Montong - Jika anda masyarakat Tuban dan sekitarnya tentunya pernah mendengar cerita tentang Jati Gembol yang berada di Kecamatan Montong tepatnya di perbatasan antara Pucangan dan Koro Merakurak. Ada juga yang menyebutnya sebagai jati kamplok. Karena menurut legenda pohon jati itu adalah jelmaan dari pengembala yang di sabda oleh seorang wali (anonim) karena jengkel dengan ulah si pengembala. Ketika jati tersebut akan di tebang si penggembala merangkul (ngamplok) ke pohon jati tersebut guna menghalang-halangi maksud sang wali yang akan mengambil jati guna pembangunan masjid Demak. Cerita atau folklore ini memang tidak sepopuler dengan kisah Sunan Bonang dengan seorang pendeta dari India atau bahkan mungkin anda tidak pernah mendengarnya sama sekali.
Saya yang bertahun-tahun melewati jalur itu pun baru mendengar kisahnya, kemudian saya menyempatkan untuk mencari lokasi Jati gembol tersebut. Sebenarnya lokasi jati gembol ini sangat dekat dengan jalan raya yaitu berada di samping kiri jalan dari arah Pucangan Montong dan pohonnnya pun bisa dilihat dari jalan raya, hanya karena cerita ini sudah terkubur dengan hiruk pikuknya sinetron maupun film-film di televisi sehingga folklore lokal ini tidak lagi mendapat tempat di hati masyarakat setempat.
Menurut salah seorang warga Pucangan Jati gembol itu dulunya berjumlah tiga batang, pada masa kecilnya tidak ada seorang pun yang berani menebang pohon jati tersebut. Konon jika di tebang pohon itu mengeluarkan darah seperti halnya manusia yang terluka. Namun sekarang pohon itu hanya tinggal satu batang saja, itu pun bagian batang yang bawah sudah banyak yang di ambili oleh orang-orang yang punya maksud-maksud tertentu, ada yang dipakai untuk jimat, untuk pesugihan maupun yang lainnya. Untuk mengambil sebagian batang pohon jati gembol tidak bisa sembarangan biasanya harus menunggu hari Jum'at Pahing terlebih dahulu begitu kisahnya.
Ya begitulah yang namanya folklore beredar dari mulut ke mulut dan hampir selalu tidak jelas pangkal ujungnya. Namun kita hendaknya bisa arif dan bijak guna mengambil apa yang dapat kita jadikan sebagai pelajaran bagi kehidupan kita mendatang. Jwt
Ya begitulah yang namanya folklore beredar dari mulut ke mulut dan hampir selalu tidak jelas pangkal ujungnya. Namun kita hendaknya bisa arif dan bijak guna mengambil apa yang dapat kita jadikan sebagai pelajaran bagi kehidupan kita mendatang. Jwt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar