Oleh: Joyo Juwoto
Dokter Haryo menjadwalkan operasi katarak bapak Jam 15.00 WIB sore ini. Kami serombongan berangkat dari rumah jam 11.00 WIB. Jarak rumah menuju Bojonegoro ditempuh sekitar satu jam.
Saya diberi jadwal datang Jam 12.00 WIB untuk tes swab antigen di laboratorium Fortuna. Karena mengikuti jadwal yang diberikan dokter, jam 12.05 Saya telah sampai di laboratorium. Sekitar 10 menitan pengambilan swab di hidung bapak selesai.
Selanjutnya Saya meluncur ke kliniknya dokter Haryo. Karena hasil swab baru bisa diambil satu jam lagi. Kami yang mengantar bapak harus menunggu satu jam untuk pengambilan hasil swab, dan menunggu dua jam untuk operasi. Itu pun kalau jam 15.00 tepat dokternya sudah ada.
Oke gak papa, dibawa santai dan enjoy saja, lebih baik menunggu dua jam daripada telat sepuluh jam. Tentu Kliniknya dokter Haryo pasti sudah tutup.
Daripada jenuh, saat menunggu ini Saya gunakan untuk menulis. Membuang unek-unek dalam pikiran. Juga menjaga hati dari rasa was-was. Bagaimanapun juga mendengar kata operasi itu membuat kepala Saya agak pening juga.
Bukan kali ini saja Saya harus menghadapi kata yang namanya operasi. Kedua anak Saya Nafa dan Ninda juga terlahir secara sesar. Namun tetap saja kata operasi mengganggu ketenangan Saya.
Dari rumah saja Saya tadi sudah mondar-mandir. Resah. Saya rasa ini perasaan yang wajar ketika seseorang mau menghadapi sesuatu yang mendebarkan. Ya sudah untuk mengatasi perasaan yang tidak karuan ini obatnya ya pasrah saja. Tawakkal kepada Allah Swt.
Dari rumah tadi bapak puasa. Bukan puasa syariat tapi puasa mau operasi. Saya Senin kemarin saat periksa sebenarnya tidak mendengar dokter Haryo mensyaratkan puasa sebelum operasi, tapi puasa pun tak mengapa.
Menit demi menit terus berlalu, perputaran jarum jam terasa bertalu lebih keras, sebagaimana bunyi jantung Saya yang yang berdetak lebih kencang dari biasanya. Kami masih setia menunggu sampai matahari terbit dari kedua kelopak mata bapak. (Joyo Juwoto)
Bojonegoro, 25 Januari 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar