Oleh: Joyo Juwoto
Dalam khazanah sejarah perjalanan agama Islam, kita mengenal istilah fatratul wahyi, yaitu masa jeda di mana wahyu tidak turun kepada Nabi Muhammad SAW. Masa fatratul wahyi ini, tentu sangat menggelisahkan hati Nabi Muhammad yang baru menerima wahyu pertama, dan entah mengapa tidak diikuti oleh wahyu kedua dan selanjutnya.
Masa jeda memang membingungkan dan menggelisahkan hati. Masa jeda yang tidak menentu, gelap, dan tidak ada kepastian. Dalam bahasa jomlo mungkin bisa disetarakan dengan masa menggantung, masa yang tidak jelas sama sekali.
Tidak bermaksud menyamakan, ternyata dalam dunia menulis ternyata juga sama. Ada masa jeda di mana seorang penulis merasa kesulitan untuk menuangkan idenya menjadi sebuah tulisan. Setidaknya ini yang saya alami dan saya rasakan. Saya tidak tahu dengan penulis-penulis profesional, apakah ada juga masa jeda, masa fatratul kitabah.
Sebagai penulis amatiran kayak saya ini, kadang harus menunggu mood untuk bisa menulis. Parahnya setelah menunggu berbulan-bulan ternyata mood itu tidak datang-datang. Benar jika ada yang mengatakan bahwa aktivitas menunggu itu membosankan dan menggelisahkan.
Saya sebenarnya juga tidak tahu dan belum mengenali betul apa itu mood. Ia datang sendiri tanpa diundang, Dan serta merta kabur tanpa diantar seperti jailangkung, ataukah perlu sesajen khusus untuk menghadirkannya. Yang pasti ketika saya hanya berdiam diri menunggu datangnya mood, justru saya semakin kesulitan untuk mendekatinya.
Mood tak pernah mau datang ketika kita menunggunya dengan pasif. Itu yang saya rasakan, yang saya alami. Tak terasa menunggu mood justru merusak dan menghalangi kedatangannya. Akhirnya di tengah kegelisahan menunggu, saya memaksa diri untuk menulis. Hasilnya ternyata juga juga susah untuk menghasilkan tulisan yang selesai, apalagi bagus.
Baru beberapa paragraf, bahkan kadang baru beberapa kata, saya tidak bisa melanjutkan menulis. Mentok. Ah, kadang memang hati ini berkata, betapa susahnya menulis, saya kebingungan sendiri.
Sebagai penulis asal-asalan, masa fatroh menulis ini sering saya alami, cuma kadarnya berbeda-beda. Kadang selang beberapa hari sudah teratasi, tapi kali ini beda, saya merasakan berbulan-bulan lamanya kesulitan menuangkan ide menjadi sebuah tulisan. Buntu.
Ya wis mau bagaimana lagi, menulis hal sederhana saja malas, dan butuh menunggu mood segala. Hal yang sedemikian tentu susah menjadi penulis professional yang harus menyertakan banyak sumber dan referensi. Salah satu kunci menjadi penulis yang baik tentu harus berdisiplin dalam menulis, dan bisa menghadirkan mood, memperbarui mood, dan bukan sekedar menunggunya saja.
Lalu adakah tips-tips untuk menjaga dan menghadirkan mood? Saya rasa kuncinya adalah pada diri pribadi si penulis itu sendiri.
Kalau saya pribadi jika mood tiba-tiba ngedrop biasanya yang saya lakukan adalah melihat cover-cover buku di perpustakaan atau di toko buku, membaca buku, jalan-jalan, dan bisa juga melakukan hal menarik dan menggemberikan diri sendiri, walau kadang semua itu tidak ada gunanya juga.
Bangilan, 27/08/2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar