Mendung Di atas Langit Bangilan
Langit
Bangilan tersaput mendung hitam, mendung musim penghujan dan mendung karena
padamnya dua bintang penerang di
langit-langit jiwa masyarakat Bangilan.
Inna
lillahi wa inna ilaihi roji’un, di penghujung akhir tahun 2013 di awal tahun
2014 Bangilan kehilangan dua sesepuhnya, kehilangan guru spiritualnya, Mbah Yai
Uzair Zawawi kapundut di temaram senja tanggal 29 Desember 2013. Semoga Allah
mengampuni beliaudan menerima segala amal kebaikan beliau. Belum reda dada ini dirundung
mendung duka di pagi yang belum sepenuhnya sempurna saat matahari pagi menyibak
tirai kehidupan bersamaan dengan suara kokok ayam A7S ku berdering, nada SMS
membawaku membuka handphone, ada SMS dari seorang teman yang mengabarkan bahwa
KH. Shondhaji Nasir weden telah merampungkan tugas mulia untuk kembali kepada
Yang Maha Kuasa. Tepat tujuh hari setelah meninggalnya Yai Uzair. Inna lillahi
wa inna ilaihi roji’un satu lagi Bangilan kehilangan putra terbaiknya.
Jika
kita pernah mendengar istilah Rebo Wekasan, yang katanya Allah menurunkan
ribuan bala’ di dunia, secara kebetulan Rebo wekasan jatuh pada malam
pergantian tahun baru kemarin. Saya kira wafatnya dua ulama Bangilan ini
melebihi dari apa yang biasa disebut Rebo Wekasan itu sendiri.
موت العالم موت العالم
“Wafatnya seorang
ulama adalah kematian bagi dunia”
Jika seorang Kepala desa atau bahkan seorang presiden
meninggal dunia, akan banyak orang-orang yang berebutan untuk menggantikannya.
Namun jika ulama wafat, siapakah yang akan menggantikannya ? Adakah kita juga
berbondong-bondong untuk menggantikan posisi beliau ? . Imam Ali berkata :
اذا مات العالم ثلم في الإسلام ثلمة لا
يسدّها الاّ كلف منه
“Jika satu ulama
wafat, maka ada sebuah lubang dalam Islam yang tak dapat ditambal kecuali oleh
generasi penerusnya”
Langit Bangilan telah berlubang dua, adakah yang akan
menutupi dari bala’ yang menimpa ?
Bumi Bangilan telah berlubang dua, tidakkah kita akan
terperosok ke lembah kelalaian dan kehinaan ?
Siapakah yang akan berdiri diatas pusara para ulama untuk meneruskan
perjuangannya ?
Siapakah yang akan mengayomi umat dan memberikan
teladan bagi kehidupan kita ?
Siapakah yang akan menjadi guru ruhiyah bagi
para salik dalam bersuluk kepada yang Maha Ghaib ?
Kematian ulama adalah peristiwa yang sangat
menyedihkan. Langit pun ikut berduka, bumi merana, hewan-hewan di laut dan
daratan ikut merasa kehilangan. Adakah musibah yang lebih besar dari wafatnya
para pewaris Nabi ini ?
Rosululloh SAW bersabda :
موت العالم مصيبة لا تجبر وثلمة لا تسدّ وهو
نجم طمسٌ وموت قبيلة ايسر لي من موت عالمٍ
“Meninggalnya ulama adalah
musibah yang tak tergantikan, dan sebuah keboocoran yang tidak bias ditambali, ia
laksana bintang yang padam. Meninggalnya satu suku lebih mudah bagi saya dari
padameninggalnya satu ahli ilmu”. (HR. Al-Thabrani, mujam Kabir dan al-Baihaqy
dalam Syu’ab al-Iman dari Abu Darda’).
Adakah duka yang lebih mendalam, adakah
kesedihan yang mampu merontokkan jantung ini dibanding dari wafatnya ahli ilmu
yang bagai bintang dalam gulita ?.
Maka bersiap-siaplah wahai generasi
Bangilan untuk memegang tongkat perjuangan para pendahulu kita, mari kita ikat
ilmu sebelum ia pergi dari kota yang kita cintai ini. Karena ilmu akan pergi
bersama dengan perginya para ulama yang telah mendahului kita. Rosulullah SAW
bersabda :
خذوا العلم قبل ان يذهب, قالوا : يا رسول
الله وكيف يذهب ؟
قال : انّ ذهاب العلم ذهاب حملته.
“Pelajarilah ilmu sebelum ilmu
pergi ! Sahabat bertanya : “Wahai Rosulullah, bagaimana mungkin ilmu bias pergi
? Rosulullah menjawab : “Perginya ilmu adalah dengan perginya (wafatnya)
orang-orang yang membawa ilmu (ulama)”.
Semoga Allah mengampuni kesalahan –
kesalahan beliau berdua, dan ditempatkan di sisi Allah yang Maha Mulia. Amien.
Ikut berduka cita @Joyojuwoto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar