“Corak dan Metode Dakwah Model Pesantren
Sunan Bonang”
Hampir semua orang mungkin telah mengenal siapa
Sunan Bonang, hal ini terbukti dengan banyaknya peziarah yang mengunjungi maqom
beliau baik yang ada di Lasem maupun yang ada di kota Tuban. Walaupun Sunan
Bonang sudah sangat akrab dengan kehidupan kita, namun masih jarang diantara kita yang kalau tidak boleh
dikatakan sama sekali tidak tahu tentang metode dakwah yang dipakai oleh Sunan
Bonang kecuali hanya sekilas saja. Bahkan tidak jarang cerita-cerita mistik
lebih banyak mendominasi sejarah penyebaran agama Islam yang dilakukan di Tanah
Jawa.
Sekilas ringkas saya ingin mengulas ulang kehidupan
Sunan Bonang, hingga akhirnya beliau menjadi anggota dari Walisongo serta
kiprah beliau dalam menyebarkan ajaran Islam yang salah satunya lewat dunia
pesantren.
Sunan Bonang semenjak kecil sudah sangat akrab
dengan bidang keagamaan. Beliau dididik lagsung oleh ayahnya di pesantren Ampel
Denta Surabaya. Raden Makhdum Ibrahim itulah nama kecil dari Sunan Bonang putra
dari Sunan Ampel atau Raden Rahmat. Selain berguru kepada ayahnya Raden Makhdum
Ibrahim bersama sahabatnyya Raden paku
berguru ke pesantren di Pasai kepada seorang ulama yang bernama Syekh
Wali Lanang yang ternyata adalah ayah dari Raden Paku sendiri.
Di pesantren Pasai inilah Makhdum Ibrahim dan
Raden Paku mendalami berbagai disiplin
ilmu pengetahuan seperti ilmu pengobatan, ilmu tasawuf,dan tentu ilmu
keagamaan. Setelah dirasa cukup mereka berdua yang sejatinya ingin langsung
berangkat menuaikan ibadah haji disuruh oleh gurunya untuk kembali ke tanah
juga guna menyebarkan ajaran Islam. Karena tenaga mereka sangat dibutuhkan di
Jawa.
Raden Paku mendapat amanat dari ayahnya untuk
mendiirkan pesantren di tanah yang mirip ia bawa dari Pasai. Akhirnya raden
paku mendirikan pesantren di bukit Giri yang kelak masyhur dengan sebutan Giri
Kedaton. Sedang Makhdum Ibrahim oleh Sunan Ampel diberi amanat untuk
menyebarkan agama Islam di wilayah Tuban, Lasem, Madura, Bawean, dan Pati.
Kemudian Sunan Bonang memilih wilayah Tuban sebagai basis perjuangannya dan
beliau mendirikan pesantren di sebuah desa yang terkenal dengan pengrajin
gamelan. Desa itu dikenal dengan nama Bonang.
Di Bonang inilah Makhdum Ibrahim mendirikan
pesantren dan berbaur dengan masyarakat setempat untuk mendakwahkan ajaran
Islam. Karena sering bergaul dengan para pengrajin gamelan beliau mahir
memainkan alat musik tersebut dan akhirnya makhdum Ibrahim lebih dikenal dengan
sebutan Sunan Bonang.
Dakwah pesantren sebenarnya bukanlah hal yang baru
di tanah Jawa. Karena dulu ketika agama Hindu-Budha masih banyak dipeluk oleh
sebagian besar masyarakat Jawa juga terdapat lembaga keagamaan yang dihuni oleh
para cantrik dan biksu dalam lingkungan padepokan. Bahkan ada yang menyatakan
memang pesantren meniru model padepokan agama Hindu-Budha.
Pesantren sendiri merupakan sebuah sistem
pendidikan khas yang dimiliki bangsa Indonesia. Orang-orang yang tinggal di
pesantren lazim disebut “Santri”. Pada dasarnya kata santrilah yang
membentuk istilah pesantren, yaitu dari kata santri yang mendapat awalan pe dan
akhiran an yang memiliki arti tempatnya santri. Semisal suatu tempat yang dekat
dengan masjid biasanya disebut dengan istilah Kauman atau Santren. Karena
tempatnya Kaum dan santri. Hampir diseluruh tempat yang dekat dengan masjid
memakai istilah yang sama Kauman atau Santren.
Adanya pesantren awalnya adalah datangnya para
santri yang kemudian membuat bangunan-bangunan sederhana disekitar rumah
seorang guru atau Kyai dengan harapan bisa menuntut ilmu pada kyai tersebut.
Dari sinilah awal mula terbentuknya pesantren, yaitu tempatnya para santri
untuk menuntut ilmu pada seorang guru.
Asal-usul istilah santri sendiri ada yang
menyatakan berasal dari bahasa Sansekerta dari kata Sastri. Artinya adalah
melek huruf. Pendapat lain menyatakan santri berasal dari bahasa Jawa dari kata
cantrik, yakni seseorang yang mengikuti seorang guru dengan maksud berguru. Dan
saya kira dua pendapat itu sama benarnya.
Begitu juga di pesantren Sunan Bonang, para santri
berdatangan untuk menuntut ilmu kepada beliau. Santri pada saat itu tidak hanya
belajar ilmu keagamaan saja, biasanya santri dilibatkan dalam kegiatan ekonomi
juga semisal perdagangan dan pertanian. Hingga sekarang pun model pesantren
yangdemikan masih banyak kita jumpai. Biasanya santri yang ikut membantu Sang
Kyai dikenal dengan istilah Khodam Kyai atau ngenger sama Kyai.
Santri-santri Sunan Bonang telah dibagi-bagi
menurut tingkatan masing-masing. Dalam pelajaran tasawuf biasanya santri akan
dibedakan menjadi beberapa tingkatan yaitu:
1.
Santri Mubtadi’
2.
Santri Mutawasid
3.
Santri Kamil
4.
Santri Kamil Mukammil
Santri mubtadi’ mempelajari masalah syariat,
santri mutawasid tingkat pengetahuannya naik pada tataran ilmu tarekat, santri
kamil meningkat pada tataran ilmu hakekat, dan santri Kamil Mukammil telah
sampai pada tingkat ma’rifat.
Kitab-kitab yang diajarkan di pesantren sunan
Bonang mengikuti pola dari gurunya yaitu menggunakan kitab-kitab berbahasa
Arab. Karena kebanyakan santri belum menguasai bahasa arab biasanya kitab-kitab
tersebut diterjemahkan kata demi kata ke dalam bahasa Jawa, yang dalam bahasa
pesantrennya dikenal dengan istilahnya “Ngesahi” kitab atau maknani kitab.
Metode ngesahi kitab juga masih dipakai hingga
kini di pesantren-pesantren salaf di tanah air. Jadwal mengaji yang disusun
oleh Sunan Bonang biasanya menggunakan kitab Sanusi yang dikaji pada malam
Kamis. Kitab al Barzanji dibaca pada malam Jumat, sementara malam-malam lain
digunakan untuk menambah ilmu pengetahuan yang diisi denganceramah umum dan hiburan
tembang-tembangan yang berisi syi’ir pujian dan nasehat diiringi alat musik
gamelan. Semisal tembang Tombo ati yang masyhur hingga sekarang.
Demikian sekilas corak dan metode dakwah yang
dipakai oleh Sunan Bonang dalam menyebarkan ajaran Islam yang penuh hikmah dan
kebaikan. Semoga kita bisa meniru dan meneladani dakwah beliau yang luar biasa.
Amien. Joyojuwoto
Alhamdulillah, bisa menambah wawasan tentang wali songo terutama Sunan Bonang :)
BalasHapusMantab Mbah, di Bonang Lasem itu ada nama Syekh Pwa Lang a.k.a Asmoroqondi. Beliau dimakamkan di Palang. Apakah ada keterkaitan dg asal-usul nama kecamatan Palang?
BalasHapus