Selasa, 26 Juli 2022

Arok Dedes dalam Roman Pramoedya Ananta Toer

Arok Dedes dalam Roman Pramoedya Ananta Toer
Oleh: Joyo Juwoto

Banyak buku yang ditulis Pram yang saya baca, tapi untuk Arok Dedes baru kesampaian terbaca. Selain saya yang sudah kena penyakit malas membaca, karena roman Arok Dedes ini lumayan tebal, jadi ketebalannya menyempurnakan kemalasan saya dalam membaca roman tersebut.

Sebenarnya lucu juga ketika saya mendapatkan julukan seorang yang agak-agak mendekati Pramis dari salah satu guru saya menulis, tapi belum semua bukunya Pram saya baca. Walau demikian saya patut berbangga hati karena begini-begini saya pernah menulis esai tentang Pram bersama dua orang Pramis 24 karat tulen. Judul bukunya Tiga Menguak Pram.

Saya mulai tertarik membaca Arok Dedesnya Pram setelah saya membaca Pararaton yang ditulis ulang oleh Gamal. Kemudian saya mengulas ulang tentang Ken Arok yang saya padukan dengan ingatan dan kenangan saya saat mendengarkan kisah sandiwara radio Sabda Pandita Ratu. Nostalgia  yang saya tuliskan itu serasa membawa saya memasuki lorong-lorong kebahagiaan di dalam perasaan. Sensasinya sungguh terasa.

Setelah membaca Pararaton itulah kemudian saya mulai mencari Arok Dedes  yang tebalnya mencapai 500an halaman. Saya mulai ngemil membaca, dan ternyata bagus sekali Pram dalam menulis kisah sejarah itu. Pram benar-benar piawai mengolah kata, dan perbendaharaan pengetahuan Pram tentang Arok Dedes sangat mencengangkan menurut saya. Banyak istilah-istilah kuno yang dipakai oleh Pram, sehingga di sana-sini ada catatan kaki untuk menjelaskan kosakata yang asing bagi pembaca. Pram sungguh luar biasa.

Jika di serat Pararaton kisah Ken Arok banyak dongeng dan kisah mistisismenya, lain dengan Arok Dedesnya Pram,. Ia sungguh menolak itu semua. Di tangan Pram Arok Dedes menjadi cerita politik yang menggetarkan. Inilah kudeta berdarah yang dilakukan secara cerdik yang pelakunya justru dianggap sebagai pahlawan dan mendapatkan penghormatan yang tinggi. Demikian ujar pengantar dalam romannya Pram.

Ada banyak pengetahuan yang bisa saya petik dari membaca Arok Dedesnya Pram, semisal Tunggul Ametung dulu saya anggap sebuah nama, ternyata itu adalah gelar jabatan yang artinya adalah penggada kayu. Dia adalah alat yang dipakai oleh Sri Kertajaya Raja Kediri untuk menjamin arus upeti rakyat ke Kediri. Jadi Tunggul Ametung bisa dikatakan centeng atau tukang pukulnya kerajaan. 

Kemudian kisah Ken Dedes dan juga Ken Arok dideskripsikan cukup bagus dan detail sekali oleh Pram. Semisal ketika Ken Dedes diambil paksa oleh Tunggul Ametung untuk menjadi permaisurinya, Pram seperti hadir pada peristiwa itu kemudian menceritakannya kembali dengan sangat gamblang. Ada nama Gede Mirah juru rias Ken Dedes, Rimang seorang emban yang melayani Dedes yang mana nama ini tidak saya temukan  di Pararatonnya Gamal. Pram entah darimana sumbernya, ia mampu menceritakan secara detail prosesi perkawinan Tunggul Ametung-Dedes, sampai pada adegan ranjang yang menjadi bagian dari ritual perkawinan tersebut. 

Pram memang seorang maestro dalam  bercerita, pembaca bisa membuktikan saat membaca roman Arok Dedes  ini maupun novel-novel lainnya yang ditulis Pram. Di Arok Dedes ini saya menemukan nama kecilnya Arok, yaitu Temu yang bersahabat karip dengan Tanca. Nama Temu ini merujuk pada diri Arok yang ditemukan di kuburan dan tidak diketahui asal-usulnya. Lalu saya mendapati salah satu nama dari anak perempuan Bango Samparan yaitu Umang. Saya rasa Umang ini yang kelak menjadi istri kedua Ken Arok setelah menjadi Raja Singasari. Umang menjadi istri Arok ini semisal balas budi Arok kepada Umang dan keluarganya yang sudah mengasuh Arok saat muda.

Saat saya menulis Arok yang pertama, saya masih menyangka bahwa Arok adalah seorang preman dan penjahat yang brutal. Setelah membaca Arok Dedesnya Pram, pandangan itu berubah. Arok oleh Pram digambarkan sebagai Robin Hoodnya Tumapel saat itu. Atau seperti kisah Brandal Lokajaya yang mencuri demi perut si miskin. Arok hanya merampok begundal-begundal Tumapel yang merampas harta kekayaan rakyat kecil untuk dipersembahkan kepada Raja Kediri. 

Arok sendiri adalah seorang pemuda terpelajar murid dari Tantripala yang kemudian juga berguru kepada Dah nyang Lohgawe. Sebutan Arok sendiri disematkan oleh Dah Nyang Lohgawe kepada pemuda yang bernama Temon tadi. Arok artinya adalah Pembangun. Nama ini disematkan karena harapan besar sang Brahmana kepada pemuda cerdas tersebut untuk membangun kembali kejayaannya para pemeluk Syiwa. 

Jadi Kisah Arok Dedes tidak serta merta kisah politik belaka, namun di balik itu ada unsur pertentangan agama juga, yaitu antara Penyembah Wisnu dari kubu Tunggul Ametung dan pemeluk  Syiwa dari golongan brahmana jaringan Dah Nyang Lohgawe, termasuk bapa Ken Dedes Mpu Parwa. Polemik agama ini sangat menarik untuk dikaji.

Banyak hal yang bisa didiskusikan dalam Roman Arok Dedes ini, sayangnya saya belum khatam membacanya, baru masuk halaman 177 saya mungkin akan melanjutkan tulisan ini jika telah menyelesaikan semuanya. Yang pasti novel Roman Arok Dedesnya Pram sangat layak untuk kita baca dan kita petik hikmah di dalamnya. 


Bangilan, 25 Juli 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar