5 Menit yang Menentukan
Oleh: Joyo Juwoto
Setelah lolos tes swab di laboratorium, tekanan darah bapak juga aman, padahal satu minggu sebelumnya sempat dinyatakan naik sedikit oleh dokter. Dokter memberikan resep obat, dan kami menebusnya di apotek. Obat itu diminum 1x sehari.
Harga obat yang kami tebus di apotek cukup murah, 25 ribu dapat satu kempleng pil. Jika dihitung satu hari minum satu obat sesuai resep dokter, obatnya tidak habis. Mau minum nambah pastinya tidak boleh. Karena obat hanya boleh diminum sesuai dosis, tertakar, dan diresepkan. Tidak seperti jamu yang bebas kita minum sekehendak kita.
Sisa obat masih cukup banyak, tentu sisa obat ini juga tidak boleh diberikan kepada orang lain. Walau dengan kondisi yang sama dengan bapak. Sama-sama tekanan darahnya naik. Itu tindakan ilegal dan tidak dibenarkan dalam dunia medis.
Dunia kedokteran memang rumit bagi orang awam seperti saya. Karena kerumitannya ini tidak semua orang yang punya cita-cita jadi dokter terkabul.
Mungkin di masa-masa kita TK dahulu kita dan teman-teman punya cita-cita untuk menjadi dokter atau ada yang bercita-cita menjadi pilot. Itu sebelum melihat kerumitan-kerumitan di dunia kedokteran. Termasuk juga mungkin kerumitan di dalam biaya perkuliahannya.
Setelah dinyatakan aman untuk menjalani operasi, tahapan-tahapan yang diterangkan oleh dokter kami ikuti. Termasuk diantaranya mengecek kembali tekanan darah bapak.
Sayang saat tes tekanan darah saya tidak ikut mendampingi beliau. Jadi saya tidak bisa menuliskannya di sini berapa tekanan darah bapak. Adik dan paman yang mendampingi tidak begitu memperhatikan, tapi tak mengapa yang penting aman dan siap untuk operasi mata.
Sebelum operasi bapak sempat mengeluh perutnya sakit. Melilit katanya. Saya tidak begitu paham itu gejala apa, saya hanya berusaha menenangkannya dengan bercerita bahwa operasi mata katarak itu operasi ringan. Jadi jangan terlalu khawatir. Padahal saya sendiri juga mengalami semacam kegelisahan tersendiri.
Mungkin saja sakit perut yang dialami bapak karena dipengaruhi oleh kondisi psikologis beliau sebelum dioperasi. Apalagi beliau juga belum makan semenjak pagi. Beliau juga bercerita dua hari sebelum operasi tidurnya kurang nyenyak.
Waktu menunjukkan pukul 15.30 WIB, Petugas piket mulai memanggil pasien yang akan dioperasi. Satu persatu menuju ruangan periksa dan mendapatkan seragam yang khas, baju dan sarung berkolor dan makai tudung di kepala.
Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan yang tidak saya pahami, bapak yang mendapatkan nomor urut empat harus menunggu pasien pertama, kedua dan ketiga. Saya tidak berani banyak tanya kepada team medis tentang serba-serbi operasi yang akan dijalani bapak. Saya lebih banyak berdiam dan berdoa saja.
Pengantar pasien yang akan operasi juga tidak diperkenankan masuk ruang operasi. Begitulah standart medis yang telah ditetapkan yang harus kami patuhi. Kami menunggu diluar ruangan.
Tak berselang lama bapak dipanggil dari ruang tunggu menuju ruang operasi. Saya memberanikan diri bertanya kepada salah satu team medis yang memanggil bapak. Kira-kira berapa jam waktu yang diperlukan untuk operasi.
Seakan melihat kegelisahan Saya, mas medis yang Saya tanya menjawab dengan tersenyuh ramah. Tindakan operasi katarak cukup cepat, tidak perlu menunggu hitungan jam. Cukup Lima menitan katanya. Sedang untuk lain-lainnya mungkin sekitar sepuluh menitan. Pasien sudah bisa keluar ruangan.
Saya merasa tenang dengan dengan jawaban mas medis yang kemudian membawa bapak ke dalam ruang operasi. Saya masih melihat punggung bapak yang kemudian hilang ditelan pintu. Suasana menjadi sepi, terutama perasaan Saya sendiri.
Tapi bagaimanapun ketepatan medis dalam melakukan analisis dan tindakan operasi yang terukur dan ilmiah, tetap saja doa dan harapan baik memberikan kekuatan tersendiri kepada jiwa kita untuk lebih tenang dan tawakkal. Insyallah semua akan baik-baik saja.
Tak berselang lama, sekitar lima belas menitan bapak, sudah dibawa keluar ruangan. Biasa saja, kondisinya seperti bapak saat masuk ruangan. Bedanya mata bapak sebelah kanan ditutup dengan kasa putih. (Joyo Juwoto)
Bojonegoro, 26 Januari 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar