Minggu, 03 April 2022

Kebahagiaan Menyambut Bulan Ramadhan

Kebahagiaan Menyambut Bulan Ramadhan
Oleh: Joyo Juwoto
Bulan Ramadhan adalah bulan taraweh, karena hanya di bulan ini shalat sunat 23 rakaat ini boleh dilaksanakan. Selain di bulan ramadhan tidak ada yang namanya taraweh. Shalat sunat ini yang paling sering dijadikan politik identitas di kalangan umat Islam, jika tarawehnya 23 rakaat berarti NU, jika tarawehnya 11 rakaat berarti golongan Muhammadiyah. 

Saya rasa ikhtilaf fikih yang sedemikian cukup wajar, dan boleh-boleh saja yang terpenting persatuan umat Islam tetap terjaga. Jangan karena perbedaan jumlah rakaat taraweh menjadikan kita saling berselisih paham dengan permasalahan yang demikian. 

Kalau menurut mbah Moen yang namanya shalat taraweh itu ya 23 rakaat, bukan 8 rakaat. Karena yang membuat taraweh itu sahabat Umar bin Khattab, pada jaman Nabi belum ada yang namanya taraweh, adanya adalah shalat malam. Karena Nabi sendiri tidak pernah melakukan taraweh. 

Saya sendiri pernah taraweh 23 rakaat sering juga taraweh 8 rakaat, saya tidak begitu fanatik dalam perbedaan jumlah tersebut. Lha wong jaman saya kecil, walau rakaat taraweh saya 23 rakaat kadang di tengah shalat saya berhenti beristirahat atau hanya sekedar iseng tidak ikut shalat. Jadi kalau dihitung saya taraweh tidak 11 rakaat juga tidak 23 rakaat, di rumah pun saya tidak menambahkannya menjadi 23 rakaat, tidak tahu model yang begini ini masuk golongan apa.

Shalat taraweh cukup menyenangkan bagi anak-anak di kampung saya jaman dulu, karena bulan Ramadhan  sudah dianggap bulan yang istimewa, setidaknya anak-anak makan lebih enak daripada di hari biasanya. Orang tua kita menyediakan makanan yang lebih enak dari biasanya untuk keperluan berbuka puasa dan sahur, ada bonus es dawetnya, kolak, dan aneka macam cemilan lainnya.

Tidak hanya itu saja, Ramadhan bagi anak-anak seperti kami yang hidup di pedesaan adalah hadiah yang luar biasa. Bagaimana tidak pada bulan Ramadhan kata guru-guru ngaji kami di langgar setan-setan dibelenggu. Bayangan kami saat itu setan dirantai sehingga tidak bisa keluar untuk menakuti kami yang memang hidup dibesarkan dalam bayang-bayang cerita demit, setan, gendruwo dan sebangsanya. Kami sangat hafal cerita-cerita makhluk yang entah sebenarnya ada atau tidak, lha wong saya sendiri belum pernah sekalipun tahu wujudnya. 

Maklum memang saat itu listrik belum ada, jika malam hari jalanan kampung cukup lengang pohon masih rimbun, dan kondisinya cukup gelap, wajar jika kami anak-anak takut kalau malam hari. Tapi ketika datang bulan Ramadhan ketakutan kami sirna, setidaknya berkurang karena setan dibelenggu oleh  Allah Swt.

Satu hal yang cukup menyenangkan di bulan Ramadhan adalah musim mercon. Banyak varian mercon yang biasa kami pakai, ada yang dari bekas busi motor, dari ruji sepeda, hingga  membuat mercon dari tabung bekas susu yang digabungkan sedemikian rupa, namun kebanyakan kami membuat mercon dari bumbung bambu. Itulah kebahagiaan-kebahagian kami dalam menyambut bulan Ramadhan selain menyambut ibadah taraweh di langgar ataupun masjid. 


Bangilan, 03 April 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar