Sebentar lagi UN (ujian Nasional) tingkat SMS/MS/SMK akan di laksanakan secara serentak di bumi pertiwi
Indonesia. Lalu apa pentingnya UN ? Bagi kita (
gemblengan Abah ) UN hanya mematikan kreatifitas murid, UN hanya mengejar
angka saja dan UN hanya menjauhkan murid dari pendidikan yang seharusnya
menjadi problem solving.
Asumsi yang diamini tapi menyesatkan adalah
murid yang meraih angka paling tinggi dalam UN adalah murid yang paling pandai.
Lebih-lebih jika ditambahi dengan keberhasilan meraih angka paling tinggi
mengerjakan UN karena ibadahnya paling rajin. Dari ibadah wajib hingga sunnah. Masya
Allah. ( Sungguh ini pendapat yang sesat dan menyesatkan ).
UN seolah menjadi penentu dari keberhasilan
suatu lembaga pendidikan, murid, bahkan pemerintah sebagai penyelenggara
pendidikan. Kelulusan 100 persen murid dalam UN menjadi tolak ukur kesuksesan
pendidikan di daerah. Ironisnya UN kadang menjadi alat kampanye pemerintah
berhasil mendidik murid. Inilah pendapat yang tidak sesuai dengan alam fikiran
Abah.
Bukan hanya itu, UN ternyata menjadi ajang
komersialisasi bagi Pemerintah sendiri dan lembaga-lembaga bimbingan belajar.
Lihat saja satu tahun menjelang UN, lembaga bimbingan belajar kebanjiran siswa
yang mempersiapkan UN. Ada paket bimbingan UN. Dari paket yang paling hemat
hingga yang paling mahal. Nominalnya bukan ratusan ribu tapi jutaan rupiah bagi
siswa.
Bagi siswa yang keluarganya dari ekonomi
rendah, mengikuti bimbingan belajar menjelang UN adalah mengutip asumsi
Srimulat, hil yang mustahil dan hal yang mustahil. Dan sekali lagi, inilah sebenarnya potret yang paling riil
dari diskriminasi pendidikan.
Ironisnya siswa yang meraih nilai tinggi dalam
UN, lalu diklaim oleh lembaga bimbingan belajar sebagai siswa binaannya yang
sukses. Klaim lembaga bimbingan belajar
ini tentu menyakitkan hati para guru yang bertahun-tahun mendidik siswanya.
Lalu apa pentingnya UN ?. Saya beberapa hari
ini sering mendapat undangan baik dari Kemenag up Kasi Mapendanya atau KKM MAN
Tuban maupun DIKPORA up KASUB SMA/SMK/MA
yang terkait dangan UN dan saya juga telah mengamati beberapa lembaga
pendidikan di Kab. Tuban yang akan menghadapi UN, apalagi menurut POS JUKNIS
dari BNSP bahwa paket soal UN adalah 20 paket soal, wah ... wah ... wah. Dan
yang lebih mengenaskan lagi Hari-hari ini waktu anak sekolah hanya diisi dengan
materi pelajaran UN, UN, UN dan UN saja. Seolah yang lebih penting hanya
pelajaran yang di UN kan saja, sehingga mengenyampingkan pelajaran yang lain.
Allahu Akabar. ( Ngene kok kon Isa barokah, ketemu pirang perkara ). Mulai pagi
hingga sore dan masih di tambah les malam hari dan masih ikut bimbingan belajar
( Bimbel ). Sampai akahirnya si anak jatuh sakit.
Seolah tak ada waktu istirahat bagi anak
sekolah. Bahkan untuk membaca buku bacaan saja, dia tak pernah ada waktu sama
sekali. UN seolah menjadi medan perang ( Jihad ) yang
harus disiapkan dengan mengorbankan segala-galanya. Naudzu billahi mindzalik.
Apakah pendidikan di Indonesia memang
dirancang hanya mempersiapkan UN ?. Jadi apa makna pendidikan yang sebenarnya
?. Bukankah seharusnya pendidikan itu tujuannya untuk memanusiakan manusia.
Menjadikan manusia yang lebih humanis.
Lebih dapat menghargai diri menjadi manusia
seutuhnya. ( Opo neh iki kok terlalu filosofis aku tambah gak faham ).
Pendidikan memang harus kuat pondasi
filosofisnya, jangan seperti saat ini, kayaknya sekarang di Indonesia
pendidikan hampir tak ada pondasi filosofisnya. Akibatnya sistem pendidikan tak
menghargai siswa. Tak menghargai siswa yang butuh pengalaman berharga bagi
siswa.
Pendidikan bukan perdagangan. Object
pendidikan adalah manusia dan bukan barang, sehingga siswa tak bisa
diperlakukan sebagai mesin yang terus ditekan untuk materi pelajaran UN saja.
Akibatnya, siswa dalam gemblengan Abah
ternyata tak mampu menjadi Problem solving, siswa terasa jauh berhdapan
dengan masalah-masalah sesungguhnya yang terjadi di lingkungan masyarakat.
Seperti anak kawan saya yang kebetulan dia
sekolah di tingkat sekolah menengah atas. Kebetulan dia siswa di kelas
favorite. Artinya semua siswa adalah siswa pandai. Dia merasa justru di kelas
khusus dan favorit adalah penjara bagi dia. Dia ingin keluar dari kelas
favorit, namun di cegah oleh gurunya, karena dia siswa pandai di sekolah
tersebut. Dia meski hanya setengah hati di bangku kelas favorit tapi toh
akhirnya dia selalu menjadi siswa yang terbaik di sekolah tersebut.
Mengapa dia ingin keluar dari kelas favorit ?.
Alasannya adalah, kelas favorit ternyata hanya mendidik dia menjadi siswa yang
kerap ikut olimpiade. Dia tak ingin hanya berkutat dengan materi pelajaran UN
saja. Dia ingin masalah riil yang harus dihadapinya dalam hidup ini.
Dia menceritakan, seolah juara di semua ajang
olimpiade adalah tujuan utama dari kelas favorit. Bagi siswa yang menang di
olimpiade, dia dinilai menjadi siswa yang pandai di sekolah tersebut. Karena
itu, tiap hari yang dihadapi hanyalah materi pelajaran UN.
Anak kawan saya tersebut mengaku tak memiliki
ketrampilan dan kemampuan lainnya. Dia sedih karena hanya pandai mengerjakan
dan memecahkan soal-soal pelajaran UN. Namun, dia mengaku tak pernah tahu dan
memahami masalah di sekitar lingkungan rumahnya.
Dia ingin keluar dari kelas favorit agar
fikirannya tak terbebani dengan tumpukan pelajaran UN saja. Karena bagi dia
kepandaiannya di kelas favorit juga hanya menguntungkan pihak sekolah akan
tetapi tidak dapat memberi keuntungan bagi dirinya sendiri. Masuk di kelas
favorit hanya membuat bangga orang tuanya tapi dia sendiri tak merasa bangga
dan tak bisa apa-apa dalam menghadapi problematika hidup. Oooooooooooooooooh
mosok leeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeh. He he he he he he he he he eh eh ...
heh. Pokoknya apa saja baik lembaga pendidikan formal maupun non forma
dan Pondok Pesantren yang berbau bisnis akan jauh dari barokahnya Allah SWT. Ini toh yang sering didawuhkan Abah Madzhabuna huwa : Madzhabul-Khulus bukan Madzhabul-Fulus dengan dalil :
اتبعوا من لا يسألكم أجرا وهم
مهتدون.
تراب الأقدام : إبن مهيمن تمام
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusal-imtihanu yukromul maru aw yuhanu,,
BalasHapussaya juga merasakan hal yg sama disini ust, murid2 kelas 3 disekolahan saya dr awal masuk plajarannya cuma matkul UN saja, akhirnya pada saat UAMBM anak pada celuluk semua ndak ada yg bisa ngerjakan.
saya sbg guru tambahan pelajaran inggris merasa tertekan dan takut sudah susah payah ngajar dan akhirnya ada siswa yg ndak lulus, na'udzubulla min dzalik.
#myexperience.com
blog bagus hanya saran menurut saya lebih baik ganti template blog yang lebih rapi menunya.maaf kalo salah
BalasHapus