Salah
Satu Tanda Ahli Ilmu
Oleh
: Joyo Juwoto
Dulu
saat saya nyantri di pondok pesantren ASSALAM Bangilan Tuban, kami para santri
seringkali diingatkan untuk tidak bosan dengan ilmu pengetahuan. Mbah Yai
selalu dawuh, tanda dari ahli ilmu itu tidak bosan mendengarkan satu bab dari
ilmu pengehuan walaupun sudah didengar berkali-kali. Walaupun sudah mendengar
seribu kali sekalipun, seorang yang ahli ilmu tidak akan pernah bosan, dan
tetap tekun serta tawadhu’ dalam mendengarkan pelajaran yang disampaikan oleh
seorang guru. Demikian gemblengan yang selalu kami dengar dan kami taati saat
nyantri.
Dalam
kitab Ta’limul Muta’allim, karya Syekh Ibrahim bin Ismail Al Zarnuji yang menjadi
pegangan wajib santri dalam menuntut ilmu diterangkan bahwa :
و ينبغى لطالب أن يستمع
العلم والحكمة بالتعظيم والحرمة؛ وإن سمع مسألة واحدة أو حكمة واحدة ألف
مرّة وقيل
: من لم يكن تعظيمه بعد ألف مرّة كتعظيمه فى اول مرّة فليس بأهل العلم
Artinya : “Hendaknya
bagi seorang murid untuk mendengarkan ilmu dan hikmah dengan sikap yang hormat,
meskipun ia telah mendengarkannya sebanyak seribu kali. Sebab telah dikatakan
bahwa, jika seseorang tidak menghormatinya meski telah mendengarnya sebanyak
seribu kali, maka ia bukan termasuk ahli ilmu”.
Tidak
heran jika seorang santri begitu tawadhu’ dan khusyu’ dalam menyimak pelajaran
yang disampaikan oleh seorang ustadz atau Kiai. Walau pelajaran itu telah
didengarnya berulang kali bahkan mungkin telah dikuasainya. Karena memang hal
tersebut termasuk salah satu bentuk hormatnya santri terhadap ilmu dan terhadap
guru. Budaya belajar santri yang sedemikian ini yang akhirnya menjadikan ilmu
santri bermanfaat baik di dunia maupun di ahirat kelak.
Tidak
jarang seorang santri yang mondok di pesantren mendapatkan ilmu yang pas-pasan,
namun di tengah masyarakat mereka mampu berbakti dan berkhidmad kepada umat.
Santri hidup di tengah masyarakat bukan hanya untuk mengurusi kepentingan
pribadinya, bukan hanya sibuk dengan pekerjaannya, tidak sekedar mencari
kekayaan dan kedudukan, namun lebih daripada itu, seorang santri harus mampu
memberikan manfaat bagi lingkungan di mana ia tinggal. Inilah yang dimaksud
dengan ilmu yang bermanfaat.
Jadi
keta’dziman santri terhadap ilmu pengetahuan, hormatnya santri kepada ahli
ilmu, guru-guru, dan para kiai memberikan atsar bagi kemanfaat ilmu yang ada di
dalam diri santri. Oleh karena itu tidak jarang seorang santri mondok
bertahun-tahun di pesantren, mengaji kitab secara berulang-ulang namun mereka
tidak bosan, para santri tetap tekun belajar hingga Sang Kiai memberikan
restunya untuk pulang, kembali ke masyarakat dan menjadi abdi bagi masyarakat
di mana ia tinggal.
Menjadi
ahli ilmu adalah menjadi santri yang terus belajar, walau ia telah tamat dari
pesantren ia terus menjadi pembelajar yang tak pernah usai, baik dengan cara
mengajarkan ilmunya maupun menderasnya dan mengamalkan ilmunya di dalam
perilaku di tengah-tengah masyarakat.
Memang kita sebagai manusia yg bertaqwa selalu belajar baik ilmu dunia maupun ilmu agama yg seimbang
BalasHapus