Guru
dan Masa Depan Peradaban Bangsa
Berbicara
mengenai guru selalu menarik, apalagi guru didaulat sebagai pahlawan tanpa
tanda jasa. Sangat akrab di telinga kita lagu-lagu yang begitu menyanjung peran
guru. Tidak salah memang guru mendapatkan maqom dan derajat yang sedemikian
tinggi, karena Allah sendiri pun memberikan penghargaan bagi profesi seorang
guru. Dari peran seorang gurulah kita yang tidak bisa apa-apa akhirnya menjadi
yang sekarang. Dalam kisah-kisah banyak diceritakan tentang guru-guru yang hebat,
sejarah bercerita bagaimana liarnya Singa padang Karautan Ken Arok, namun ia tunduk
dan takluk dibawah asuhan Brahmana Loh Gawe, bahkan kelak Ken Arok menjadi
seorang raja besar pendiri kerajaan Singasari , kita tentu juga ingat dengan
cerita bagaimana berandalannya anak Adipati Tuban, Raden Sahid namun akhirnya ia
insaf setelah berguru kepada Sunan Bonang, bahkan menjadi Guru Suci Tanah Jawa dengan
gelar Sunan Kalijaga. Tidak itu saja masih banyak guru-guru hebat yang berhasil
mencetak generasi-generasi yang dahsyat.
Seorang guru tentunya
harus memiliki kemampuan lebih dan di atas rata-rata manusia lainnya, karena
guru memiliki tanggung jawab dan menjadi kunci serta penentu keberhasilan anak
didiknya. Guru haruslah menjadi seorang teladan, seorang figur yang
menginspirasi bagi anak didiknya, tidak salah dalam gugon tuhonnya orang Jawa
bilang guru berasal dari kata digugu lan ditiru (menjadi teladan dan
dicontoh). Oleh karena itu guru harus selalu meningkatkan kemampuannya baik
itu kemampuan yang berkaitan dengan tugasnya sebagai pendidik maupun kemampuan
personalnya sebagai anggota masyarakat. Agar jangan sampai konotasi guru
berubah menjadi negatif wagu tur saru (tidak baik dan tidak pantas untuk
ditiru)
Begitu
pentingnya peran guru hingga pemerintah melalui APBN menganggarkan dana yang
cukup besar guna peningkatan mutu guru. Tunjangan Profesi Guru (TPG) atau
sertifikasi guru adalah salah satu bentuk program pemerintah untuk meningkatkan
kemampuan guru, namun sayangnya menurut banyak kalangan dan fakta di lapangan
belum ada peningkatan yang signifikan antara tunjungan profesi dengan
peningkatan mutu guru. Hal ini terbukti dengan adanya nilai UKG yang jauh dari
standart. Tidak jelas apa yang menjadi penyebab dari rendahnya nilai UKG guru,
mungkin saja guru belum merasa bahwa program sertifikasi pada dasarnya tidak
hanya bertujuan untuk kesejahteraan guru saja namun lebih dari itu tujuan
utamanya adalah guna meningkatkan kemampuan dan kompetensi guru baik itu kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 14 Tahun 2005 pasal 10
tentang guru dan dosen.
Oleh karena itu
guru haruslah terus mengasah kemampuannya hingga ia memang layak dipanggil Sang
Guru. Menurut Prof. Herawati Susilo, MSc
Ph.D, pakar pendidikan Universitas Negeri Malang, setidaknya terdapat enam
kriteria guru ideal, diantaranya adalah :
1.
Belajar sepanjang hayat
2.
Literate sains dan teknologi
3.
Menguasai bahasa Ingggris
4.
Melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas
5.
Rajin menghasilkan karya tulis ilmiah
6.
Mampu mendidik peserta didik berdasarkan
filosofi konstruktivisme dengan pendekatan kontekstual.
Dari pemaparan
kriteria guru ideal tersebut maka diharapkan guru bisa meningkatkan mutu dan
kualitasnya, apalagi sekarang pemerintah memberikan berbagai kemudahan dan
tunjangan profesi bagi guru yang mana pamrihnya agar guru lebih bermutu dan
sejahtera tentunya.
Jabatan guru
bukanlah jabatan sembarangan, tidak semua guru mampu mencapai maqom guru yang
sebenarnya. Dalam kelas sosial masyarakat Hindu jabatan guru kastanya lebih
tinggi dari kasta ksatria, guru menjadi bagian dalam kasta brahmana, kasta yang
paling tinggi dalam strata sosial masyarakat kala itu. Dalam serat Wulangreh diterangkan
tentang kriteria seorang guru yang layak dan pantas untuk diguroni. Biar lebih
jelas saya kutipkan teks pupuh ke empat Dandhanggula karya Sri Pakubuwana IV sebagai berikut :
Nanging yen sira nggeguru kaki
Amiliha manungsa kang nyata
Ingkang becik martabate
Sarta kang wruh ing kukum
Kang ngibadah lan kang wirangi
Sokur oleh wong tapa
Ingkang wus amungkul
Tan mikir pawewehing liyan
Iku pantes sira guronana
Serta kawruhana
Artinya :
Namun jika
berguru wahai anakku
Pilihlah
manusia yang sudah nyata
Yang baik akhlaqnya
Serta yang
memahami hukum
Yang ahli
ibadah dan ahli mengendalikan diri
Sangat
beruntung jika mendapatkan ahli bertapa
Yang
meninggalkan urusan dunia
Sehingga sudah
tidak memikirkan pemberian orang lain
Itu yang
pantas tempat engkau berguru
Serta syarat
dan rukun berguru pun harus kau ketahui
Berdasarkan
wejangan klasik karya Sri Pakubuwana di atas jabatan guru adalah jabatan
seorang brahmana, jabatan orang-orang suci yang mengabdikan dirinya untuk
kemaslahataan masyarakat. Ajaran dalam serat Wulangreh sangat layak dan relevan
untuk kita implementasikan dalam kehidupan guru-guru bangsa ini, agar guru
menjadi lokomotif penggerak bagi perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Karena memang tugas dan fungsi guru adalah mencerdaskan kehidupan anak bangsa
dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertaqwa terhadap Tuhan yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki ketrampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan, sebagaimana yang menjadi tujuan pendidikan bangsa. Joyojuwoto
Guru, digugu lan ditiru !!!!
BalasHapusbanyak guru yang sudah nggak update, udah ogah2an buat belajar hal2 baru, bahkan terkadang guru senior punya cara mengajar yang sama tiap tahunnya, bahkan soal tugas2nya pun nggak berubah sedikitpun
BalasHapusguru, tanpa mereka, entah bakal jadi apa bangsa ini nanti :)
BalasHapus