Cak Nun dan Malam
Romantisme Di Alun-alun Tuban
Oleh : Joyojuwoto
Doc. Ashfin Van Ghofur |
Budayawan kondang Cak Nun saat
memberikan pengajian kebangsaan di
Alun-alun Tuban minggu malam tanggal 29 November 2015. Pengajian yang
digelar oleh Pemkab Tuban dalam rangka hari jadi Kabupaten Tuban yang ke 722
ini menyedot ribuan pengunjung yang memadati alun-alun. Seakan tidak ada ruang
kosong di hamparan paving dan rumput yang menjadi alas duduk para jam’iyyin wal
jam’iyyat di malam yang penuh dengan nuansa kebersamaan atau maiyyah lintas
generasi.
Cak Nun yang tampil bersama
maestro musik asli Tuban Koesplus bersaudara tampil memukau. Koesplus
bersaudara yang masih tinggal tiga bersaudara itu menghadirkan jejak-jejak
kerinduan masa silam yang penuh dengan romantisme. Generasi 70-an, 80-an,
hingga 90-an pasti akan merasakan sensasi masa silam yang mengharu biru.
Sejatinya tiga bersaudara
Koesplus akan hadir, namun karena suatu hal acara itu hanya bisa dihadiri oleh
Pak Yok Koeswoyo dan Pak Nomo Koeswoyo. Cak Nun yang menyampaikan pengajian
malam itu memberikan panggung dan waktu buat Pak Yok dan Pak Nowo guna
menumpahkan kerinduan mereka berdua dengan bumi kelahirannya.
Pak Nowo malam itu tampil
agresif, seperti pembawaannya yang memang entertaint dan menghibur, serta agak
gento goda Cak Nun kepada Pak Nowo. Sedang Pak Yok orangnya lebih pendiam,
filosofis dan mistis. Sedang Tony Koeswoyo yang telah dahulu dipanggil Tuhan
adalah seorang kreator yang handal. Setidaknya ada sekitar 900-an album yang
dihasilkan oleh Koesplus bersaudara. Di usia yang mereka yang sudah tidak lagi
muda, Pak Nomo dan Pak Yok masih bisa tampil energik seperti saat mereka
menjadi bintang panggung. Lagu-lagu legendaris Koesplus seperti Kolam
Susu, dinyanyikan dengan iringan musik
Kyai Kanjeng yang luar biasa.
Seakan membuka memori puluhan
tahun silam, para penonton bernyanyi bersama, nyanyian yang melahirkan
kerinduan akan alam Nusantara yang bagaikan surga. Dengan apik Koesplus menulis
keindahan dan kemakmuran Nusantara masa silam dalam bait-bait syair lagunya yang
melegenda :
Bukan lautan hanya kolam susu
Kail dan jala cukup menghidupimu
Tiada badai tiada topan kau temui
Ikan dan udang menghampiri dirimu
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Namun sayang gambaran tanah kita tanah surga dalam lirik lagu kolam
susunya Koesplus hanya tinggal di dalam memori kenangan indah kita. Bumi di
mana kita berpijak telah kehilangan keberkahannya. Laut kita sekarang juga
telah dipenuhi oleh amuk ombak keserakahan dan kesewenang-wenangan. Di hari ini
kita tidak bisa hidup hanya dengan mengandalkan kail dan jala. Tanah surga
Nusantara seakan menjadi ibu tiri bagi anak-anaknya sendiri, bangsa ini dipaksa
menjadi bangsa kuli di negerinya sendiri. Atas nama investasi atas nama
penanaman modal hak-hak anak negeri dikebiri. Adakah musibah yang lebih besar
dibanding menjadi bangsa pengemis di negerinya sendiri ?.
Tongkat kayu dan batu tak lagi tumbuh, kesuburan tanah ini tergerus
oleh modernisasi zaman. Hutan-hutan beton merambah desa-desa, menjulang tinggi
ke langit-langit menyisakan keangkuhan dan egoisme sosial. Keramahan,
kebersamaan, kegotong-royongan yang menjadi hiasan mahkota masyarakat terhempas
jatuh berkeping-keping di atas tanah peradapan yang kian kejam.
Oleh karena itu dalam khutbah kebangsaannya Cak Nun mengajak agar
masyarakat tidak melupakan sejarah, Wal Tandur Nafsun Maa Qoddamat Lighodin, mengenal
benar makna “Mikul duwur, mendhem jero” sebuah filosofi Kejawen
adiluhung yang mengajarkan sikap menghormati dan menghargai jasa-jasa para
pendahulu kita. Mikul duwur bermakna mampu ngajeni, menghormati
dan tidak melupakan kerja keras nenek moyang kita, serta sikap mendhem jero
yaitu memaafkan dan menutup aib serta kesalahan para pendahulu kita, karena
bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya. Dan malam itu
Cak Nun beserta seluruh masyarakat Tuban hadir memberikan saksi serta mengenang
jasa-jasa pendahulu kita. Selamat Hari jadi Tuban yang ke 722. Untuk para sesepuh dan moyang masyarakat Tuban, Lahumul Fatihah..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar