Ulama dan Santri di Palagan Surabaya
“Sekali
Merdeka Tetap Merdeka, Lebih Baik Mati Berkalang Tanah Dari Pada Hidoep
Didjadjah”
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.....!!!!
Gambar : www.majalah-historia.com |
Teriakan takbir menggema dari corong Radio
Pemberontak Repoeblik Indonesia di Surabaya. Bung Tomo membakar semangat para
santri yang tumplek blek di palagan Surabaya untuk mengusir tentara
Sekoetoe dan NICA.
Dunia tahu, tentara Sekoetoe dan NICA adalah pemenang
Perang Dunia II, Barat dan Timur telah ditaklukkan, Negara-negara raksasa
seperti Jerman, Italia, dan Jepang dipaksa tunduk menyerah kalah di perang Asia
Timur Raya, namun tidaklah demikian dengan rakyat Indonesia. Bangsa Indonesia
adalah bangsa garuda, bangsa yang punya sejarah pernah mencabik Naga dari
Mongolia. Menghalau dan memporak-porandakan kesombongan tentara Tar tar, yang
pernah menghancurkan kekhalifahan Banghdad dan menjadikan sebagian besar negara
di Eropa dicekam ketakutan yang mendalam. Bahkan Raden Wijaya beserta
pasukannya sukses mempecundangi Kublai Khan dan berhasil membunuh cucu dari
Jenghis Khan Sang Imperior Mongolia.
Walau pemerintah cenderung lamban dalam menyikapi
pendaratan Sekoetoe di berbagai daerah seperti Jakarta, Semarang, Surabaya,
serta Sumatra tanggal 29 September 1945, Perhimpoenan Nahdlatoel Oelama seluruh
Jawa dan Madura tanggal 22 Oktober 1945 mengajukan Resoloesi Djihad pada
pemerintah Indonesia. Resoloesi Djihad yang dikomando oleh Chadrotoes Sjeich
KH. Hasyim Asj’ari ini terus berkembang menjadi Resoloesi Djihad seluruh umat
Islam Indonesia.
Tanggal 25 Oktober 1945 tentara Sekoetoe Inggris
dan NICA mendaratkan 6000 serdadu Goerkha dari India. Kedatangan mereka
bertujuan mengambil interniran Belanda dari Jepang. Namun para Ulama dan santri
tidak percaya. Kedatangan tentara penjajah ini oleh Ulama di sambut dengan
Resoeloesi Djihad. Para santri, dan Kyai dari seluruh Jawa yang tergabung dalam
Barisan Sabilillah dan Hizbullah berdatangan membanjiri Kota Surabaya. Kyai
Abbas dari pesantren Buntet Cirebon datang atas undangan Chodroetoes Sjeich KH.
Hasyim Asj’ari untuk mengamankan bahaya serangan udara. Kyai Abbas mempunyai
kelebihan ilmu meruntuhkan pesawat terbang Sekoetoe hanya dengan mengarahkan
tongkatnya ke arah pesawat. Benarkah Kyai Abbas mampu melakukan itu ?
Dalam berita Kedaulatan Rakyat yang bersumber dari
berita pihak tentara Sekoetoe Inggris bahwa sejak terjadinya pertempuran di
Surabaya, tentara Sekoetoe Inggris menderita kerugian tujuh buah pesawat
Thunderbolt tertembak jatuh oleh serangan penangkis udara dari pihak Indonesia.
Bahkan Sekoetoe menganggap pihak Indonesia memiliki kemampuan menembak pesawat
sama dengan tentara Jerman. Apakah ini karena berkah dari doa Kyai Abbas ?
Lebih dahsyat lagi tentara Inggris Sekoetoe selama
Perang Dunia ke II, 1939-1945 M belum pernah kehilangan perwira tingginya,
namun entah mengapa baru sebulan setelah pendaratan 29 September 1945, pada
tanggal 31 Oktober 1945 perwira tinggi Sekoetoe Brigadir Djenderal Mallaby
tewas di Surabaya.
Gambar : www.partopoenya.blogspot.com |
Energi jihad dan panggilan suci perang sabil dari
Resoeloesi Djihad ternayata berdampak luar biasa. Ultimatum Mayor Djenderal
R.C. Mansergh komandan Tentara Angkatan darat Sekoetoe agar segenap rakyat
menyerahkan senjatanya, paling lambat jam 06.00 pagi 10 November 1945 dianggap
angin lalu oleh rakyat. Walau ditunjang dengan peralatan yang canggih, senjata
pemusnah meriam-meriam dari kapal penjelajah sussex dan beberapa kapal
Destroyer-perusak, serta pesawat masquito dan thunderbolt dari Royal Air Force
Inggris, namun tak mampu memadamkan semangat kemerdekaan yang sedang membara di
hati rakyat Surabaya.
Dengan takbir Allahu Akbar, bersenjatakan keris,
tombak, pedang, dan bambu runcing arek-arek Surabaya terjun ke medan laga
menantang maut. Keris melawan senapan api, tombak melawan meriam, bambu runcing
melawan bom-bom Sekoetoe, namun tak hendak menyurutkan langkah perjuangan.
Bahkan kini bambu runcing menjadi icon senjata perjuangan rakyat Indonesia.
Kyai Soebhi Parakan Magelang adalah pencentus gerakan bambu runcing walau nama
beliau ditiadakan dalam buku sejarah, kemudian digantikan nama Tan Malaka
sebagai pendiri Barisan Bamboe Roencing. Padahal, realitas sejarahnya, Lasjkar
Hizboellah yang banyak menggunakan Bamboe Roencing khas kyai Soebhi sebagai
senjatanya.
Kehadiran Kyai-kyai sepuh semisal Chodroetoes
Sjeich KH. Hasyim Asj’ari dari pesantren Tebu Ireng Jombang, KH. Asjhari dan
Kyai Toenggoel Woeloeng dari Jogjakarta, KH. Abbas dari pesantren Buntet
Cirebon, dan Kyai Moestofa Kamil dari Partai Syarikat Islam Garut mampu membangkitkan
perlawanan santri untuk maju terus pantang mundur. Mati di medan perang melawan
penjajah Barat adalah mati yang indah, lebih baik gugur sebagai syuhada
daripada hidup terjajah. Bunga-bunga bangsa berguguran, bau wangi surga
semerbak di tanah jihad Surabaya. Tanggal 10 November 1945 Surabaya berubah
menjadi lautan api dan darah.
Merdeka... merdeka... Allahu Akbar !!!. Jwt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar