Selasa, 20 Agustus 2024

Merayakan Kemerdekaan di Puncak Penanggungan

Merayakan Kemerdekaan di Puncak Penanggungan
Oleh: Joyo Juwoto 

Jauh-jauh hari menjelang peringatan kemerdekaan RI ke -79, saya merencanakan untuk muncak ke gunung, entah gunung apa yang akan saya tuju. Saya tak punya ekspetasi harus ke mana, asal gunung saya rasa sudah senang.

Mendekati Tgl 17 Saya mengabari kawan-kawan yang biasa muncak, saya WA ust. Muammar Rozikin dan mengabari untuk muncak pada tanggal 16 Agustus, agar saat peringatan 17an kita di puncak Penanggungan.

Tak butuh banyak pertimbangan, ada 4 orang yang siap berangkat pada tanggal 16 Agustus, Muammar, Adib, Romli, dan saya sendiri, jadi kami berempat akan meluncur ke basecamp jalur Tamiajeng. Pukul 14.00 WIB kami bermotor meluncur dari Bangilan menuju kota Mojokerto. Dari pantauan google map estimasi perjalan ditempuh sekitar 3 jam.

Dari Bangilan kami melewati Bojonegoro, lalu sampai di perempatan Sumberejo, dari sini kami mengambil jalur selatan, melewati Sukorame Lamongan lalu tembus sampai Kabuh Jombang. Setelah itu kami mengambil jalur jalan raya menuju Mojokerto lewat pinggiran kali Brantas. Sekitar pukul 17.00 WIB kami sampai di alun-alun kota Mojokerto.

Masjid Agung alun-alun Mojokerto menjadi tempat peristirahatan kami, setelah sholat Asar kami bersantai sekalian menunggu sholat Magrib, karena perjalanan yang membolehkan untuk jamak qasar, kami pun menjamak taqdim sholat isya' di masjid tersebut.

Setelah dirasa istirahat cukup, kami pun meluncur kembali menuju basecamp Tamiajeng, perkiraan untuk sampai ke basecamp satu jam lagi. Karena kami merencanakan untuk naik pukul 01.00 WIB, kami menggeber motor dengan santai sambil menikmati dinginnya udara malam, dana pemandangan sepanjang perjalanan.

Karena malam itu adalah malam 17 Agustus, banyak warga yang kami lewati sedang mengadakan acara tirakatan. Mereka sama berkumpul di gang-gang kampung, atau di tempat yang biasa mereka gunakan untuk mengadakan kegiatan bersama warga.

Sekitar pukul 20.00 WIB kami telah nongkrong di warung dekat basecamp. Saya sendiri tidak menyangka para pengunjung yang akan mendaki cukup banyak. Basecamp dipenuhi orang-orang yang akan muncak, jumlahnya benar-benar banyak, ada ribuan. Mereka antri untuk mendaftar.

Kami sendiri setelah sampai basecamp langsung mendaftar, biaya per orangnya lima belas ribu rupiah. Setelah itu antri untuk registrasi di panitia. Sambil menunggu registrasi kami memesan makanan, udara dingin membuat perut serasa mudah lapar. Soto menjadi pilihan kami.

Setelah makan-makan, kami  gunakan waktu menunggu pukul satu malam sambil tiduran, agar kondisi tubuh tidak ngantuk dan capek. Sampai tengah malam para pendaki masih terus berdatangan, malam itu jalur ke Penanggungan seperti pasar malam saja, sangat ramai.

Tepat pukul 01.30 WIB kami berempat menapaki jalanan bersama banyak rombongan dari berbagai daerah. Karena udara malam, saya sendiri terasa berat mendaki saat malam hari, mungkin karena oksigen yang menipis dihirup sekian banyak orang, ditambah bau parfum yang menguar di udara menambah beban berat di paru-paru saya. Sedikit demi sedikit pos-pos pendakian kami lalui, hingga sekitar pukul 03.30 WIB, atau jam tiga dini hari kami sampai di puncak bayangan.

Di puncak bayangan ini banyak sekali tenda, entah berapa jumlahnya, kami berempat yang tidak membawa peralatan ngecamp, cukup istirahat saja duduk-duduk di bebatuan sambil menunggu waktu shubuh tiba. Karena lelah kami tiduran sebentar tanpa alas tanpa atap. Ketika waktu shubuh tiba, kami sholat dengan bertayamum, karena tidak ada air, sholat kami pun sambil duduk.

Setelah matahari mulai tampak, kami melanjutkan sisa perjalanan menuju puncak Pawitra, perkiraan perjalanan 2 jam lagi. Dari puncak bayangan menuju puncak Pawitra cukup terjal, kemiringan membuat kaki dan lutut ini ngilu juga. Belum lagi saat mendaki ke Pawitra ini kita harus waspada kalau-kalau ada batu yang tergelincir dari atas, ini sangat membahayakan pendaki yang di bawah.

Yang menjadi pengobat lelah saat mau summit ke puncak adalah pemandangan ke bawah yang tampak indah, kami berfoto di padang rumput, dan di panorama pegunungan yang cukup mengasyikkan. Setelah menempuh perjalanan penuh keringat, kami pun sampai puncak. Alhamdulillah.

Di atas puncak Pawitra sudah ada ribuan pendaki yang memadati lokasi tersebut. Bentangan Sang Saka Merah Putih sepanjang 1000 meter melingkari perbukitan di puncak Pawitra. Ribuan orang menyanyikan lagu yang cukup syahdu, Tanah Airku. Lautan manusia menjadi saksi perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-79. Luar biasa.

Kami berempat setelah cukup berada di atas puncak harus segera turun, sebelum matahari benar-benar menyengat. Tak seperti saat naik, perjalanan turun hanya sekitar tiga jam, pukul 12.00 WIB kami telah sampai di basecamp kembali. Setelah itu kami beristirahat untuk selanjutnya melanjutkan perjalanan untuk pulang ke Bangilan. Badan capek, namun hati menyimpan rasa puas setelah kami dapat kesempatan merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia di puncak Penanggungan. Alhamdulillah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar