Rabu, 31 Juli 2019

Senandung Rindu "Nadiku Bernada Kamu"

Senandung Rindu "Nadiku Bernada Kamu"
Oleh: Joyo Juwoto

"Nadiku Bernada Kamu", sebuah kalimat yang sangat puitis yang menjadi judul buku yang ditulis oleh Sahabat Nindya Azalea. Seorang penulis produktif yang sekarang sedang menyelesaikan studi matematikanya di bangku perkuliahan.

Akhwat lulusan pondok pesantren ASSALAM Bangilan Tuban ini termotivasi untuk menulis setelah bergabung di komunitas Kali Kening, sebuah komunitas yang bergerak di bidang literasi yang ada di kota Bangilan Tuban.

Buku Nadiku Bernada Kamu, bukanlah buku yang pertama ditulisnya, sudah banyak tulisan dari mahasiswi IKIP Bojonegoro ini yang diterbitkan. Buku pertamanya berjudul "Let's move on, bikin patah hati selezat coklat".

Selain itu dari tangan rajinnya banyak tulisan yang dihasilkan dan dimuat di radar Bojonegoro, serta tulisan yang dimuat pada kolom Citizen Reporter milik koran Harian Surya.

Saya sangat beruntung sebelum buku Nadiku Bernada Kamu diterbitkan, saya mendapatkan kehormatan memberikan endors pada buku tersebut. "Membaca puisi bagi saya adalah cara menyelam ke dalam palung hati yang paling dalam, buku yang ditulis oleh Nindya Azalea yang berjudul Nadiku Bernada Kamu bisa menjadi salah satu telaga kata, di mana kita bisa menyelam di tiap bait-bait puisinya yang mempesona." Begitu endors yang saya berikan.

Ketika membaca judulnya saja, saya sudah dibuat terpesona oleh calon buku itu. Selain puitis kalimat yang menjadi judul buku puisi tersebut, saya  mencurigai mengandung senandung perasaan dari si penulis itu sendiri.

Di lembar pertama pada buku tersebut menurut saya bisa menjadi lubang rahasia untuk menengok isi buku bahkan isi hati si penulis. Coba perhatikan baik-baik puisi yang menjadi pembuka buku di halaman iii.

"Kamu senja di bumiku
Mempesona dalam ajakan bait-bait syahdu
Dengan tinta kerinduan yang tak pernah beku
Berkali-kali tumpah dalam aksara temu
Yang menjadi candu
Kini...
Do'a, mimpi, dan asaku hanya kamu."

Kasih standing applaus donk....baguskan puisinya mbak Nindya ini? Saya rasa siapapun yang membaca puisi tersebut akan meleleh hatinya, jaman es mencair akan berulang kembali, dan kalian tentu akan bersenang hati menjadi pangeran berkuda putih yang akan menyelamatkan sang tuan putri...haha...apaan sich. Gak nyambung blas ya?.

Saya menulis ini pada saat sedang sadar sesadar-sadarnya, saya tidak sedang dipengaruhi oleh candu atau apapun yang membius kesadaran saya, tetapi saya tidak bisa memungkiri kadang bait-bait puisi justru bisa menjadikan saya mabuk kepayang.

Mohon maaf sedang dirundung wuyung dalam secawan sajak-sajak  Nadiku Bernada Kamu. Salam.


*Bangilan, 31 Juli 2019*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar