakan oleh Mbah Soesilo Toer Tuban adalah “Tempat
Utama Budaya Baca-Tulis Anak-anak Nusantara”.
Semoga.
*Joyo Juwoto, Santri Pondok Pesantren ASSALAM Bangilan Tuban. Diantara buku yang ditulisnya adalah: Jejak Sang Rasul (2016); Secercah Cahaya Hikmah (2016), Dalang Kentrung Terakhir (2017,) dan menulis beberapa buku antologi bersama Sahabat Pena Nusantara dan beberapa komunitas literasi lainnya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar