Jumat, 24 Mei 2024

Ke Puncak Argopuro Lasem

Ke Puncak Argopuro Lasem 
Oleh: Joyo Juwoto 

Di sebelah barat kota Tuban, terdapat pegunungan yang biasa dipakai untuk kegiatan pendakian oleh para penghobi wisata alam, jajaran pegunungan itu bernama Argopuro. Pegunungan Argopuro ini termasuk jajaran pegunungan Kendheng Utara, atau sering disebut sebagai Nusa Kendheng.

Pegunungan ini telah ada ribuan tahun silam, bahkan dalam buku "Sejarah Kawitane Wong Jawa lan Wong Kanung" diceritakan asal mula orang Jawa berasal dari Sampit Kalimantan yang menyeberang ke laut Jawa dan mendarat di Lasem kemudian menempati lereng pegunungan Argopuro. Rombongan ini dipimpin oleh Kie Seng Dhang, meninggalkan Sampit karena di sana sedang ada wabah yang mematikan, akhirnya mereka tinggal dan menetap di sebelah timur gunung Argopuro dan menjadi cikal bakal orang Jawa.

Pegunungan Argopuro ini terletak di Lasem Kab. Rembang, jaraknya dari tempat saya tinggal kurang lebih sekitar 50 KM, jarak yang cukup dekat, namun baru kemarin (23/5/2024) saya berkesempatan berwisata alam ke puncak Argopuro.

Pukul 07.00 WIB saya bersama tiga orang teman yaitu Mas Adib, Mas Roziqin, dan Mas Ridwan berangkat dari Bangilan menuju pos pendakian jalur desa Ngroto Kec. Pancur Kab. Rembang. Sebenarnya ada beberapa jalur pendakian menuju puncak Argopuro, diantara jalur desa Sukun, kemudian yang dari arah barat bisa via Kajar, kemungkinan dari jalur utara juga ada yaitu via Sluke. Namun jalur yang paling familiar adalah via Ngroto ini.

Setelah naik motor sekitar satu jam lima belas menitan, kami sampai di basecamp desa Ngroto, tepatnya di depan Masjid Jamik Nurul Hikmah, tempatnya cukup enak dan nyaman. Setelah mempersiapkan bekal air dan makanan ringan, kami berempat pun mulai menapaki jalan setapak menuju arah puncak. Sekitar pukul 08.30 WIB kami mulai mendaki.

Gunung Argopuro ini sangat saya rekomendasikan bagi pendaki pemula, karena ketinggiannya sekitar 806 MDPL, saya yang juga amatiran ini tidak terlalu kecapekan untuk mencapai puncaknya. Walau terbilang tidak terlalu tinggi namun menapaki di setiap perjalanannya sungguh menjadi momen yang indah dan membahagiakan. Itu salah satu hal yang saya rasakan, entah untuk orang lain.

Bagi saya pribadi mendaki gunung bukan sekedar untuk melihat panorama keindahan semata, atau sekedar olahraga fisik, namun lebih dari itu, ada gerak spiritual yang menjalar di setiap langkah menuju puncak. Mungkin saya terlalu berlebihan, namun kegiatan apapun itu bisa kita konversi menjadi aktivitas ruhaniah. 

John Muir entah siapa dia menulis sebuah quote yang saya Googling dari internet "Pergi ke gunung seperti pulang ke rumah." Perjalanan ke puncak gunung serasa seperti perjalanan menuju pulang, perjalanan menuju kampung halaman. Sejuta rindu terasa tumpah di setiap langkah menuju puncak, saya sendiri merasa ke gunung itu seperti perjalanan menuju diri sendiri, kita akan merasakan setiap langkah kaki ini, menginjak tanah, batu, dan rerumputan. Kita akan mendengar desah nafas kita sendiri, merasakan sejuknya hawa murni pegunungan, dan kita juga akan menikmati setiap tetesan keringat yang muncul dari pori-pori kulit kita. Perjalanan menuju puncak gunung adalah perjalanan mengenal lebih dekat dirimu sendiri.

Pepohonan di pegunungan Argopuro masih lumayan lebat, sehingga perjalanan kami tidak kepanasan oleh terik matahari, tubuh kami terlindungi oleh dedaunan di sepanjang perjalanan. Jenis-jenis vegetasi di sepanjang jalur cukup beragam, sayang saya kurang begitu mengenal jenis vegetasi tersebut, ada pohon nangka, pohon bambu, lalu ada juga pohon rotan, lainnya entah pohon apa saja.

Setelah mendaki kurang lebih dua jam, kami sampai di puncaknya, di sana berdiri sebuah tugu sebagai penanda, kami langsung berfoto sebagai kenangan kami sampai di sana. Setelah beristirahat sebentar kami pun turun meniti jalan yang kami lalui saat mendaki. Saat dhuhur kami sudah sampai basecamp dan leyeh-leyeh sambil melepas lelah. Setelah sholat kami kemudian pulang ke rumah.

Saya pribadi mereka bersyukur bisa mentadabburi alam ciptaan Tuhan, dan tentunya juga mengenal lebih dekat semesta diri melalui aktivitas mendaki, serta membersamai gunung-gunung dalam bertasbih kepada Allah Swt. sebagai yang termaktub dalam firman-Nya:
"Wahai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang kali bersama Daud!".

Subhanallah.

Rabu, 01 Mei 2024

Kumbang dan Kunang-kunang

Kumbang dan Kunang-kunang
Oleh: Joyo Juwoto

Di tengah padang rumput yang luas dan hijau, terdapat dua serangkai makhluk kecil yang tinggal di sana. Mereka adalah Kumbang, yang sombong dan percaya diri, serta Kunang-kunang, yang baik hati dan ramah.

Kumbang selalu merasa bahwa dia adalah yang terbaik dalam terbang. Dia sering memamerkan kemampuannya di depan teman-temannya. Dia merasa bahwa tak ada yang bisa menandingi kecepatan dan ketangkasan terbangnya. Namun, Kunang-kunang adalah seorang yang rendah hati. Dia tidak suka berlomba-lomba dan lebih suka menikmati keindahan malam dengan cahaya yang dipancarkannya.

Suatu hari, mereka mendengar kabar tentang sebuah lomba adu cepat terbang yang akan diadakan di Pulau Putri, sebuah pulau yang terletak di tengah danau yang indah. Pulau tersebut menjadi tujuan para serangga untuk menunjukkan kemampuan terbang mereka. Kumbang tidak bisa menahan diri untuk tidak berpartisipasi dalam lomba itu. Dia yakin dia akan menjadi pemenang.

Kunang-kunang, di sisi lain, ragu untuk bergabung. Dia tidak terlalu tertarik dengan persaingan dan lebih ingin menikmati perjalanan mereka ke pulau tersebut. Namun, Kumbang meyakinkannya bahwa lomba tersebut adalah kesempatan untuk membuktikan siapa yang lebih baik di antara mereka.

Pada hari perlombaan, Kumbang dan Kunang-kunang memulai perjalanan mereka menuju Pulau Putri. Mereka harus menyeberangi danau yang indah dengan perahu kecil. Selama perjalanan, Kunang-kunang menyaksikan keindahan alam sekitar dan terpesona dengan cahaya yang dipancarkan dari tubuhnya yang membuat malam semakin indah.

Sampai di Pulau Putri, lomba segera dimulai. Para serangga lain berkumpul dengan antusiasme dan semangat. Kumbang dengan bangganya memamerkan kecepatan terbangnya, sedangkan Kunang-kunang lebih memilih memancarkan cahaya terang dari tubuhnya, menari-nari indah di sekitar pulau.

Namun, pada pertengahan lomba, terjadi hal tak terduga. Langit tiba-tiba menjadi gelap karena awan mendung yang menutupi bulan. Cahaya yang dipancarkan oleh Kunang-kunang menjadi sangat berarti dalam situasi ini. Semua serangga panik dan bingung. Mereka kesulitan melihat dan kehilangan arah.

Kumbang yang sombong tidak bisa menemukan jalan pulang karena dia bergantung pada kecepatan dan penglihatan tajamnya. Dia merasa putus asa dan kecewa dengan dirinya sendiri. Sementara itu, Kunang-kunang dengan lembut memancarkan cahaya terangnya, memberikan petunjuk kepada semua serangga untuk kembali ke tempat yang aman.

Kunang-kunang menjadi pahlawan dalam situasi itu. Dia menunjukkan bahwa kebaikan hati dan kerendahan hati lebih berharga daripada kecepatan.

Setelah kejadian itu, Kumbang menyadari betapa pentingnya cahaya yang dipancarkan oleh Kunang-kunang. Dia merasa malu dengan sikap sombongnya sebelumnya dan belajar untuk lebih menghargai dan menghormati teman-temannya.

Kumbang dan Kunang-kunang akhirnya kembali ke padang rumput dengan perasaan saling menghormati dan persahabatan yang lebih kuat. Mereka tidak lagi bersaing satu sama lain, tetapi bekerja sama untuk menjaga keharmonisan di lingkungan mereka.

Setelah kejadian di Pulau Putri, Kumbang dan Kunang-kunang sering kali berkumpul bersama dan berbagi cerita tentang pengalaman mereka. Mereka belajar banyak satu sama lain tentang kelebihan masing-masing dan bagaimana kerja tim dapat mencapai tujuan bersama.

Selanjutnya, Kumbang dan Kunang-kunang menjadi duta kelestarian alam di desa Klampis Ireng. Mereka membantu masyarakat setempat untuk menjaga keindahan dan keberlanjutan lingkungan sekitar, termasuk menjaga kelestarian hutan dan mempromosikan kegiatan yang ramah lingkungan.

Cerita tentang persahabatan Kumbang dan Kunang-kunang yang bertransformasi menjadi kebersamaan dan kerjasama menjadi inspirasi bagi anak-anak di desa. Mereka belajar pentingnya sikap rendah hati, menghargai keunikan setiap individu, dan menjaga alam sebagai warisan yang berharga.

Dengan cerita ini, anak-anak diajarkan nilai-nilai persahabatan, kerendahan hati, dan kepedulian terhadap alam. Mereka belajar bahwa tidak selalu harus menjadi yang terbaik atau bersaing satu sama lain, tetapi bisa saling mendukung dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.