Wayang di era sekarang memang kurang begitu populer, namun di era awal-awal perkembangan Islam wayang menjadi semacam tontonan yang memberikan tuntunan bagi kehidupan masyarakat. Bisa kita bandingkan tontonan hari ini maupun tuntunan hari ini seperti apa.
Karena itu Wali Songo memasukkan unsur-unsur ajaran Islam dalam cerita pewayangan yang keluar dari pakem babon cerita wayang Mahabarata maupun Ramayana, Seperti cerita Jimat kalimasada, Bale sigala-gala, Dewa Ruci dan lain sebagainya. Selain itu para wali khususnya Sunan Kalijaga juga menambahkan tokoh-tokoh yang tidak ada dalam versi asli wayang yang sering disebut sebagai punakawan. Punakawan adalah adalah para pembantu dan pengasuh setia Pandawa. Dalam wayang kulit, punakawan ini paling sering muncul dalam goro-goro, yaitu babak pertunjukan yang seringkali berisi lelucon maupun wejangan.
Nama-nama punakwan antara satu daerah dengan daerah lain ada perbedaannya, namun yang paling populer adalah : Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong. Adapun makna filosofis yang terkandung dalam punakawan tersebut adalah :
1. Semar dari bahasa Arab "SIMAAR" yang artinya paku. Dikatakan bahwa kebenaran ajaran Islam adalah kokoh kuat dan sejahtera bagaikan kokohnya paku yang sudah tertancap, yakni agama Islam ibarat"SIMAARUDDUNYA" pakunya dunia.
2. Petruk, dari kata "FAT-RUK" yang artinya "Tinggalkanlah", yang diambl dari kalimat "FAT-RUK KULLU MAN SIWALAH", yaitu tinggalkan segala apa yang selain Allah.
3. Gareng, dari kata "NAALA QAARIN" (Nala Gareng) yang artinya memperoleh banyak kawan, yaitu sebagai tujuan pokok dakwah para Wali adalah memperoleh banyak kawan atau pengikut.
4. Bagong, dari kata "BAGHAA" yang artinya "Memberontak" yaitu memberontak terhadap segala sesuau yang dzalim.
Demikian sekilas falsafah yang terkandung dalam tokoh Punakwan Pandawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar