tag:blogger.com,1999:blog-56057825172474023452024-03-19T10:58:23.239+07:00SECANGKIR KOPI-SEPIRING UBIMEMOTRET KEARIFAN LOKAL TUK MEWUJUDKAN KEDAMAIAN DI BUMI BANGILANAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/05593090241502246508noreply@blogger.comBlogger1627125tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-13684866853869395082024-01-27T08:22:00.000+07:002024-01-27T08:23:34.911+07:00Lawu yang Membisu<div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEjyoFbqKp_nEeehHuoYQg_ZuXApmNrHGyLhTDN2F1ASR9zr3eIhnLSALRhJsZbJxMNw5cSKeVaId30tPpVHPs9ATFVxBj4MFh5NeAL4gKIHvWYLXZGorKcOmmYCiBdjqHeSxfMrEUQ8SmzR0lilethBtI98FKuf_ZoAmn17Yx2Zhp3Bx1V9IIYrZe9VNaDe" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEjyoFbqKp_nEeehHuoYQg_ZuXApmNrHGyLhTDN2F1ASR9zr3eIhnLSALRhJsZbJxMNw5cSKeVaId30tPpVHPs9ATFVxBj4MFh5NeAL4gKIHvWYLXZGorKcOmmYCiBdjqHeSxfMrEUQ8SmzR0lilethBtI98FKuf_ZoAmn17Yx2Zhp3Bx1V9IIYrZe9VNaDe" width="400">
</a>
</div>Lawu yang Membisu</div><div>Oleh: Joyo Juwoto </div><div><br></div><div>Dingin dan sepi di ufuk pagi</div><div>Saat kabut bergelayut </div><div>Di pinggang Lawu yang membisu</div><div><br></div><div>Berselimut sunyi</div><div>Bermandikan embun-embun pagi</div><div>Menyibak pada cahaya mentari </div><div><br></div><div>Sepoi-sepoi angin beraroma bunga hutan</div><div>Membelai wajahku yang berpeluh riuh</div><div><br></div><div>Pohon-pohon pinus</div><div>Tegak berdiri lurus</div><div>Seperti keadilan yang semestinya ditegakkan</div><div><br></div><div>Aroma kawah menyengat</div><div>Seperti keculasan </div><div>Yang benderang dipertontonkan </div><div><br></div><div>Rumput-rumput, ilalang, dan juga bunga keabadian</div><div>Merunduk penuh etik tertiup angin </div><div><br></div><div>Aku daki ketinggian puncakmu</div><div>Aku jelajahi ngarai dan lembahmu</div><div><br></div><div>Aku cari rona keindahanmu pada tugu batu di 3.265 mdpl</div><div><br></div><div>Aku cari ketegaranmu pada puncakmu yang dingin membisu</div><div><br></div><div>Lawu aku datang memelukmu</div><div>Dalam rindu yang mengharu biru</div><div><br></div><div><br></div><div>*Bangilan, 27/01/2024*</div><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05593090241502246508noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-85929934266141924432024-01-25T09:27:00.000+07:002024-01-25T09:28:10.755+07:00Meriahkan Peringatan HAB ke-78, Kemenag Tuban Gelar Bimtek dan Lomba Menulis Berita<div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhe5sTvZ0JZ05s723OMVAg-bjdvJvAYgq3cMBRLapP8Cy8QQuZZU1N9KYxYZUtxOfPIw4dO_PZoUuTpxNBE8QUeztlGFcyqgAKdoZ3yjLI843Geg0XapxBhZLTQ-D7WHR67UQYPTGfCdPenuwjC46S9hOPl071EuXMiCFQXGRuTP4V9B3OIIjsFF7FWYWrd" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhe5sTvZ0JZ05s723OMVAg-bjdvJvAYgq3cMBRLapP8Cy8QQuZZU1N9KYxYZUtxOfPIw4dO_PZoUuTpxNBE8QUeztlGFcyqgAKdoZ3yjLI843Geg0XapxBhZLTQ-D7WHR67UQYPTGfCdPenuwjC46S9hOPl071EuXMiCFQXGRuTP4V9B3OIIjsFF7FWYWrd" width="400">
</a>
</div>Meriahkan Peringatan HAB ke-78, Kemenag Tuban Gelar Bimtek dan Lomba Menulis Berita</div><div><br></div><div>Tuban-Dalam rangka Hari Amal Bakti yang ke-78, Kementerian Agama (Kemenag) Tuban, menyelenggarakan lomba menulis berita, yang digelar di Aula PLHUT Kemenag setempat, pada Selasa (16/1/2024).</div><div>Acara dibuka oleh Plt Kepala Kemenag Tuban, Moh. Qosim. Ketika dihubungi penulis via WhatsApp, beliau berharap kepada seluruh peserta lomba agar bisa mencerna ilmu kepenulisan ini dengan baik, dan mengimplementasikan ilmu yang didapat dari narasumber dalam penulisan berita di masing-masing satkernya.</div><div>“Harapannya seluruh peserta bisa mencerna ilmu dan menerapkan dalam tugas kedinasan. Sehingga semua kegiatan yang ada di KUA, Madrasah, ataupun KKM, bisa diberitakan secara masif,” ujar Pria penyuka sajak-sajak Pendekar Syair Berdarah ini.</div><div>Lomba penulisan berita ini diawali dengan Bimbingan Teknis (Bimtek) menulis dan jurnalistik dari PWI Tuban, Radar Tuban, dan Harian Bhirawa, yang sekaligus menjadi juri dalam lomba tersebut.</div><div>Ketua PWI Tuban, Suwandi, salah satu narasumber berharap setelah mengikuti kegiatan, diharapkan peserta dapat menerapkan hasil bimtek dalam lingkungan kerja masing-masing, khususnya dalam mempublikasikan kegiatan positif untuk mengenalkan lembaga masing-masing peserta, sehingga, lembaganya dikenal oleh masyarakat luas.</div><div>“Harapan kami, sebagai Ketua PWI Kabupaten Tuban, sebaiknya setelah mengikuti kegiatan tadi para peserta dapat mengaplikasikan dan mempraktikkan di lingkungan kerja atau satker masing-masing. Namun yang paling penting ialah mempublikasikan setiap kegiatan-kegiatan positif di masing-masing satker. Sehingga dengan cara itu satker yang aktif mempublikasikan kegiatan dapat dikenal masyarakat,” pesan pria kelahiran Bancar itu.</div><div>Lomba yang digelar oleh bagian Humas Kemenag Tuban ini, diikuti oleh 60 peserta yang terdiri dari 20 orang perwakilan KUA, 7 orang Satker, 6 orang Kantor Induk, 19 orang dari KKMI, 4 orang dari KKM MTs, 2 orang dari KKM MA, dan IGRA/KKRA diwakili oleh 2 orang peserta.</div><div>“Total ada 60 peserta, terdiri dari seksi, seluruh KUA, satker, dan perwakilan KKMI tiap kecamatan,” ujar Laidia Maryati pranata Humas Kemenag.</div><div>Lebih lanjut kata Bu Ida, sapaan akrab beliau, lomba ini digagas untuk meningkatkan kompetensi peserta dalam bidang kepenulisan dan jurnalistik. Untuk memberikan semangat kepada para peserta, akan diambil 3 peserta terbaik, sebagai juara 1, juara 2, dan juara 3 yang akan mendapatkan hadiah dan penghargaan dari Kemenag Tuban. (Jwt)</div><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05593090241502246508noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-57877566737140543022024-01-05T14:29:00.000+07:002024-01-05T14:30:13.335+07:00Merindu Puncak Lawu<div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEiUImlYdL8PVBEBDY1BSi1xtPlM0cHBlSXmHkjzgpQC1kzxgdpv7QT-T5SZBM5M_57JeFtvFiVdD4of_nlhtNqUKEz1TYe2UK_wh4A7lpjTHAPFUWSLcRlRoIahggCUfHz8OzM_pCYI4-mpjGEY3Av_clQ227HORqNRz1kwI8dRnUK4EcOLhVc9brsjQBHK" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEiUImlYdL8PVBEBDY1BSi1xtPlM0cHBlSXmHkjzgpQC1kzxgdpv7QT-T5SZBM5M_57JeFtvFiVdD4of_nlhtNqUKEz1TYe2UK_wh4A7lpjTHAPFUWSLcRlRoIahggCUfHz8OzM_pCYI4-mpjGEY3Av_clQ227HORqNRz1kwI8dRnUK4EcOLhVc9brsjQBHK" width="400">
</a>
</div>Merindu Puncak Lawu</div><div>Oleh: Joyo Juwoto</div><div><br></div><div>Setiap pertemuan pasti menyisakan kenangan, berapapun intensitas pertemuan itu, akan selalu ada hal yang menetap atau sekedar singgah di hati. Karena hidup adalah sekumpulan dari kenangan-kenangan itu sendiri. </div><div><br></div><div>Setelah dari puncak Gunung Lawu, saya mengumpulkan kenangan-kenangan itu, merangkainya menjadi tulisan sederhana sebagai obat penawar rindu. </div><div><br></div><div>Mungkin ada orang yang menanyakan aktivitas naik gunung itu untuk apa? Manfaatnya juga buat apa? Seperti orang kurang kerjaan saja, sia-sia membuang waktu, tenaga dan tentu juga biaya.</div><div><br></div><div>Saya rasa itu adalah pertanyaan yang wajar, siapapun boleh menanyakan apapun. Jika saya ditanya saya pun sebenarnya masih bingung harus menjawab apa atas pertanyaan-pertanyaan itu. Sekalipun dijawab orang-orang yang bertanya pun belum tentu puas dengan jawaban kita. </div><div><br></div><div>Saya sendiri setelah menempuh perjalanan ke puncak Lawu, belum juga menemukan apa sebenarnya yang dicari dari sebuah pendakian? Jika jawabannya sekedar membuang waktu untuk bercapek-capek yang sedemikian rupa rasa-rasanya kok tidak lucu, apa tidak ada yang lebih bermutu dibanding sekedar membuang waktu?</div><div><br></div><div>Saya tidak seidealis Soe Hok Gie yang menjadikan naik gunung sebagai media untuk meningkatkan rasa cinta tanah air, walau saya juga mengamini apa yang ia utarakan, "Bahwa mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Karena itulah kami naik gunung". Kata beliau. </div><div><br></div><div>Saya hanya menyukai penjelajahan alam, menyukai keindahan panorama, menyukai pohon-pohon, rumput, ilalang, menyukai batu-batu, sungai-sungai, lumpur dan segala ornamen semesta. Betapa indahnya menjelahi lembah, ngarai, kemudian mandi di sungai yang airnya mengalir, menerjang sabana rumput, sangat menyenangkan sekali. Saya selalu memimpikan dan merindukan itu semua. </div><div><br></div><div>Dari pendakian menuju puncak Lawu ternyata saya banyak belajar, baik dari alam, dari teman mendaki, dari sesama pendaki, dan terkhusus dari diri saya sendiri. Selama perjalanan sekitar lima jam mendaki, saya banyak berinteraksi dengan diri, saya banyak bercakap dalam diam. Saya mengamati, menyadari dan merasakan naik turunnya nafas, degup jantung, langkah kaki, dan ketahanan tubuh. Kapan saya harus berhenti, kapan saya harus melangkah mendaki. Moment inilah saya berusaha mengenali diri saya sendiri. </div><div><br></div><div>Oleh karena itu dalam sebuah quote saya menulis, "Ke gunung aku mencari diriku sendiri, dan kepadamu aku akan pulang kembali" Kalimat ini bisa bermakna sangat sederhana, dan bisa juga cukup filosofis dan mendalam. Terserah saja bagaimana menerjemahkannya, atau tak perlu diterjemahkan pun tak mengapa. </div><div><br></div><div>Dalam mendaki gunung saya berusaha memetik hikmah dan pelajaran yang bisa memberi manfaat setidaknya untuk diri saya sendiri.</div><div><br></div><div>Untuk mendaki puncak gunung, setinggi apapun itu hanya dibutuhkan selangkah dua langkah yang diulang-ulang. Begitu seterusnya hingga sampai di puncak pendakian. Tentu kesabaran, ketegaran, keuletan harus disertakan dalam pendakian. Ini yang terpenting, jika tidak pasti kita tidak akan pernah mencapai puncak.</div><div><br></div><div>Begitu juga dalam menjalani hidup ini, semua serba aktivitas yang kita ulang-ulang setiap saat, setiap waktu, dan setiap hari, hingga entah sampai kapan kita akhiri perjalanan di dunia ini. Semoga perjalanan yang kita tempuh membawa kita pada pendakian spiritual yang menghantar kita menuju puncak Ketuhanan. Karena pada hakekatnya disitulah Sangkan dan Paraning dumadi kita, yang dalam bahasa agama diungkapkan dengan kalimat, "Innalillahi wa inna ilaihi raji'un".</div><div><br></div><div>Jadi merindu puncak Lawu pada hakekatnya adalah merindu pada-Mu jua. Ke gunung aku mencari diriku sendiri, dan kepadamu aku akan pulang kembali. </div><div><br></div><div><br></div><div>Jatirogo, 05/01/2024</div><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05593090241502246508noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-78576573496738405182024-01-03T08:59:00.005+07:002024-01-03T15:38:46.751+07:00Catatan Perjalanan Menuju Puncak Gunung Lawu<p> </p><p align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: center;"><b><span style="font-size: 12.0pt;"></span></b></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><b><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKxtgQRMS730U9xDanIKC1lIMBpQyKSJGN0MksfQkklPdOlfXeABTH_mtQKwcc6II30Vf1I1pfb1V-HZufc4ryMz1IaDJtRH6m6GzTsIb4-5ARYoo3E2ISVBgwzJU6xWdnuLwOxash9I3dCHjr1ABAoqDiI78e4WKMZMsaUiFnOwXBNsAISSUczOdHRPU/s1280/WhatsApp%20Image%202024-01-03%20at%2008.58.28.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="719" data-original-width="1280" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKxtgQRMS730U9xDanIKC1lIMBpQyKSJGN0MksfQkklPdOlfXeABTH_mtQKwcc6II30Vf1I1pfb1V-HZufc4ryMz1IaDJtRH6m6GzTsIb4-5ARYoo3E2ISVBgwzJU6xWdnuLwOxash9I3dCHjr1ABAoqDiI78e4WKMZMsaUiFnOwXBNsAISSUczOdHRPU/s320/WhatsApp%20Image%202024-01-03%20at%2008.58.28.jpeg" width="320"></a></b></div><b><br>Catatan Perjalanan Menuju Puncak Gunung Lawu <o:p></o:p></b><p></p>
<p align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: center;"><b><span style="font-size: 12.0pt;">Oleh: Joyo Juwoto<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal"><b><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><o:p> </o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Mendaki gunung adalah
keinginan saya yang sudah lama terpendam, semenjak usia muda keinginan itu
telah ada, namun baru di usia kepala empat keinginan itu akhirnya menemukan
jalannya. Entah terinspirasi oleh apa, secara film 5 CM belum rilis, bahkan
novelnya pun belum terbit, yang pasti saya memang menyukai alam dengan segala
keindahannya. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tanggal 30 Desember 2023,
pukul 03.30 WIB menjelang shubuh, saya berangkat bertiga memakai dua motor.
Saya dibonceng teman dari Sale, Mas Lukman Al Aswad, dan satunya Mas Afif dari
Sambong Cepu. Perjalanan cukup lancar walau sebelumnya sebelum berangkat sempat
hujan, tapi Alhamdulillah reda. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Mas Lukman dan Mas Afif
ini sudah terbiasa naik gunung, sudah banyak gunung yang di daki, khususnya di
daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ke Lawu pun mereka sudah berkali-kali, baik
mendaki secara tektok maupun ngecamp. Saya baru pertama kalinya naik gunung,
dan tanpa persiapan yang memadai.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Karena kami sepakat
mendaki secara tektok (naik gunung tanpa camping) maka tak perlu persiapan
apa-apa kecuali air yang kita jadikan bekal di perjalanan. Untuk makan nanti
bisa membawa snack kering atau bisa langsung makan di warungnya Mbok Yem yang
legendaris itu. Satu-satunya persiapan yang diperlukan tentu fisik yang sehat
dan yang terpenting sepatu/sandal gunung untuk mendaki guna melindungi kaki
agar tidak terluka dan tidak mudah terpeleset saat pendakian. Untuk jaket
gunung mungkin diperlukan kalau mendaki dan ngecamp di puncak, karena tentu
udaranya sangat dingin, namun jika memilih tektokan rasa-rasanya jaket gunung
tidak diperlukan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Setelah bermotor kurang
lebih 4 jam, kami sampai di basecamp pendakian jalur Cemoro Kandang, dari jalur
ini kami akan naik menuju puncak. Sebenarnya ada beberapa jalur pendakian lain,
seperti via Singolangu, Cemoro Sewu, Tambak, dan via Candi Cetho. Karena saya
tidak paham jalur-jalur itu, saya hanya manut saja, karena Mas Lukman tentu
sudah paham jalur mana yang harus dipilih saat harus mendaki secara tektokan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sebelum naik, kami
sarapan nasi pecel di depan basecamp, setelah sarapan membeli snack, membeli
air kemudian menuju loket tiket pembayaran. Per orang tiketnya dua puluh ribu
rupiah, cukup murah. Setelah kami bertiga siap, pukul 08.15 WIB kami siap
berangkat, sebelum melangkahkan kaki, kami berdoa agar diberi keselamatan saat
mendaki dan pulang kembali dengan selamat. Bismillah kami akhirnya melangkah mendaki
puncak Gunung Lawu yang memiliki ketinggian 3265 MDPL.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Mas Afif di depan sebagai
penunjuk jalan, mas Lukman di belakang, sedang saya posisi di tengah, posisi
yang cukup aman. Dari Basecamp sampai pos 1 cukup aman, apalagi cuacanya juga
sangat mendukung, tidak panas dan juga tidak hujan, sepanjang perjalanan hanya
terdapat pepohonan dan semak belukar, kami pun terus melangkah, apalagi kami
tidak membawa beban apapun kecuali air minum. Di perjalanan kami bertemu dengan
pendaki lain yang juga sedang naik , namun rata-rata mereka akan ngecamp,
sehingga beban mereka cukup berat, mereka membawa tas di punggung<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>berjalan perlahan dan bertelekan pada sebuah
tongkat.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kami bertiga tidak
memakai tongkat, selain fisik kami yang masih muda, juga tentu faktor beban
yang kami bawa cukup ringan. Ada beberapa kelompok pendaki yang kami salip,
hingga akhirnya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sampailah kami di pos 1,
di pos ini kami istirahat sebentar untuk minum dan juga mengatur nafas, karena
perjalanan masih cukup panjang dan melelahkan tentunya. Di pos ini ada penjual
snack, air, kopi, dan minuman lainnya, jadi jika kita dari bawah tidak membawa
bekal, kita bisa membeli di pos pendakian.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Setelah mengumpulkan
nafas, kami melanjutkan misi menuju pos 2, makin ke atas kaki terasa capek dan
pegal, jika kita lewat jalur Cemoro Kandang, di Pos 2 ini ada kawahnya, kalau
lewat jalur lainnya tidak ada. Ketika mendekati pos 2, suara gelegak kawah sudah
terdengan, bau belerang juga mulai menyengat. Jarak jalur yang dilewati pendaki
dengan kawah bisa ditempuh sekitar 10 menitan, karena kawah bukanlah tujuan
pendakian kami, maka kami hanya cukup mendengar suaranya saja, dan mencium bau
belerangnya yang saat itu cukup menyengat. Di pos ini juga ada warung yang
jualan makanan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Seperti pada pos 1, kami
juga berhenti sejenak, menata nafas yang mulai ngos-ngosan, karena perjalanan
yang masih cukup jauh, kami tak mau terbuai dengan istirahat, jika kelamaan
nanti jadi nyaman dan akhirnya malas untuk melanjutkan perjalanan. Menurut Mas
Lukman Al Aswad, jarak pos 2 ke pos 3 termasuk yang paling jauh dari pos-pos
lainnya, jalannya pun mulai mendaki tajam, saya yang paling senior di segi usia
benar-benar diuji dengan medan pendakian ini, ada perasaan apakah saya mampu
mencapai puncak? Sedang badan mulai letih. Ini adalah tantangan bagi seorang
tektokers, jika berhenti terlalu lama nanti tidak segera sampai dan bisa
kemalaman di perjalanan, sedang kami tidak membawa peralatan camping.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Setelah menikmati
berbagai sensasi perpaduan antara badan yang capek, kaki yang kemeng, hati yang
juga galau untuk segera sampai di pos selanjutnya, akhirnya dengan penuh
kesabaran, keuletan, serta tekad dan nekat kami bertiga sampai juga di Pos 3.
Ada perasaan lega dan puas bisa sampai di pos 3, karena berarti perjalanan
tinggal dua pos lagi, dan tinggal naik puncaknya yang tertinggi, akhirnya bisa
istirahat sejenak. Di pos 3 kami ketemu anak-anak muda yang baru turun dari
puncak, mereka berhenti di warung melepas lelah, kami pun bertegur sapa,
anak-anak muda ini ada yang dari Jakarta, Brebes, dan juga dari Kalimantan.
Mereka telah ngecamp di puncak semalaman.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Setelah sampai di Pos 3
ini semangat saya bertambah, karena separuh perjalanan sudah terlampaui,
tinggal menuju pos 4, 5, lalu menuju puncak. Perjalanan dari pos 3 menuju pos 4
jalurnya mulai berbatu, tingkat kemiringannya juga lumayan, di jalur ini banyak
pohon yang memiliki pucuk daun yang berwarna merah, dan juga bunga edelwais
yang melegenda itu mulai banyak bertebaran di sepanjang perjalanan. Kata Mas
Afif pucuk daun merah itu bisa di makan, dan menjadi alternatif untuk mengisi
perut jika kita tersesat serta kehabisan bekal, begitu yang dilihat di Youtube.
Mas Lukman saya tanya katanya belum pernah memakannya, saya kemudian mencoba
memetik dan memakan daun merah itu, rasanya asem tapi lumayan enak, kayaknya
daun ini bisa<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>menggantikan daun
kedondong untuk dipakai memasak asem-asem, tapi yang terpenting daun itu tidak
beracun, sehingga bisa dimakan saat kondisi darurat. Itulah pentingnya kita
mengenali alam dengan segala macam medan serta tumbuh-tumbuhannya, sehingga
kita bisa memanfaatkannya dengan baik.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tak terasa perjalanan
kami sampai di Pos 4, di pos ini sepi, ada bekas warung tapi sudah tidak
dipakai lagi, pemiliknya sudah turun gunung. Dengan penuh semangat kami terus
melanjutkan ke pos terakhir yaitu pos 5, perjalanan semakin menyenangkan dan
menenangkan, tidak seperti saat menuju pos 3. Dalam perjalanan kami lebih
banyak diam, menunduk ke bawah meresapi dan mentadabburi alam ciptaan Tuhan.
Ya, perjalanan ke gunung menurut saya memang bukan sekedar menyalurkan hobi,
juga bukan sekedar melihat panorama dan keindahan alamnya saja, tapi perjalanan
ke puncak gunung pada hakekatnya adalah perjalanan mendaki dan mencari puncak
kesejatian dari diri kita sendiri. Orang lain tentu boleh berbeda tentang hal
ini.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Setelah sampai di Pos 5
kami istirahat lagi, untuk menuju puncak jalur pendakiannya lumayan, kami harus
menyiapkan tenaga yang cukup. Saya sempat rebahan di bebatuan untuk memulihkan
badan, udara terasa segar, walau di beberapa titik sisa-sisa kebakaran hutan
masih kelihatan. Setelah istirahat kami pun menuntaskan misi menuju Puncak Lawu
yang ada tugunya itu. Selangkah dua langkah kami mendaki, dari kejauhan sudah
terdengar suara kegembiraan para pendaki yang sudah sampai puncak duluan,
sekitar sepuluh menitan akhirnya kami sampai pada tujuan, Puncak Hargo Dumilah
3.265 MDPL, waktu menunjukkan pukul 13,00 WIB.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Setelah berfoto beberapa
cekrekan, kami turun. Perut sudah lapar, kami menuju warungnya Mbok Yem yang
melegenda. Sebelum sampai di warung Mbok Yem saya melihat sebuah bangunan rumah
dari kayu, rumah itu kelihatan cukup tua. Kata Mas Afif itu rumah dipakai
keraton ketika ada acara, tapi tidak jelas acara apa yang dilakukan di puncak
tersebut. Saya sendiri juga belum mencari informasi tentang itu di google.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dari bangunan rumah tua
ini, kami turun dan sampai di warungnya Mbok Yem, kami pesan nasi pecel dan
juga teh. Sambil istirahat kami makan, kemudian juga sholat jamak<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>qasar Dhuhur dan Asar sekalian di warungnya
Mbok Yem. Saat akan turun saya sempat menziarahi sebuah petilasan, konon itu
petilasannya Prabu Brawijaya, entah benar entah tidak saya sendiri juga kurang
tahu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Perjalanan turun gunung
memang tidak secapek saat naik, tetapi tetap saja dibutuhkan tenaga ekstra,
karena kaki menahan beban tubuh saat turun. Alhamdulillah saat turun pun cuaca
sangat bersahabat, sehingga saya yang tidak memakai sepatu gunung tidak terlalu
kesulitan di medan-medan jika hujan licin. Tapi saat turun dari pos 2 cuaca
mulai gelap, kemudian gerimis mulai turun. Di sini saya mulai bermasalah dengan
sepatu saya yang licin, berkali-kali saya terpeleset karena jalanan licin, di
medan hujan yang seperti ini sangat menyulitkan saya. Makin ke bawah hujan
semakin deras, akhirnya kami memakai jas hujan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Saya merasa jika hujan
sejak awal pendakian, mungkin saja saya khususnya akan sangat kesulitan menuju
puncak. Untungnya di garis akhir hujan baru turun. Dengan penuh perjuangan
akhirnya sekitar pukul 17.30 kami sampai di basecam. Alhamdulillah.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Begitulah perjalanan yang
kami tempuh saat mendaki puncak gunung Lawu, setelah mengambil KTP yang
ditinggal di petugas kami langsung tancap gas pulang. Sepanjang perjalanan dari
Cemoro Kandang sampai Padangan Bojonegoro dilanda hujan deras, baru setelah itu
tidak hujan. Perjalanan yang cukup luar biasa, semoga ke depan ada
puncak-puncak gunung lain yang bisa saya daki dan saya ziarahi. Salam sungkem,
dan Terima kasih.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><o:p> </o:p></span></b></p>
<p align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><o:p> </o:p></span></b></p>
<p align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><o:p> </o:p></span></b></p>
<p align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><o:p> </o:p></span></b></p>
<p align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><o:p> </o:p></span></b></p>
<p align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><o:p> </o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal"><b><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><o:p> </o:p></span></b></p><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>joyojuwotohttp://www.blogger.com/profile/10106935200030966065noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-38118398596589058132023-10-31T07:22:00.005+07:002023-12-18T18:50:17.665+07:00Nasehat dari Kiai Misbah Zainil Mustofa<p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_OfqrTH3i0chJ4RB2mgUQhwQ6fJ_aRN8hxf_Cv27ytEDjRDOe88nYElmpL2R7Ar0cgkaF9zvX_7ojLd5ek-_nnVdwd0vq-XDd5Dt4rsoXS_NVin_nuwjcmOCyAjDPh_reGLCHExV-yWydpH8356mnjkctcbyk22G1X9g08rRacDD44Yum68Xb-BnMGio/s350/AS.JPG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="234" data-original-width="350" height="214" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_OfqrTH3i0chJ4RB2mgUQhwQ6fJ_aRN8hxf_Cv27ytEDjRDOe88nYElmpL2R7Ar0cgkaF9zvX_7ojLd5ek-_nnVdwd0vq-XDd5Dt4rsoXS_NVin_nuwjcmOCyAjDPh_reGLCHExV-yWydpH8356mnjkctcbyk22G1X9g08rRacDD44Yum68Xb-BnMGio/s320/AS.JPG" width="320"></a></div> <p></p><p><br></p><p align="center" class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="background: white; line-height: 150%; margin: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: center;"><b><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-color-alt: windowtext; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Nasehat dari Kiai Misbah Zainil Mustofa</span></b><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p></o:p></span></b></p>
<p align="center" class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; margin: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: center;"><b><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-color-alt: windowtext; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Oleh: Joyo Juwoto</span></b><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p></o:p></span></b></p>
<p align="center" class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; margin: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: center;"><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p> </o:p></span></b></p>
<p align="center" class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; margin: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: center;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; margin: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-color-alt: windowtext; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Pak Moehaimin memiliki kedekatan tersendiri dengan KH.
Misbah Zainil Mustofa, karena beliau pernah menjadi juru terjemah
kitab-kitabnya Mbah Bah. Dari seringnya interaksi dalam proses penerjemahan ini
Pak Moehaimin banyak belajar ilmu pengetahuan dari mbah Bah, secara tidak
langsung Pak Moehaimin nyantri kepada pengasuh pondok pesantren Al Balagh ini.</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; margin: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-color-alt: windowtext; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Ada sebuah cerita yang dituturkan oleh beberapa santri
kurun awal, karena begitu dekatnya Pak Moehaimin dengan mbah Misbah,
sampai-sampai mbah Bah jika makan biasanya tidak dihabiskan, hanya <br>dimakan
separonya saja, sebagiannya biasanya diberikan kepada Pak Moehaimin.</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; margin: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-color-alt: windowtext; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Setelah peristiwa bangkrutnya Pak Moehaimin dari usaha
jual beli kayu jati, pak Moehaimin pindah dari Santren ke desa Weden, beliau
kembali berkumpul dengan mertuanya,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>H.
Abdul Madjid. Namun hal ini tidak berlangsung lama, setelah itu pak Moehamin
pindah lagi ke dusun Talok Desa Sidokumpul.</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; margin: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-color-alt: windowtext; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Karena keluarga mertua Pak Moehaimin mayoritas sebagai
petani, sedang Pak Moehaimin tidak begitu mengenal seluk-beluk pertanian, maka
untuk menopang ekonomi keluarga Pak Moehaimin menjadi penerjemah kitab mbah
Misbah. Selain menjadi penerjemah, Pak Moehaimin juga membuka kursus mengetik,
saat itu yang diamani untuk memegang kursus ngetik adalah Ust. Heri. Namun
sayang uang dari hasil kursus ngetik ini tidak sampai kepada Pak Moehaimin,
uangnya dilarikan oleh ust. Heri.</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; margin: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-color-alt: windowtext; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Walhasil Pak Moehaimin hanya mengandalkan
penghasilannya dari menerjemahkan kitab. Saat itu ekonomi pak Moehaimin sedang
krisis-krisisnya, pagi jam 7 beliau berangkat ke ndalemnya Mbah Bah untuk
menerjemahkan kitab, kemudian sekitar jam sebelas siang beliau pulang dan
mengajar di madrasah. Saat itu madrasah ASSALAM sudah bertempat di Bangilan,
baru ada satu gedung yang berdiri, yang dibangun oleh santri-santri sendiri,
ASSALAM masih sangat prihatin sekali, muridnya hanya beberapa orang saja.</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; margin: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-color-alt: windowtext; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Di saat kondisi yang begitu sulitnya, Pak Moehaimin
dinasehati oleh Mbah Misbah, <i>“Min, goda kuwi suwene limang tahun, sing kuat
ngempet. Mengko nek wis limang tahun, empet meneh nganti limang tahun, mengko
goda kuwi lak koyok kacang goreng”</i> Begitu dawuh mbah Misbah kepada Pak
Moehaimin.</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; margin: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-color-alt: windowtext; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Mendengar nasehat dari Mbah Bah, Pak Moehaimin
memantapkan niat dan tekadnya untuk terus berjuang di jalur pendidikan dengan
ASSALAM sebagai ladang perjuangannya. Apalagi beliau juga selalu ingat akan
gemblengan dari gurunya KH. Imam Zarkasyi, <span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;">“Andaikata muridku tinggal satu, akan tetap kuajar,
yang satu ini sama dengan seribu, kalaupun yang satu ini pun tidak ada, aku
akan mengajar dunia dengan pena”. (KH Imam Zarkasyi)</span> Begitu kira-kira dawuh dan gemblengan
dari gurunya itu.</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; margin: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpLast" style="background: white; line-height: 150%; margin: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p> </o:p></span></p><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>joyojuwotohttp://www.blogger.com/profile/10106935200030966065noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-71765967942208909072023-10-30T07:21:00.003+07:002023-10-30T07:25:32.286+07:00Santri ASSALAM Kurun Awal Berjuang Membangun Gedung Madrasah<p> </p><p align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;"><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"></span></b></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><b><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgEU03mM3REWkrfzRpo_acCzyWkV2VWn-yBvqK35dn0ZegTr_sUDW-f3aFfot-OE9fuULVnij3Uoe7Zm7xJUrJJ0YbMXo5C3Jad8OGER40zznvSo_M5m-rkVPSX83IWp0c3mcYjwVv1OPFPpODvSRGxr3P-_FVAKNKmDTO8_z1A-iMiB1w_Ughgp2aDGL4/s1600/DSC08783.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgEU03mM3REWkrfzRpo_acCzyWkV2VWn-yBvqK35dn0ZegTr_sUDW-f3aFfot-OE9fuULVnij3Uoe7Zm7xJUrJJ0YbMXo5C3Jad8OGER40zznvSo_M5m-rkVPSX83IWp0c3mcYjwVv1OPFPpODvSRGxr3P-_FVAKNKmDTO8_z1A-iMiB1w_Ughgp2aDGL4/s320/DSC08783.JPG" width="320" /></a></b></div><b><br />Santri ASSALAM Kurun Awal Berjuang Membangun Gedung Madrasah<o:p></o:p></b><p></p>
<p align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;"><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Oleh: Joyo Juwoto<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Masa-masa awal setelah peristiwa pecahnya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>ASSALAM di Sidokumpul, Pak Moehaimin tidak
lagi menempati gedung madrasah yang telah diperjuangkannya, beliau keluar dari
ASSALAM lama yang kemudian namanya diubah menjadi dengan nama lain. Dengan keluarnya
Pak Moehaimin dari madrasah yang dibangunnya, waktu itu banyak santri yang
mengikuti beliau keluar, santri-santri itu tetap ingin diajar oleh beliau.
“Kulon nderek ngaji Pak Moehaimin mawon” begitu kata santri-santri yang
bersikukuh untuk keluar dari madrasah awal.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Diantara santri Pak Moehaimin yang waktu itu ikut Pak Moehaimin
namanya Rofiq, karena ia tetap ingin mengaji dengan Pak Moehaimin, sampai Rofiq
ini harus rela meninggalkan rumah, kemudian ikut simbahnya yang berada di desa
Medalem Senori, demi ia tetap nyantri kepada Pak Moehaimin. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Ada pula kisah yang cukup dramatis, waktu itu ada santri yang
namanya Anwari, saat itu ia belum tahu jika pak Moehaimin sudah tidak mengajar
di madrasah, Anwari ini berada di kelas untuk mengikuti pembelajaran, namun
karena kemudian ia tahu pak Moehaimin sudah tidak berada di madrasah itu,
dengan serta merta Anwari ini melompat jendela kemudian menyusul Pak Moehaimin
yang memang ndalemnya berada di sebelah timurnya sungai, yang berjarak hanya beberapa
meter dari madrasah lama. Anwari akhirnya melanjutkan belajarnya di ndalem Pak
Moehaimin.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Karena tidak mempunyai gedung, Pak Moehaimin mengajar santri di
ndalem beliau, di depan rumah ada mushola keluarga, di situ dipakai ruang
kelas, di sebelah barat mushola ada toko kecil yang akan digunakan usaha
perdagangan, karena tidak memiliki gedung untuk santri, maka toko itu dipakai
gothakan santri putra. Santri putri menempati ruang di belakang dekat dapur
rumah. Selain memanfaatkan mushola sebagai ruang kelas, santri-santri juga
bersekolah di rumah warga, yaitu salah satunya di rumah pak Ruslan, tetangga
depan rumah Pak Moehaimin.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Kondisi darurat yang menyebabkan pembelajaran ditempatkan di tempat
seadanya, dan juga menempati rumah warga tentu tidak baik jika harus
berlama-lama, akhirnya pada tahun 1983 Pak Moehaimin membeli tanah di Bangilan,
tepatnya di sebelah selatan pasar Bangilan, tanah itu milik keluarga Pak
Muzadi, setelah tanah terbeli dengan cara dicicil, maka Pak Moehaimin mulai
merencanakan pembangunan gedung madrasah.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Karena kekurangan biaya, maka kayu untuk bangunan gedung tersebut
memakai kayu glugu (pohon kelapa) yang kebetulan di area tanah tersebut banyak
ditumbuhi pohon kelapa. Pembangunan gedung ini banyak dibantu oleh Danramil
Bangilan saat itu, namanya Pak Kholis, juga dibantu oleh bapak Dansek Bangilan.
Ceritanya Bapak Dansek yaitu Bapak TAsman ini mengajari pak Moehaimin caranya
mencari dana, yaitu dengan cara mengedarkan kalender, bahkan Pak Dansek sendiri
juga ikut serta membantu dengan cara menyuruh para bawahannya untuk membeli
kalender.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Santri-santri tidak tinggal diam, mereka menebang pohon kelapa yang
kayunya dipakai untuk pembangunan, mereka juga menggergajinya sendiri. Selain
itu untuk batu bata untuk bangunan juga dibuat oleh para santri sendiri. Mulai
dari menyiapkan bahan tanah liatnya, membuat adonan, mencetak dan kemudian
membakarnya, itu dilakukan oleh para santri. Adapun santri yang terlibat dalam
perjuangan membangun madrasah ini diantaranya adalah Purhadi Nata Bata (julukan
yang diberikan oleh Pak Moehaimin), Daerobi, Syafi’i, Ucuk Suparman, dan
beberapa santri lainnya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Santri-santri tersebut selain menyiapkan bahan-bahan dan material
bangunan mereka juga terjun langsung menjadi tukang dan menjadi kulinya. Ucuk
Suparman santri dari Pulut Bangilan ini<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>punya keahlian nukang, beliau yang menjadi tukang bangunan dan dibantu
oleh santri-santri lainnya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Begitulah dulu perjuangan para santri dalam membangun gedung
pondok, membangun madrasah, mereka dengan penuh keikhlasan berjuang dengan
segala pengorbanan yang tak terkira kepada pondoknya. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Nilai-nilai perjuangan dan nilai-nilai keikhlasan yang sedemikian
ini perlu dijaga, dirawat, dan dituturkan dari generasi ke generasi
selanjutnya, agar api perjuangan para santri kurun awal tetap membara di jiwa
para santri lainnya. Para santri harus selalu ingat semboyang perjuangan yang
selalu digemblengkan Pak Moehaimin:<i>“Bondo bahu pikir lek perlu sak nyawane
sisan”. <o:p></o:p></i></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p> </o:p></span></p><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>joyojuwotohttp://www.blogger.com/profile/10106935200030966065noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-46699417491073952542023-10-29T07:13:00.001+07:002023-10-30T07:48:19.209+07:00Mimpi Pada Sebuah Kapal<p> </p><p class="MsoNormal"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTS7WCfzjzc6bzQ2Yt6b3qw2NAphPJ41uMi1vHf5RIzjTFnxN2cyyj5yiztnyZgAZmy6iqCTAf8daihKHqueC96F4LSbPjnMpOqYN5BK4GvIbGWRBqhzAOynzrNjlUXEB1Y78CzmbpKZpDjHeCCSYj_2BYVxONho0J8YABcNCkJlPpM_tUqdTaqzpyYc4/s640/WhatsApp%20Image%202023-10-30%20at%2007.46.04.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="480" data-original-width="640" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTS7WCfzjzc6bzQ2Yt6b3qw2NAphPJ41uMi1vHf5RIzjTFnxN2cyyj5yiztnyZgAZmy6iqCTAf8daihKHqueC96F4LSbPjnMpOqYN5BK4GvIbGWRBqhzAOynzrNjlUXEB1Y78CzmbpKZpDjHeCCSYj_2BYVxONho0J8YABcNCkJlPpM_tUqdTaqzpyYc4/s320/WhatsApp%20Image%202023-10-30%20at%2007.46.04.jpeg" width="320" /></a></div><br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><o:p> </o:p><p></p>
<blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px;"><p align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;"><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"></span></b></p></blockquote><p align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;"><b></b><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><br />Mimpi Pada Sebuah Kapal<o:p></o:p></span></b></p>
<blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px;"><p align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;"><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Oleh: Joyo Juwoto</span></b></p></blockquote>
<p align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;"><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p> </o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Ada sebuah kisah menarik yang diceritakan oleh Abah KH. Moehaimin
Tamam sendiri, kisah ini saya dengar saat menjadi santri dan tentu banyak
santri lain yang ikut mendengarkan dan mengetahuinya, kisah ini sering dan
berulang kali beliau ceritakan saat beliau mengajar santri, kisah ketaatan
seorang santri kepada gurunya, walau harus dibayar dengan perpisahan yang
sangat menyedihkan, begini kisahnya:<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Ada seorang santri yang bernama Sholihin, santri ini berasal dari Pulau
Bawean Kab. Gresik, Sholihin adalah santri yang sangat taat dan mencintai
gurunya, yaitu KH. Abd. Moehaimin Tamam. Kang Sholihin ini seperiode dengan
Usth Sunayah, juga Usth Zairoh, beliau termasuk santri kurun awal berdirinya pondok
pesantren ASSALAM yang saat itu masih berada di desa Sidokumpul Kec. Bangilan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Pada suatu ketika Sholihin ini sowan kepada Pak Moehaimin, karena
beberapa hari Sholihin ini tidak tenang hatinya, ia selalu mimpi yang sama
dalam beberapa waktu. Pada awalnya Sholihin menganggap itu adalah mimpi biasa
mimpi yang sebagai bunga tidur belaka, tapi pada suatu hari mimpi itu muncul
lagi mendatangi tidurnya, sehingga saat terbangun Sholihin merenungi apa yang
menjadi mimpinya itu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Sebagai santri yang berasal dari pulau Bawean sangat wajar
sebenarnya ia mimpi naik sebuah perahu, karena memang kampungnya harus
menyeberang lautan jika harus ke kota Gresik, begitu juga ketika ia berangkat
mondok ke Bangilan ia juga harus menyeberang naik perahu, oleh karena itu pada
mulanya Sholihin tidak memperhatikan mimpi itu, mimpi naik pada sebuah kapal.
Tapi anehnya mimpi itu terus mendatanginya, sehingga Sholihin merasa gelisah,
ada apa dengan mimpinya itu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Dalam mimpinya Sholihin seolah-olah akan menaiki sebuah kapal
besar, dia tidak sendiri, banyak orang yang juga berbondong-bondong menaiki
kapal tersebut. Namun anehnya, ketika Sholihin mau naik ke atas kapal, ia
ditolak dan tidak diperbolehkan masuk. Ada seorang yang menghalanginya, orang
itu berkata kepadanya:<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>“Nak, kamu jangan naik kapal
ini! Jika kamu memaksa naik, maka kapal ini akan tenggelam, dan kamu juga akan
tenggelam bersama kapal dan semua penumpangnya” ujar orang tersebut
memperingatkan Sholihin yang akan ikut naik kapal tersebut.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">“Jika Kamu tidak naik, maka kapal ini akan selamat, kamu selamat,
dan para penumpangnya juga akan selamat” Lanjut sosok misterius yang datang di
mimpi Sholihin.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Setelah bermimpi demikian, Sholihin terbangun dari tidurnya,
setelah bangun Sholihin mengambil air wudhu kemudian sholat malam dan berdo’a
meminta petunjuk atas mimpi yang selalu mendatanginya itu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Karena tidak mendapatkan jawaban atas mimpinya itu, Sholihin
kemudian sowan kepada Pak Moehaimin, Sholihin matur atas mimpi yang selalu
mendatangi tidurnya beberapa hari yang lalu. Setelah mendengar cerita dari
Sholihin, Pak Moehaimin menghela nafas dalam, seakan ada beban berat yang
beliau tanggung, beliau terdiam beberapa saat.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Setelah beliau menghela nafas, Pak Moehaimin berkata kepada
Sholihin santri dari Bawean itu. “Nak, Kalau saumpama saya menerangkan takwil
mimpimu itu apakah<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>engkau siap
menerimanya? Kata Pak Moehaimin pelan. Sholihin pun menjawab, “Insyallah siap
Pak” Jawab Sholihin lirih.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Kemudian pak Moehaimin pun mentakwilkan arti mimpi dari santrinya
itu. “Begini Anakku, kapal itu ibaratnya adalah Pondok ASSALAM ini, sebagaimana
dalam mimpimu, jika Nanda Sholihin naik kapal ASSALAM, maka kapal ASSALAM akan
tenggelam, dan Nanda Sholihin juga akan tenggelam, namun jika Nanda Sholihin
tidak jadi naik kapal ASSALAM, tidak melanjutkan mondok di ASSALAM, insyallah
kapal ASSALAM akan selamat, begitu juga Nanda Sholihin juga akan selamat, dan
seluruh penumpang kapal ASSALAM akan selamat”.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Mendengar takwil dari mimpi itu, Sholihin menangis ngguguk-ngguguk
penuh dengan kesedihan, ia sangat mencintai ASSALAM, ia juga sangat mencintai
Pak Moehaimin sebagai gurunya, sebagai kiainya. Tapi bagaimana lagi, ia harus
berpisah dengan gurunya, ia harus meninggalkan kapal ASSALAM demi keselamatan
dirinya, juga keselamatan kapal ASSALAM beserta seluruh penumpangnya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Akhirnya Sholihin ini pamit untuk pulang kembali ke kampung
kelahirannya di Bawean, ia harus berpisah dengan pesantren yang sangat
dicintainya, ia harus berpisah dengan gurunya. Menurut cerita dari pak
Moehaimin, Sholihin ini akhirnya mondok di Surabaya, kemudian setelah pulang
dari pondok beliau kembali ke kampungnya dan menjadi Kiai di Bawean sana.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Perpisahan antara Sholihin dengan pak Moehaimin ini, oleh Pak
Moehaimin diibaratkan seperti <i>“Rajulaani tahabbba fillah, wa tafarraqa
fillah”</i> dua orang yang saling mencintai karena Allah, dan dua orang yang
akhirnya harus dipisahkan oleh taqdir juga karena Allah. Sebuah suri teladan
yang luar biasa antara seorang santri dan gurunya, semoga Allah memuliakan
beliau berdua. Aamin ya rabbal ‘aalamin.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><o:p> </o:p></p>
<p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>
<p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>joyojuwotohttp://www.blogger.com/profile/10106935200030966065noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-7212155152064601032023-03-18T19:01:00.001+07:002023-03-18T19:01:31.430+07:00Hikayat Sebuah Tasbih dan Tongkat<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEglslWysUZ-VZHp-5CMri2WOymRx-frWEnFUqg-cIAu5AkCle7mxbg6kBLP7KWXfPEehU9AswwvG99nMtK1AuPn0eakvHw5p5-bDFeHXzRB_Y1cxSzqez3xnvVy4XEEsmJgAIW8-v1oL1eX/s1600/1679140840223261-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEglslWysUZ-VZHp-5CMri2WOymRx-frWEnFUqg-cIAu5AkCle7mxbg6kBLP7KWXfPEehU9AswwvG99nMtK1AuPn0eakvHw5p5-bDFeHXzRB_Y1cxSzqez3xnvVy4XEEsmJgAIW8-v1oL1eX/s1600/1679140840223261-0.png" width="400">
</a>
</div>Hikayat Sebuah Tasbih dan Tongkat<div>Oleh: Joyo Juwoto</div><div><br></div><div>Apakah kau tahu saudara?</div><div>Tentang hikayat sebuah tongkat</div><div>Tongkat Musa yang menjelma menjadi sanca</div><div>Tongkat Musa yang membelah debur samudra merah</div><div><br></div><div>Ada tongkat Kiai Bonang mengetuk pintu hati Lokajaya anak seorang Bupati</div><div>Ada pula tongkat penyempurna amanat untuk mendirikan sebuah Jam'iyyat</div><div>Nahdlatul Ulama kelak akan berdiri tegak</div><div>Shalluu 'alan Nabi Muhammad...</div><div><br></div><div>1924 isyarat itu dibawa Kiai As'ad</div><div>Dalam irama do'a Asmaul Husna yang menggetarkan jiwa</div><div>Ya Jabbar ya Qohhar</div><div>Ya Jabbar ya Qohhar</div><div>Ya Jabbar ya Qohhar</div><div><br></div><div>Restu tongkat dan tasbih Syaikhona Kholil</div><div>Teruntuk santri Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari</div><div>1926 keteguhan hati Mbah Hasyim Asy'ari</div><div>Yang diiringi doa dan tasbih para kiai</div><div>Jam'iyyah Nahdlatul Ulama berdiri</div><div>Kertopaten Surabaya dalam dekap perjuangan dan cinta Mbah Wahab tak terlupa</div><div><br></div><div>Nahdlatul Ulama adalah lentera Nusantara</div><div>Cahayanya menebar seantero jagat raya</div><div>Menjadi pelita bagi peradaban dunia</div><div><br></div><div>Dari Bumi Surabaya ke Jombang</div><div>NU berkembang</div><div>Pendar bintang-bintangnya gemerlap</div><div>Berpijar di atas langit Tuban yang cemerlang</div><div><br></div><div>Atas tsawab Mbah Khusen</div><div>Do'a-doa Mbah Farouq</div><div>Munajat Mbah Maksum</div><div>Mbah Dimyati</div><div>Serta para santri dan Kiai</div><div><br></div><div>1935 Kaliuntu menjadi saksi bisu</div><div>NU berembrio di kota Jenu</div><div>Muslimin-muslimat pun bercerita penuh gembira</div><div>Jenu... Jelas NU</div><div><br></div><div><br></div><div>Bangilan, 25 Sya'ban 1444 H</div><div> 17 Maret 2023 M</div><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05593090241502246508noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-56659493628975656932023-03-03T23:20:00.001+07:002023-03-03T23:20:29.735+07:00Menuju Puncak Harlah Satu Abad NU Di Sidoarjo<div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEirgUSMBtZNgdM66nythG5NbpLY6D9aR6nBmWTJvC6JDMqUHIjRUUls65-l3E1thXPFrVs7N62UKDHvuq1Rig2VKcbZt26CRFPdJAKi30vEXXNRhK14bxjqIRUwcIg_j5IBGyDEE4-d5eE/s1600/1677860364911213-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEirgUSMBtZNgdM66nythG5NbpLY6D9aR6nBmWTJvC6JDMqUHIjRUUls65-l3E1thXPFrVs7N62UKDHvuq1Rig2VKcbZt26CRFPdJAKi30vEXXNRhK14bxjqIRUwcIg_j5IBGyDEE4-d5eE/s1600/1677860364911213-0.png" width="400">
</a>
</div>Menuju Puncak Harlah Satu Abad NU Di Sidoarjo Puncak Harlah Satu Abad NU Di Sidoarjo</div><div>Oleh: Joyo Juwoto</div><div><br></div><div>Gempita Harlah Satu Abad NU begitu terasa, kesibukan persiapan panitia Harlah sudah sejak lama terbabar di media sosial, era sekarang memang menjadi jaman di mana tanpa postingan adalah sebuah kehampaan, jadi wajar Harlah organisasi terbesar di Indonesia bahkan dunia se akhiratnya ini sudah ramai, riuh dan membahana.</div><div><br></div><div>Peristiwa sekali yang terjadi sepanjang usia saya itu tentu menjadi hal yang menarik dan menjadi sebuah momentum yang bersejarah, puncak Harlah Satu Abad NU adalah peristiwa yang tidak bisa saya jumpai lagi, jadi saya berkeinginan untuk hadir dan menjadi pasukan penggembira di acara tersebut.</div><div><br></div><div>Ketepatan KKM MAN Tuban yang dikomandani Dr. Muhammad Badar selaku ketua KKM memberangkatkan kafilah kepala madrasah, saya yang bukan kepala mendapat berkah mbadali Kepala untuk berangkat meramaikan puncak Harlah NU yang dilaksanakan pada tanggal, 16 Rajab 1444 H yang bertepatan tanggal, 7 Februari 2023 M di stadion Gelora Delta Sidoarjo. </div><div><br></div><div>Puncak Harlah yang mengusung tagline "Merawat Jagat Membangun Peradaban" ini dihadiri oleh jutaan warga Nahdliyyin dari berbagai daerah di Indonesia bahkan juga dunia. Tua, muda, anak-anak, laki-laki dan perempuan tumplek blek memenuhi jalan-jalan di kota Sidoarjo. Ulama-ulama dari berbagai belahan dunia turut hadir meramaikan dan mendoakan puncak resepsi tersebut.</div><div><br></div><div>Rombongan KKM MAN Tuban berangkat dari kota Tuban pukul 20.00 WIB kemudian transit dan bergabung untuk berangkat bersama seluruh kafilah dari Tuban di pondok pesantren Langitan. Kami berhenti menunggu rombongan lainnya. Sekitar pukul 22.00 WIB rombongan berangkat dengan pengawalan dari pihak kepolisian.</div><div><br></div><div>Sepanjang perjalanan dari Langitan menuju Sidoarjo saya tidur, jadi tidak tahu kondisi jalan raya seperti apa, namun yang pasti kami tiba di Sidoarjo pukul 03.00 WIB. Dilihat dari lamanya perjalanan tentu mobil yang kami tumpangi merayap pelan di tengah jalanan yang padat kendaraan, itu pun kami harus parkir dari hitungan google map jarak 2.6 KM dari area stadion Gelora Delta. </div><div><br></div><div>Banyak orang yang lalu-lalang berjalan ke arah stadion. Sebenarnya panitia sudah menyiapkan video tron di sepanjang jalan menuju stadion, agar para pengunjung bisa melihat dan mengikuti rangkaian acara via lewat layar lebar itu. Apalagi memang tidak semua orang berkesempatan bisa masuk ke stadion mendekati area resepsi, hanya peserta dengan tanda khusus saja yang diperbolehkan masuk. Pintu stadion dijaga ketat oleh Banser.</div><div><br></div><div>Stadion Gelora Delta Sidoarjo dikelilingi pagar tembok, untuk masuk pagar ini saja tidak mudah, para pengunjung harus memanjat pagar tembok bagian belakang yang tidak terjamah pengunjung. Karena pintu depan telah terisi dan terpagari warga Nahdliyyin yang hadir dan meramaikan acara. Butuh perjuangan untuk bisa masuk di lapis pertama pagar stadion.</div><div><br></div><div>Saya sendiri bersama Kang Umam teman saya dari Tuban, juga nekat bisa masuk di lapis pertama, mengikuti jejak pejuang lainnya, kami pun harus krengkelan naik tembok yang licin itu. Sesampainya di dalam tembok, kami bisa melihat keadaan yang ada di dalam stadion lewat jeruji pintu yang di jaga Banser. Sayang ketika acara sambutan dari bapak presiden, satu-satunya lubang yang menolong kami untuk melihat acara ditutup dengan pintu besi tanpa lubang sama sekali. Penonton kecewa saudara-saudara. Menurut kang Banser itu protap yang harus dijalankan demi pengamanan presiden. Ya wis lah.</div><div><br></div><div>Karena sudah tidak bisa nginceng sama sekali, akhirnya saya dan kang Umam memutuskan untuk keluar dari stadion. Perut sudah lapar setelah hampir satu jam muter-muter di jalanan. Sebenarnya banyak makanan yang disiapkan oleh relawan, pengunjung tinggal ambil saja, tapi kami memilih masuk warung pesen rawon sambil melihat layar televisi yang menyiarkan acara resepsi tersebut. Sambil nyantai menikmati sarapan pagi yang cukup nikmat.</div><div><br></div><div>Setelah sarapan saya dan kang Umam memutuskan kembali ke parkiran kendaraan kami. Otomatis kami harus berjalan 2.6 KM lagi. Jalanan makin padat, di persimpangan jalan menuju lokasi stadion dipenuhi pengunjung yang membludak, kendaraan bermotor juga berjejalan. Untuk menggeser tumit saja susah. Perlahan kami bisa melewati titik tumbuk massa dan kemacetan mulai terurai.</div><div><br></div><div>Setelah berpeluh keringat sampailah kami di tugu Jaya Ndaru, tempat kendaraan kami parkir. Saya dan kang Umam sempat kebingungan mencari lokasi parkir, tapi Alhamdulillah kami pun sampai. Teman-teman yang lain ternyata belum datang, sepertinya mereka juga masih dalam perjalanan. Di area alun-alun ini bazar UMKM Nahdlatut Tujjar di gelar, ini adalah salah satu program membangun dan mendigdayakan ekonomi warga Nahdliyyin.</div><div><br></div><div>Karena salah satu dari pilar berdirinya Nahdlatul Ulama selain Komite Hijaz, Tasywirul Afkar atau Nahdlatul Fikr tahun yang berdiri tahun 1914, Nahdlatul Wathon tahun 1916, dan juga gerakan Nahdlatul Tujjar atau kebangkitan para saudagar yang dipelopori oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah pada tahun 1918.</div><div><br></div><div>Hari itu, Selasa 16 Rajab 11444 H benar-benar menjadi momentum sejarah yang tak terlupakan, tergores dengan tinta emas peradaban, dan saya merasa bangga sekaligus bahagia bisa menjadi setitik dari jutaan santri yang menjadi penggembira, menjadi saksi atas perputaran sejarah besar Nahdlatul Ulama. </div><div><br></div><div>Saya juga merasa beruntung mendapatkan percikan barakahnya NU, sehingga bisa menghadiri seruan para Kiai, para masyayekh dan para ulama mengantar Nahdlatul Ulama memasuki gerbang Abad Kedua, sebagaimana yang diserukan dengan keras oleh Ketua Umum PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf dalam pidatonya:</div><div><br></div><div>"Warga Nahdlatul Ulama, pencinta Nahdlatul Ulama yang aku cintai, selamat datang di abad kedua Nahdlatul Ulama!,"</div><div><br></div><div>"Wahai abad kedua rengkuhlah kami dalam berkah, harapan, prasangka baik akan ridho Allah, akan pertolongan Allah yang Maha Rahman dan Maha Esa,"</div><div><br></div><div><br></div><div>Joyo Juwoto, Santri dari Ponpes Assalam Bangilan Tuban. </div><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>joyojuwotohttp://www.blogger.com/profile/10106935200030966065noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-13140166552964508212023-02-28T07:12:00.001+07:002023-02-28T07:12:25.173+07:00Negeri Para Koruptor<div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2y3wqcVtp9vOFIMvaD4CjX5xMfVpTx2meGKMw5UqhBQeO88Fi2f0anf8QG5mZLLBAUwNzy5_H0mpmr2J-SQCpvgtVABexjlACYG2ShwMOU4pRjBSmz9i8mBnLOVNsE_X7Rc6HsB-BnQc/s1600/1677543140471749-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2y3wqcVtp9vOFIMvaD4CjX5xMfVpTx2meGKMw5UqhBQeO88Fi2f0anf8QG5mZLLBAUwNzy5_H0mpmr2J-SQCpvgtVABexjlACYG2ShwMOU4pRjBSmz9i8mBnLOVNsE_X7Rc6HsB-BnQc/s1600/1677543140471749-0.png" width="400">
</a>
</div><br></div><div>Negeri Para Koruptor</div><div>Oleh: Joyo Juwoto </div><div><br></div><div>Kita ini sedang berada di negeri para koruptor</div><div>Di mana taman nurani tlah mati</div><div>Berganti padang keserakahan</div><div>dan sahara keculasan</div><div><br></div><div>Gelembung-gelembung udaranya bukan lagi oksigen</div><div>Namun virus korupsi yang merajalela, menguar ke udara membekap kesadaran umat manusia</div><div><br></div><div>Partikel-partikel korupsi </div><div>Jaringan</div><div>Sel</div><div>Atom</div><div>DNA </div><div>Terwariskan sepanjang keturunan</div><div><br></div><div>Ke kiri ngamplopi </div><div>Ke kanan melicinkan</div><div>Ke atas </div><div>Ke bawah</div><div>Memberi hadiah</div><div>Agar urusan menjadi mudah</div><div><br></div><div>Menjadi pejabat perlu menyuap</div><div>Promosi jabatan membutuhkan titipan</div><div>Proyek-proyek pun mengharuskan tumbal cuan</div><div><br></div><div>Kita ini sedang berada di negeri para koruptor </div><div>Di mana kebenaran menjadi ancaman</div><div>Kesalahan dibangga-banggakan</div><div>dan korupsi menjadi nadi</div><div>Di setiap jalur kehidupan</div><div><br></div><div>Hidup korupsi !</div><div><br></div><div>Korupsi harga mati</div><div>Kolusi harga pasti </div><div>Nepotisme...</div><div>KKN harga Paten</div><div><br></div><div><br></div><div>*Bangilan, 28 Februari 2023*</div><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>joyojuwotohttp://www.blogger.com/profile/10106935200030966065noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-79521140805706905592023-02-27T21:04:00.001+07:002023-02-27T21:23:17.447+07:00Laskar PMK Nggedrug Bumi Tuban<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgen8s8Z8JP8vpKkLI2PWPJWDe5DxvO_Lk5zxqIKWFKFujMkZdN2WisnkrFvlPvJn913doAVw1nQGW1en_i5y6YApamcBd3rM00jCgLmHzG9dRvP0nG13MsjGTJGWTflP02XM7YVmBPRHw/s1600/1677506598184980-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgen8s8Z8JP8vpKkLI2PWPJWDe5DxvO_Lk5zxqIKWFKFujMkZdN2WisnkrFvlPvJn913doAVw1nQGW1en_i5y6YApamcBd3rM00jCgLmHzG9dRvP0nG13MsjGTJGWTflP02XM7YVmBPRHw/s1600/1677506598184980-0.png" width="400">
</a>
</div>Laskar PMK Nggedrug Bumi Tuban<div>Oleh: Joyo Juwoto</div><div><br></div><div>"Satu Hati Tolak Korupsi" </div><div>"Perangi tindakannya tanpa memusuhi orangnya, sadarkan dengan kekuatan kata-kata".</div><div><br></div><div>Begitu slogan yang diusung dalam Roadshow #60 Puisi Menolak Korupsi (PMK) yang diadakan di Kota Tuban, pada hari Sabtu, tanggal 25 Februari 2023. </div><div><br></div><div>Ada dua agenda kegiatan dalam Roadshow PMK ke 60 ini, pagi hari digelar sarasehan kebangsaan satu hati tolak korupsi yang diadakan di Pondok Pesantren Ash-Shomadiyah Makam Agung Tuban, dan malam harinya digelar pembacaan puisi menolak korupsi yang didatangi penyair-penyair dari berbagai daerah, seperti Bojonegoro, Nganjuk, Lamongan, Surabaya, Pasuruan, Malang, Madura, Pati, Kudus, Jepara, Wonogiri, Purwokerto da dari Tuban sendiri tentunya.</div><div><br></div><div>Meminjam istilah bahasa dari Mas Agus Sighro, seorang penyair dari Bojonegoro, bahwa para penyair dari berbagai daerah dengan maksud dan tujuan yang sama, dengan ideologi yang sama juga yaitu ideologi menolak korupsi akan Nggedrug Bumi Tuban untuk ikut serta memeriahkan Roadshow #60 PMK tersebut.</div><div><br></div><div>PMK sendiri sebuah kegiatan kolektif arus bawah para penyair dari berbagai daerah yang dikomandani oleh penyair asal Solo Sosiawan Leak dalam rangka menyuarakan anti terhadap segala hal yang berbau korupsi. Ya, menurut penyair yang oleh Gus Mus dijuluki Penyair Jahiliah ini menyatakan bahwa PMK adalah Roadshow siapa saja yang berideologi anti terhadap korupsi, siapapun dia, dan apapun profesinya.</div><div><br></div><div>Ini adalah kali pertama saya hadir mengikuti Roadshow PMK, sebelumnya saya hanya tahu event ini di media sosial. Alhamdulillah berkat kelindan teman-teman solidaritas pegiat literasi Tuban, khususnya Mas Nahrus, Cak Ipin, Mas Nastain, dan Kang Agus Hewod yang pertama kali membawa bendera PMK dan mengibarkannya di Bumi Tuban kita.</div><div><br></div><div>Walau sebagai silent reader, dan hanya duduk menonton para penonton dan juga mengikuti penampilan para penyair ngetop tersebut, saya sangat menikmati malam gelap yang bertabur kata penuh makna itu. Saya berharap kata-kata yang disuarakan itu terbenam di kedalaman Bumi Tuban kemudian menumbuhkan bibit-bibit kebaikan yang menjelma menjadi tanaman, menjadi pohon-pohon yang kemudian di makan oleh masyarakat sehingga nanti akan melahirkan masyarakat yang anti korupsi. Atau kata-kata yang dibaca para penyair itu menguar ke udara menjadi semacam virus-virus yang kemudian dihirup oleh masyarakat sehingga masyarakat terjangkit wabah anti korupsi.</div><div><br></div><div>Atau mungkin yang lebih dahsyat lagi, kata-kata itu menjelma menjadi ribuan doa, kemudian melangit dan mengangkasa, kemudian diaminkan oleh para malaikat di Sidratil Muntaha dan menjadi garis suratan takdir bahwa pada saatnya korupsi akan layu dan mati dari negeri yang kita cintai ini.</div><div><br></div><div>Saya gemetar bumi batinku horek saat komandan PMK kang Leak dengan penuh teaterikal memanggil dan memperkenalkan para laskar anti korupsi tersebut maju ke depan. Mereka ini seperti tentara langit, yang turun ke bumi dengan membawa misi meneriakkan anti korupsi. Sungguh hal yang luar biasa, ya, setidaknya ini pengalaman batin yang saya rasakan saat itu.</div><div><br></div><div>Saya mengikuti acara hingga purna, dan kemudian pulang dengan membawa segudang angan dan bayangan hidup di negeri tanpa korupsi. Negeri yang dicita-citakan para pendiri bangsa ini, negeri yang sesuai misi para Nabi, dan Negeri yang Tuhan akan memberkati dan meridhoi, yaitu sebuah negeri yang Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur. </div><div><br></div><div><br></div><div>*Bejagung, 27 Februari 2023*</div><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>joyojuwotohttp://www.blogger.com/profile/10106935200030966065noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-39200175001776184212023-02-17T17:42:00.001+07:002023-02-17T17:42:46.616+07:00Ziarah Ke Pusara RA. Kartini di Rembang<div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXq6Hk_h9b6fHuYuWsGbKJ2-PvxTFPYbqfrJ5950DvDzRr-fS7xtkmuLqhj0saQsX9JkwwK9j7XgEBifW_aBU-TX-CKY-hSStXcvG55-CB1ZXQQ4_MvkYF9UhX1cyUWvJCkoWATOGEp80/s1600/1676630559480727-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXq6Hk_h9b6fHuYuWsGbKJ2-PvxTFPYbqfrJ5950DvDzRr-fS7xtkmuLqhj0saQsX9JkwwK9j7XgEBifW_aBU-TX-CKY-hSStXcvG55-CB1ZXQQ4_MvkYF9UhX1cyUWvJCkoWATOGEp80/s1600/1676630559480727-0.png" width="400">
</a>
</div>Ziarah Ke Pusara RA. Kartini di Rembang</div><div>Oleh: Joyo Juwoto</div><div><br></div><div>Usai sowan dari Gus Mus di Leteh Rembang, saya Mas Rosyid dan Mas Nahrus ada keinginan untuk ziarah ke pusara tokoh emansipasi kaum perempuan, RA. Kartini yang masyhur dengan karya tulisnya yang berjudul "Habis gelap terbitlah terang".</div><div><br></div><div>Awalnya kami mengira makam beliau ada di pusat kota Rembang atau dekat dengan pantai Kartini, namun kami salah, makam RA. Kartini ternyata ada di desa Bulu Kec. Bulu Kab. Rembang, sekitar 17 KM ke arah selatan dari kota Rembang di jalur jalan raya Rembang-Blora.</div><div><br></div><div>Sepanjang perjalanan menuju arah Blora, saya membayangkan apa yang di tulis oleh Pram, dalam gadis Gadis Pantai. Sebuah roman yang menggambarkan bagaimana nasib seorang gadis yang dipaksa menikah dengan laki-laki yang sama sekali tidak dikenalnya, dan hanya diwakili oleh sebilah keris yang nantinya menghantarkan Sang Gadis ke dalam tembok belenggu adat yang merantai kemerdekaannya. Dan hal seperti ini sangatlah lumrah terjadi pada kala itu, semua memakluminya.</div><div><br></div><div>Seakan sudah menjadi suratan nasib dan garis takdir yang menganggap kaum perempuan sebagai konco wingkingnya kaum laki-laki. Budaya feodal dan patriarki inilah yang dijadikan lawan bagi kemerdekaan dan kesetaraan kaum perempuan yang diperjuangkan oleh RA. Kartini.</div><div><br></div><div>Dalam teori startifikasi sosial, masyarakat kala itu terbagi menjadi kaum priyayi dan masyarakat jelata. Kaum priyayi dianggap memiliki derajat yang lebih luhur dibandingkan dengan rakyat, sehingga mereka seakan dianggap sah menguasai hal ihwal rakyat. </div><div><br></div><div>Di sampul belakang buku roman Gadis Pantai ada sebuah kalimat yang sangat menusuk hati. </div><div><br></div><div>"Mengerikan bapak, mengerikan kehidupan priyayi ini...Ah tidak, aku tak suka pada priyayi. Gedung-gedungnya yang berdinding batu itu neraka. Neraka. Neraka tanpa perasaan".</div><div><br></div><div>Lihatlah bagaimana seorang priyayi Jawa saat itu bisa dengan seenaknya mengambil seorang gadis untuk dijadikan gundiknya, menjadi Mas Nganten yang hanya sekedar untuk melayani "kebutuhan" seks priyayi tersebut. Benar-benar mengerikan.</div><div><br></div><div>Kita patut bersyukur, kaum perempuan Nusantara patut berterima kasih dan nyekar ke pusara RA. Kartini, kunjungi makamnya, usap nisannya, bawakan bunga, bacakan doa, dan kirimkan hadiah Fatihah buat beliau. </div><div><br></div><div>Kartini adalah salah satu tokoh yang punya kepedulian terhadap nasib bangsanya, nasib kaumnya yang ditindas atas nama konsep otak-atik kata yang menempatkan wanita berasal dari kata wani ditata. Tapi, wanita jangan hanya wani ditata saja, wanita hari ini juga harus siap wani nata, demi sebuah kata perjuangan emansipasi kaum perempuan. </div><div><br></div><div><br></div><div>Bangilan, 17 Februari 2023</div><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>joyojuwotohttp://www.blogger.com/profile/10106935200030966065noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-49413268390001672982023-02-15T11:28:00.001+07:002023-02-15T11:28:41.751+07:00Kedermawanan Gus Mus<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmTdvYrsaxV7uw88F1CpF5zbqRAaqyHZHmDtOUA9LqRdLsRM0lKHRGFYau01Boq6U_J3UWUl4cGnBbWwLXOKchferj1oYiS8mPAG6Yxei3KlIKerqmu_EaW2yl-xbQysu0nU_b4_IFcBY/s1600/1676435306668823-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmTdvYrsaxV7uw88F1CpF5zbqRAaqyHZHmDtOUA9LqRdLsRM0lKHRGFYau01Boq6U_J3UWUl4cGnBbWwLXOKchferj1oYiS8mPAG6Yxei3KlIKerqmu_EaW2yl-xbQysu0nU_b4_IFcBY/s1600/1676435306668823-0.png" width="400">
</a>
</div>Kedermawanan Gus Mus<div>Oleh: Joyo Juwoto</div><div><br></div><div>Ulama bukan hanya sekedar mengajar umat dengan banyaknya bahan ajar, ulama bukan juru dongeng tentang kisah-kisah masa silam yang bikin kita tercengang, ulama bukan pula pemberi fatwa dan nasehat kepada umat, tapi ulama adalah pelaku dari apa yang disampaikannya. Ulama adalah pewaris para Nabi baik dalam sikap, ucapan, dan tingkah lakunya. Begitu lembaran hikmah yang saya tangkap saat sowan Gus Mus di Leteh Rembang.</div><div><br></div><div>Setelah bubar dari pengajian Jum'at pagi di pondoknya Gus Mus, para jama'ah sama pulang, ada pula yang masih ngobrol di pinggir jalan. Saya lihat jama'ah ibu-ibu yang membawa anak-anaknya untuk salim kepada Gus Mus yang berjalan menuju ndalem. Di sepanjang perjalanan Gus Mus merogoh sakunya, beliau memberikan sangu kepada anak-anak tersebut. Saat itu juga saya berfikir, "Owh begitu yang seorang Kiai itu, sangat dermawan sekali". Satu teladan yang lebih afsohu minal kalam, lebih mengena dari sekedar tuturan lisan.</div><div><br></div><div>Dari apa yang dilakukan oleh Gus Mus pagi itu mengajarkan banyak hal yang bisa saya tangkap, diantaranya adalah beliau sedang menanamkan sebuah perasaan kegembiraan pada anak-anak. Dalam bawah sadarnya anak akan berfikir, "Enak ya ikut mengaji, dapat sangu" mereka tentu bahagia. Dari sini Gus Mus sedang menanamkan benih cinta ilmu dan cinta Kiai kepada anak-anak tersebut. Menurut bahasa Gus Baha' ini keren. Ilmu dan agama harus membuat orang bahagia, lha wong kemaksiatan saja menawarkan kebahagiaan, masak sebuah kebenaran harus ditampilkan dengan wajah yang sangat dan menyeramkan?</div><div><br></div><div>Sikap dan perilaku Gus Mus ini tentu membekas di hati anak-anak, ini adalah sebuah metode menanamkan karakter kebaikan dengan cara yang sangat istimewa. Sifat sakho' atau dermawan memang menjadi sikap yang sangat utama, hal ini banyak dicontohkan oleh para Nabi dan juga tentu oleh para kiai yang menjadi pewaris para nabi. Dalam sebuah hadits dinyatakan, "Assakhiuu qoriibun minal Jannah, wa baiidun minan Nar" Kedermawanan itu dekat dengan surga, jauh dari neraka.</div><div><br></div><div>Nabi Muhammad Saw itu terkenal sebagai mister yes, orang yang tidak bisa bilang no dalam sebuah kebaikan. Nabi Muhammad Saw hampir tidak pernah bilang tidak kecuali saat mengucapkan syahadat, La Ilaha Illallah, Tidak ada Tuhan selain Allah. Kedermawanan beliau terkenal seantero jagad kala itu.</div><div><br></div><div>Umar bin Khattab, pernah mengisahkan kedermawanan Nabi Muhammad Saw, Umar berkata:</div><div><br></div><div>"Suatu hari seorang laki-laki datang menemui Rasulullah SAW untuk meminta-minta, lalu beliau memberinya. Keesokan harinya, laki-laki itu datang lagi, Rasulullah juga memberinya. Keesokan harinya, datang lagi dan kembali meminta, Rasulullah pun memberinya.</div><div><br></div><div>Begitulah sifat Nabi, tidak pernah mengecewakan orang yang datang kepada beliau. Nabi Muhammad Saw selalu membantu dan memberikan solusi bagi permasalahan umatnya, tidak hanya di dunia, bahkan kelak besok di akhiratnya juga. Kedermawanan adalah salah satu sifat kenabian yang utama, semoga kita bisa meneladaninya, sebagaimana Gus Mus yang merogoh kocek buat anak-anak.</div><div><br></div><div><br></div><div>Bangilan, 15 Februari 2023</div><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>joyojuwotohttp://www.blogger.com/profile/10106935200030966065noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-11577912132768104662023-02-15T06:11:00.001+07:002023-02-15T06:13:36.944+07:00Sowan Gus Mus di Leteh Rembang<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhC71MA1Fyz_qqsfwdtjjCO-qDfMTWUfWXPxzPFQqep0QfHfVj8pNyHLkX-hpNcdGTulGji7FTv1lAWfu-ffQkmUplELE-1jHDBX-Oc6k0aYvmfTGFxrMbGuv0xv7lyHZodUc6YwQXgAfQ/s1600/1676416304296701-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhC71MA1Fyz_qqsfwdtjjCO-qDfMTWUfWXPxzPFQqep0QfHfVj8pNyHLkX-hpNcdGTulGji7FTv1lAWfu-ffQkmUplELE-1jHDBX-Oc6k0aYvmfTGFxrMbGuv0xv7lyHZodUc6YwQXgAfQ/s1600/1676416304296701-0.png" width="400">
</a>
</div>Sowan Gus Mus Di Leteh Rembang<div>Oleh: Joyo Juwoto </div><div><br></div><div>Ini adalah kedua kalinya saya ke Rembang dalam rangka sowan Gus Mus. Di Tahun 2019 saya bersama rombongan teman-teman dari Pondok sowan ke ndalem beliau dalam rangka hari lebaran, sayangnya saat itu Gus Mus sedang tidak enak badan, sehingga sowan saya waktu itu yang masih di masa pandemi qadarullah belum bisa bertemu dengan beliau. Saat itu yang menerima tamu adalah putra mantu beliau pengampu ngaji ihya online, Gus Ulil Abshar Abdalla. Alhamdulillah.</div><div><br></div><div>Jika mengingat sowan saya yang pertama itu saya merasa malu sendiri, karena waktu itu saya membawa buku saya yang berjudul Dalang Kentrung Terakhir. Niat saya tabarrukan ke beliau Gus Mus. Karena tidak bisa langsung bertemu Gus Mus, akhirnya buku itu saya titipkan Gus Ulil. Entah bagaimana kelanjutannya, Gus Ulil inbox di FACEBOOK, beliau berkenan membeli buku saya tersebut. Sebenarnya saya lebih suka menghadiahkan buku itu, tapi beliau bersikeras membeli, saya pun hanya bisa sami'na wa atho'na, sendiko dawuh marang dawuhnya beliau. Buku Dalang Kentrung Terakhir dan buku Tiga Menguak Pram akhirnya saya kirimkan ke alamat beliau di Pondok Gede Bekasi. Sungguh ini adalah suatu kebahagiaan yang tak terkira bagi saya.</div><div><br></div><div>Setelah sowan saya pertama tahun 2019 silam tidak bertemu Gus Mus, di lebaran selanjutnya saya belum juga berkesempatan untuk sowan beliau. Alhamdulillah anugerah untuk sowan akhirnya kesampaian juga, ceritanya waktu itu saya diajak ngobrol sama pegiat rumah persinggahan mas Nahrus untuk membahas kegiatan road show Puisi Menolak Korupsi (PMK) yang rencananya akan digelar di Kabupaten Tuban. Dari obrolan ini akhirnya saya, Nahrus, dan Mas Rosyid Singgahan bersepakat untuk sowan ke Gus Mus, siap tahu beliau ada waktu untuk hadir pada kegiatan PMK di Tuban. Kalaupun beliau tidak bisa rawuh, yang pasti kami punya kewajiban untuk sowan dan meminta doa serta restu dari beliau untuk mengadakan kegiatan PMK.</div><div><br></div><div>Jumat pagi sekitar jam setengah tujuh mas Nahrus dan mas Rosyid janjian berangkat dari Singgahan, sedang saya menunggu di pertigaan Puthogoro utara rumah saya. Kami bertiga pun meluncur ke Rembang. Perjalanan dari Bangilan ke Rembang kurang lebihnya satu jam. Menurut info dari teman, Gus Mus bisa disowani sekitar pukul sepuluh, akhirnya kami berhenti terlebih dahulu di alun-alun Rembang. Kami ngopi dan menikmati nasi kucing yang dibawa mas Rosyid dari rumah.</div><div><br></div><div>Sekitar setengah jam kami di alun-alun, selanjutnya Carry merah tahun 80-an yang disopiri mas Nahrus membawa kami menuju Leteh, ndalemnya Gus Mus. Mobil carry lawas yang bandel ini juga yang nantinya berjasa mengantarkan kami ziarah ke makam RA. Kartini dan ke Pataba di Blora. Tidak susah untuk mencari ndalem Gus Mus, selain beliau memang seorang tokoh dan Kiai kelas dunia akhirat, memang jika Jumat pagi Gus Mus ini rutinan memberikan pengajian kepada masyarakat. Jalanan dan pondok beliau dipenuhi para muhibbinnya, sehingga pondok Gus Mus ini mudah untuk dikenali.</div><div><br></div><div>Kami sempat ikut ngaji nguping, karena kami sampai di lokasi pondok kurang dari jam sepuluh pagi. Tepat jam sepuluh pengajian selesai, orang-orang sama buyar kembali melanjutkan aktivitasnya. Setelah pengajian inilah Gus Mus biasa open house untuk menerima tamu. Waktu itu ada beberapa tamu yang ingin sowan. Ada yang sowan karena mengadukan permasalahan hidupnya, ada yang sowan pamit dan minta doa berangkat umroh, dan berbagai hal lainnya. Kami pun yang juga punya hajat ikut serta duduk menunggu beliau menemui kami.</div><div><br></div><div>Alhamdulillah sebelum teh dan jajanan yang dihidangkan tandas kami minum, Gus Mus sudah keluar menemui para tamu. Kami antri. Ketika tiba giliran kami, Kami ditanya oleh dari mana, maka serempak kami menjawab dari Tuban. Mas Nahrus sebagai jubir kemudian matur tentang agenda PMK yang akan digelar di Tuban. Karena bertepatan dengan bulan Isra' mi'raj yang mana beliau sudah sangat padat sekali agendanya, maka kami kebagian hari. Tak apa, yang terpenting kami bisa sowan beliau adalah sebuah kebanggaan tersendiri. Sebagai momentumnya kami pun berfoto dengan beliau.</div><div><br></div><div>Setelah dirasa cukup, serta sudah tidak ada lagi hal yang dibahas, kami pun memohon diri untuk pamit, biar gantian dengan tamu yang lain yang akan sowan beliau. Melihat banyaknya tamu pada pagi itu. Setelah undur diri dari Leteh, kami meluncur ke arah Blora menjemput asa yang juga tertunda, ziarah ke makam RA Kartini dan juga silaturahmi ke Pataba sowan ke Mbah Soesilo Toer setelah sekian purnama tak bersua.</div><div><br></div><div><br></div><div>Bangilan, 15 Februari 2023</div><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>joyojuwotohttp://www.blogger.com/profile/10106935200030966065noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-49402619147944469602022-10-20T10:26:00.001+07:002022-10-20T10:26:41.377+07:00Suluk Puisi Menempuh Jalan Sunyi<div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLl9eMExUI6JzSn1amMPlUHR_CQmfyolrIzgDAwihHY81yfvTdSywAG7KG1Z5Dc71mjWj_O-jsrmBWmbP4P0ejf8tubg3FXVEh6uZqutrgT2G1RkItEZBiHNd80hueDYmXCWRDNGmagzM/s1600/1666236393011007-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLl9eMExUI6JzSn1amMPlUHR_CQmfyolrIzgDAwihHY81yfvTdSywAG7KG1Z5Dc71mjWj_O-jsrmBWmbP4P0ejf8tubg3FXVEh6uZqutrgT2G1RkItEZBiHNd80hueDYmXCWRDNGmagzM/s1600/1666236393011007-0.png" width="400">
</a>
</div><br></div><div>Suluk Puisi Menempuh Jalan Sunyi</div><div>Oleh: Joyo Juwoto</div><div><br></div><div>Jalanku adalah jalan sunyi</div><div>Jalan yang membentang diantara diriku dan dirimu</div><div>Jalan yang tak berjarak namun tak tertebak</div><div><br></div><div>Jalanku adalah jalan sepi </div><div>Jalan yang kutempuh penuh peluh</div><div>Demi memeluk asa yang mengangkasa</div><div>Dalam dekapan sayap-sayap cintamu</div><div><br></div><div>Jalanku adalah jalanmu</div><div>Yang menyaru dalam dendang puisi bisu</div><div>Menyebut asmamu penuh rindu</div><div><br></div><div>Asma-asmamu bergetar dalam degup jantungku</div><div>Asma-asmamu merambah dalam desah nafasku</div><div><br></div><div>Menggenang tenang, mengalir dalam bulir-bulir suluk puisi </div><div>Mengabadi bersama dalam guratan tinta takdirmu</div><div><br></div><div>Menempuh jalanmu adalah menuju kesunyian hati</div><div>Merenda cahaya dalam gelapnya jiwa</div><div>Menepi menyepi suwungkan diri</div><div><br></div><div><br></div><div>Bangilan, 19/10/22</div><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>joyojuwotohttp://www.blogger.com/profile/10106935200030966065noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-39454822308952145772022-10-01T09:42:00.001+07:002022-10-20T10:28:43.596+07:00Pancasila di Mata Santri<div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj7S4Xh7edXe2qjPBoLYT_al-Lpqq81KpzGHa76SYhILA2tUXTkmxsWCFwU0r1sjIZu_IJEPaw8VWsx9x0GU65Q3BASleSH6agD-uCbMXZl7MLx9wRNyUWQ3UmHCJdhhp4YgDXe7szn1cg/s1600/1664592131162223-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj7S4Xh7edXe2qjPBoLYT_al-Lpqq81KpzGHa76SYhILA2tUXTkmxsWCFwU0r1sjIZu_IJEPaw8VWsx9x0GU65Q3BASleSH6agD-uCbMXZl7MLx9wRNyUWQ3UmHCJdhhp4YgDXe7szn1cg/s1600/1664592131162223-0.png" width="400">
</a>
</div><br></div>Pancasila di Mata Kiai dan Santri<div>Oleh: Joyo Juwoto</div><div><br></div><div>Santri itu kiblatnya adalah Kiai, punjernya juga Kiai, pandangannya mengikuti Kiai, sehingga dalam memahami apapun biasanya santri hampir dapat dipastikan nderek dawuhe Kiai, sami'na wa atho'na selalu dengan Kiai. Begitupula dalam memandang ideologi Pancasila, sikap santri pasti mengikuti dawuh Kiainya.</div><div><br></div><div>Pancasila ini termasuk yang sering didawuhkan oleh KH. Maimoen Zubair sebagai bagian dari PBNU yang menjadi Pusaka Nusantara yang wajib kita jaga bersama. PBNU di sini bukan singkatan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, tapi kepanjangan dari Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Undang-undang Dasar 1945. Sangat pas dan paket komplit sekali. </div><div><br></div><div>Saya di sini dalam memahami Pancasila tidak akan membahas secara ilmiah, di negara ini sudah banyak pakar tentang itu, bahkan ada lembaga negara yang digaji ratusan juta untuk menjadi juru tafsir Pancasila itu sendiri. Saya juga tidak akan membahas bagaimana dulu Piagam Jakarta yang menjadi ruh dari Pancasila ini. Saya hanya akan membahas Pancasila dengan bahasa yang mudah diterima oleh kalangan santri. </div><div><br></div><div>Entah ketepatan atau tidak, ideologi bangsa Indonesia kok memakai istilah Pancasila, yang berarti lima dasar. Lha dalam ajaran santri angka lima ini cukup sakral karena dihubungkan dengan rukun Islam yang lima isinya, jumlah ibadah shalatnya umat Islam ya lima waktu juga.Tidak hanya itu saja, secara kejawen Pancasila sesuai dengan istilah sedulur papat lima pancer. Jadi kayak klop begitu jika mengomongkan masalah Pancasila tadi baik secara syariat Islam maupun secara kejawen.</div><div><br></div><div>Salah seorang ulama Sepuh yaitu beliau KH. Maimoen Zubair dawuh: "Pancasila itu terdiri dari lima bintang yang itu sejalan dengan konsep maqashid as-syariah di dalam Islam. Lima hal itu adalah menjaga jiwa, akal, harta, keturunan, dan martabat manusia." Lihatlah, bagaimana Mbah Moen begitu seriusnya memaknai dan memberikan tafsir Pancasila sebagai maqhasid as-syariah dalam ajaran Islam. </div><div><br></div><div>Lima hal yang di dawuhkan Mbah Moen adalah sesuatu yang sangat asasi dalam kehidupan manusia, dan ajaran Islam sangat concern dengan hal tersebut, karena menjaga maqasid as-syariah berarti menjaga keberlangsungan hidup dan kehidupan yang membawa kepada kemaslahatan, baik secara individu maupun secara sosial.</div><div><br></div><div>Habib Luthfi Pekalongan juga sangat menekankan agar para santri dan generasi muda bangsa selalu berpegang teguh dengan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Karena pada dasarnya Pancasila itu memiliki keterkaitan dengan keagamaan. Pancasila boleh diperdebatkan penafsirannya, tetapi Pancasila tidak boleh memperdebatkan butir-butirnya. Apalagi saat Muktamar NU di Situbondo sudah putuskan bahwa Pancasila adalah asas Negara dan Jam’iyah Thariqah menegaskan NKRI harga mati. </div><div><br></div><div>Habib luthfi juga dawuh: “Pancasila mampu melindungi pluralitas yang ada, dan menjadi ideologi negara, maka Pancasila akan memperkokoh pertahanan nasional dan memperkokoh NKRI. Sebab Pancasila akan dimiliki semua pihak. Bila Pancasila itu tumbuh pada diri setiap anak bangsa dengan diperkokoh atau di beck-up oleh agamanya, maka kekuatan, kesatuan dan persatuan semakin erat terjalin dan tidak akan mudah digoyahkan. Karena Pancasila menjadi sebab tumbuhnya nasionalisme dan bebas dari kepentingan politik atau tidak akan menjadi bemper kepentingan politik. Sehingga tumbuh mekar secara murni kecintaan kepada agama, tanah air dan bangsa. Dari itu akan menjadi cermin bagi bangsa lain.”</div><div><br></div><div>Saya mengamini apa yang didawuhkan beliau Habib Luthfi, bahwa Pancasila adalah ideologi negara yang melindungi keberagaman dan pluralitas di Indonesia, Pancasila harus ditanamkan sejak dini di dalam sanubari anak bangsa, dan biarkan nilai-nilai Pancasila itu tumbuh menjadi jatidiri bangsa yang melahirkan rasa nasionalisme, cinta tanah air, bangsa dan negara. </div><div><br></div><div>Mungkin kalangan akademisi memandang ini adalah hanya sekedar otak-atik mathuk saja, namun bagi saya tidak demikian, segala upaya yang dilakukan oleh Ulama guna menafsirkan Pancasila di atas adalah sebuah kecerdasan sekaligus kearifan untuk menyampaikan nilai-nilai Pancasila kepada kaum santri dengan penuh kebijaksanaan. Menurut saya justru ini adalah sebuah nilai plus. </div><div><br></div><div>Tapi bagaimanapun juga kita sangat boleh untuk tidak sepakat dengan banyak hal, termasuk dalam penalaran Pancasila di atas. Yang pasti Pancasila sebagai ideologi bangsa, Kebhinekaan yang Tinggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Undang-undang Dasar 1945 adalah pandangan final yang harus kita jaga, kita rawat, dan kita semai untuk anak cucu kelak.</div><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>joyojuwotohttp://www.blogger.com/profile/10106935200030966065noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-62113227766000717262022-08-21T21:20:00.000+07:002022-08-21T22:28:28.544+07:00Menepi Berkawan Sepi<p></p><p align="center" class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;"><b><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_mIfoNLyXB-MRr6sbg6qSfrihD0owTPfw3n9ICGKy4dEPfgfpEhHonazYPmSU7gVHvC5olymWdSlwfiXKQTqh0JvxNHDceOpU8G9iV_4gQttkxW1H8w9VSKox6_FkEIE40tA2zbfMoFM/s1600/1661095699345958-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_mIfoNLyXB-MRr6sbg6qSfrihD0owTPfw3n9ICGKy4dEPfgfpEhHonazYPmSU7gVHvC5olymWdSlwfiXKQTqh0JvxNHDceOpU8G9iV_4gQttkxW1H8w9VSKox6_FkEIE40tA2zbfMoFM/s1600/1661095699345958-0.png" width="400">
</a>
</div>Menepi
Berkawan Sepi<o:p></o:p></span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;"><b><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Oleh: Joyo Juwoto</span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Pada suatu senja, saat temaram mulai mulai menghunjam<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Kau terhuyung diterpa angin laut utara<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Matahari memerah darah di ujung lazuardi <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Pedih perih jiwamu bagai butiran pasir dilanda
hempasan gelombang pasang <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Kau termenung di bawah langit yang menggulung mendung<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Kalut bergelayut menghitam pada cakrawala kelam<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Kepada laut kau tumpahkan semudra resah<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Kepada ombak kau hempaskan segala gundah<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Kepada camar-camar kau titipkan secuil kerinduan entah
tentang apa, pada sayapnya yang melayang ke angkasa<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Kepada karang kau berharap ketegarannya, dalam setiap
terjangan badai yang menggoncang <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Kepada pasir-pasir kau mengadu tentang segala
kerinduanmu yang berakhir menjadi debu<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Kepada angin yang berhembus sepoi-sepoi<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Kau merenungi kesunyian hati<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Kepada cemara yang melambai, kau munajatkan cinta yang
dihempas badai<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Kepada hati yang sunyi<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Kau menepi, menyepi<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Berkawan sepi<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><b><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: major-bidi;">Senjakala, 22/09/21<o:p></o:p></span></b></p><br><p></p><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>joyojuwotohttp://www.blogger.com/profile/10106935200030966065noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-36218814752303645562022-07-26T08:06:00.000+07:002022-07-26T08:06:21.716+07:00Hikayat Senyuman<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVNzx735Xh5Jhi0eqg2wb8krOTG0t167aHvO7K2brMB5vLaqXneEiAPcv0epzUu8IqZHsmafb3oXmQFGP6YFDMfcYqY8jmI5HPuRWkf3U0mUFSX-HtB-t_73_ChKp5J4IDDu7m9sZSngw/s1600/Screenshot_2019-07-03-11-52-51-729_com.android.chrome.png" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="603" data-original-width="882" height="218" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVNzx735Xh5Jhi0eqg2wb8krOTG0t167aHvO7K2brMB5vLaqXneEiAPcv0epzUu8IqZHsmafb3oXmQFGP6YFDMfcYqY8jmI5HPuRWkf3U0mUFSX-HtB-t_73_ChKp5J4IDDu7m9sZSngw/s320/Screenshot_2019-07-03-11-52-51-729_com.android.chrome.png" width="320" /></a></div>
Hikayat Senyuman<br />
Oleh: Joyo Juwoto<br />
<br />
Pendar matamu adalah cahaya<br />
Yang menembus di relung jiwa<br />
Selarik senyummu adalah misteri<br />
Di garis temaram yang sepi<br />
<br />
Kau adalah bait puisi<br />
Yang tak pernah usai kueja<br />
Kau adalah sajak<br />
Yang mengalir dalam labirin rasa<br />
<br />
Aku jelajahi lembah jiwamu<br />
Menakar kedalaman rahasia dalam hikayat Senyummu<br />
<br />
Aku susuri sungai-sungai di lubuk hatimu<br />
Menafsir bening mata air air matamu<br />
<br />
Jiwa ragamu adalah misteri semesta raya<br />
Yang maujud dalam Hawa<br />
Sedang aku adalah Adam<br />
Yang kesepian menunggu titah Tuhan<br />
Dalam sabda Kun-Nya<br />
<br />
Tuban, 03 Juli 2019<div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>joyojuwotohttp://www.blogger.com/profile/10106935200030966065noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-10495248368719558882022-07-26T08:04:00.000+07:002022-07-26T08:04:01.983+07:00Seraut Wajah Tuhan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_FZH9GakGKnlKm0IWJ7IJERBvXDiqc3K8-r_OkSPvaRxSIY7hz5LodscHI2qhsHZh5JxJpTVUixRarei-SOt3gthtoc3bwykfiHw-OSOLue0zY8CSX8GWgQc64bYqaOyGtWMtykbJ89c/s1600/IMG_20190708_171616.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_FZH9GakGKnlKm0IWJ7IJERBvXDiqc3K8-r_OkSPvaRxSIY7hz5LodscHI2qhsHZh5JxJpTVUixRarei-SOt3gthtoc3bwykfiHw-OSOLue0zY8CSX8GWgQc64bYqaOyGtWMtykbJ89c/s200/IMG_20190708_171616.jpg" width="200"></a></div>
Seraut Wajah Tuhan<br>
Oleh: Joyo Juwoto<br>
<br>
Aku melihat Tuhan<br>
pada keindahan seraut wajahmu<br>
<br>
Aku melihat kemurahan Tuhan<br>
pada senyummu yang menawan<br>
<br>
Memandangmu duhai sang kekasih<br>
laksana bermandikan cahaya seribu purnama<br>
<br>
Seulas senyummu wahai sang pujaan<br>
bagai mata air yang menyejukkan<br>
<br>
Gelombang cintamu<br>
Menjelma menjadi badai rindu<br>
Yang menenggelamkan jiwa ragaku<br>
<br>
Duhai sang Kekasih<br>
Duhai sang pujaan<br>
Aku terbenam<br>
dalam samudera kerohman-rohim-Mu<br>
<br>
*Bangilan Pada Senja Hari, 09/07/19<div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>joyojuwotohttp://www.blogger.com/profile/10106935200030966065noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-51972270571057851742022-07-26T05:57:00.001+07:002022-07-26T05:57:10.857+07:00Arok Dedes dalam Roman Pramoedya Ananta Toer<div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgofgRaFw1nfg5RzSUlOCshkRlnAC3vK2Vt0mFeWnVThILTC5qN3V6cKNy30RvdeHUM10gK4UzU_65dsvuQjwoJ4Ju1WmJRk2j-xyJJvK5D2QV4C5cPSZPkzYo8CkAwSXgAGqiB5XRWTNA/s1600/1658789821600610-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgofgRaFw1nfg5RzSUlOCshkRlnAC3vK2Vt0mFeWnVThILTC5qN3V6cKNy30RvdeHUM10gK4UzU_65dsvuQjwoJ4Ju1WmJRk2j-xyJJvK5D2QV4C5cPSZPkzYo8CkAwSXgAGqiB5XRWTNA/s1600/1658789821600610-0.png" width="400">
</a>
</div>Arok Dedes dalam Roman Pramoedya Ananta Toer</div><div>Oleh: Joyo Juwoto</div><div><br></div><div>Banyak buku yang ditulis Pram yang saya baca, tapi untuk Arok Dedes baru kesampaian terbaca. Selain saya yang sudah kena penyakit malas membaca, karena roman Arok Dedes ini lumayan tebal, jadi ketebalannya menyempurnakan kemalasan saya dalam membaca roman tersebut.</div><div><br></div><div>Sebenarnya lucu juga ketika saya mendapatkan julukan seorang yang agak-agak mendekati Pramis dari salah satu guru saya menulis, tapi belum semua bukunya Pram saya baca. Walau demikian saya patut berbangga hati karena begini-begini saya pernah menulis esai tentang Pram bersama dua orang Pramis 24 karat tulen. Judul bukunya Tiga Menguak Pram.</div><div><br></div><div>Saya mulai tertarik membaca Arok Dedesnya Pram setelah saya membaca Pararaton yang ditulis ulang oleh Gamal. Kemudian saya mengulas ulang tentang Ken Arok yang saya padukan dengan ingatan dan kenangan saya saat mendengarkan kisah sandiwara radio Sabda Pandita Ratu. Nostalgia yang saya tuliskan itu serasa membawa saya memasuki lorong-lorong kebahagiaan di dalam perasaan. Sensasinya sungguh terasa.</div><div><br></div><div>Setelah membaca Pararaton itulah kemudian saya mulai mencari Arok Dedes yang tebalnya mencapai 500an halaman. Saya mulai ngemil membaca, dan ternyata bagus sekali Pram dalam menulis kisah sejarah itu. Pram benar-benar piawai mengolah kata, dan perbendaharaan pengetahuan Pram tentang Arok Dedes sangat mencengangkan menurut saya. Banyak istilah-istilah kuno yang dipakai oleh Pram, sehingga di sana-sini ada catatan kaki untuk menjelaskan kosakata yang asing bagi pembaca. Pram sungguh luar biasa.</div><div><br></div><div>Jika di serat Pararaton kisah Ken Arok banyak dongeng dan kisah mistisismenya, lain dengan Arok Dedesnya Pram,. Ia sungguh menolak itu semua. Di tangan Pram Arok Dedes menjadi cerita politik yang menggetarkan. Inilah kudeta berdarah yang dilakukan secara cerdik yang pelakunya justru dianggap sebagai pahlawan dan mendapatkan penghormatan yang tinggi. Demikian ujar pengantar dalam romannya Pram.</div><div><br></div><div>Ada banyak pengetahuan yang bisa saya petik dari membaca Arok Dedesnya Pram, semisal Tunggul Ametung dulu saya anggap sebuah nama, ternyata itu adalah gelar jabatan yang artinya adalah penggada kayu. Dia adalah alat yang dipakai oleh Sri Kertajaya Raja Kediri untuk menjamin arus upeti rakyat ke Kediri. Jadi Tunggul Ametung bisa dikatakan centeng atau tukang pukulnya kerajaan. </div><div><br></div><div>Kemudian kisah Ken Dedes dan juga Ken Arok dideskripsikan cukup bagus dan detail sekali oleh Pram. Semisal ketika Ken Dedes diambil paksa oleh Tunggul Ametung untuk menjadi permaisurinya, Pram seperti hadir pada peristiwa itu kemudian menceritakannya kembali dengan sangat gamblang. Ada nama Gede Mirah juru rias Ken Dedes, Rimang seorang emban yang melayani Dedes yang mana nama ini tidak saya temukan di Pararatonnya Gamal. Pram entah darimana sumbernya, ia mampu menceritakan secara detail prosesi perkawinan Tunggul Ametung-Dedes, sampai pada adegan ranjang yang menjadi bagian dari ritual perkawinan tersebut. </div><div><br></div><div>Pram memang seorang maestro dalam bercerita, pembaca bisa membuktikan saat membaca roman Arok Dedes ini maupun novel-novel lainnya yang ditulis Pram. Di Arok Dedes ini saya menemukan nama kecilnya Arok, yaitu Temu yang bersahabat karip dengan Tanca. Nama Temu ini merujuk pada diri Arok yang ditemukan di kuburan dan tidak diketahui asal-usulnya. Lalu saya mendapati salah satu nama dari anak perempuan Bango Samparan yaitu Umang. Saya rasa Umang ini yang kelak menjadi istri kedua Ken Arok setelah menjadi Raja Singasari. Umang menjadi istri Arok ini semisal balas budi Arok kepada Umang dan keluarganya yang sudah mengasuh Arok saat muda.</div><div><br></div><div>Saat saya menulis Arok yang pertama, saya masih menyangka bahwa Arok adalah seorang preman dan penjahat yang brutal. Setelah membaca Arok Dedesnya Pram, pandangan itu berubah. Arok oleh Pram digambarkan sebagai Robin Hoodnya Tumapel saat itu. Atau seperti kisah Brandal Lokajaya yang mencuri demi perut si miskin. Arok hanya merampok begundal-begundal Tumapel yang merampas harta kekayaan rakyat kecil untuk dipersembahkan kepada Raja Kediri. </div><div><br></div><div>Arok sendiri adalah seorang pemuda terpelajar murid dari Tantripala yang kemudian juga berguru kepada Dah nyang Lohgawe. Sebutan Arok sendiri disematkan oleh Dah Nyang Lohgawe kepada pemuda yang bernama Temon tadi. Arok artinya adalah Pembangun. Nama ini disematkan karena harapan besar sang Brahmana kepada pemuda cerdas tersebut untuk membangun kembali kejayaannya para pemeluk Syiwa. </div><div><br></div><div>Jadi Kisah Arok Dedes tidak serta merta kisah politik belaka, namun di balik itu ada unsur pertentangan agama juga, yaitu antara Penyembah Wisnu dari kubu Tunggul Ametung dan pemeluk Syiwa dari golongan brahmana jaringan Dah Nyang Lohgawe, termasuk bapa Ken Dedes Mpu Parwa. Polemik agama ini sangat menarik untuk dikaji.</div><div><br></div><div>Banyak hal yang bisa didiskusikan dalam Roman Arok Dedes ini, sayangnya saya belum khatam membacanya, baru masuk halaman 177 saya mungkin akan melanjutkan tulisan ini jika telah menyelesaikan semuanya. Yang pasti novel Roman Arok Dedesnya Pram sangat layak untuk kita baca dan kita petik hikmah di dalamnya. </div><div><br></div><div><br></div><div>Bangilan, 25 Juli 2022</div><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>joyojuwotohttp://www.blogger.com/profile/10106935200030966065noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-25169865400130490152022-07-23T04:41:00.001+07:002022-07-23T04:47:39.673+07:00Cover Lusuh Bukuku<div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiV9YdWNvUQ8G8MU4MuiXsXfdrv-Sr9GiwyEVw5GcXnverXvmRGu9PlK_MYushM6GaqisIsGCcDzPQexLi3m3I_j-smo5vrMUj-26FVW6gPPbSTTD6489IdT0FPi7ufJJrjAqhvN3ljQj4/s1600/1658526056157115-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiV9YdWNvUQ8G8MU4MuiXsXfdrv-Sr9GiwyEVw5GcXnverXvmRGu9PlK_MYushM6GaqisIsGCcDzPQexLi3m3I_j-smo5vrMUj-26FVW6gPPbSTTD6489IdT0FPi7ufJJrjAqhvN3ljQj4/s1600/1658526056157115-0.png" width="400">
</a>
</div>Cover Lusuh Bukuku</div><div>Oleh: Joyo Juwoto</div><div><br></div><div>Kubuka lembar demi lembar kertas usang bau ngengat</div><div>Debu-debu menempel di covermu </div><div>Bukuku</div><div><br></div><div>Tempatmu terpojok</div><div>Di pojokan gedung tua</div><div>Wajahmu lusuh</div><div>Resah kehilangan gairah </div><div>Owh bukuku</div><div><br></div><div>Bukuku</div><div>Disetiap rangkaian hurufmu</div><div>Adalah partikel cahaya</div><div>Bagi manusia yang mau melek baca</div><div><br></div><div>Bukuku</div><div>Bentang paragrafmu menjadi suluh, bagi gelapnya peradapan dunia</div><div>Menuntun insan, membuka jendela cakrawala dunia</div><div><br></div><div>Bukuku</div><div>Untaian kalimatmu adalah mutiara </div><div>Yang terpendam dalam lembaran-lembaran kertas lusuhmu</div><div><br></div><div>Bukuku</div><div>Kau harta berharga yang dipandang sebelah mata </div><div><br></div><div>Bangilan, 22/11/21</div><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>joyojuwotohttp://www.blogger.com/profile/10106935200030966065noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-85455483975059233772022-07-22T15:08:00.001+07:002022-07-22T15:08:17.607+07:00Puisi dalam Kenangan<div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRqoZtVHkMZg9HklaSUlr05c6ojvRhzktVlA9Va4-NErbpd_brLULU6RGwCnoLKKNDOhHFv6C65nfzHEC1btcz0F-baNd5EZlUjvoIbIDedk5M3rqMp7fh4FDG0AcHebgCXnESolFz1eE/s1600/1658477290360793-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRqoZtVHkMZg9HklaSUlr05c6ojvRhzktVlA9Va4-NErbpd_brLULU6RGwCnoLKKNDOhHFv6C65nfzHEC1btcz0F-baNd5EZlUjvoIbIDedk5M3rqMp7fh4FDG0AcHebgCXnESolFz1eE/s1600/1658477290360793-0.png" width="400">
</a>
</div>Puisi dalam Kenangan</div><div>Oleh: Joyo Juwoto</div><div><br></div><div>Saya menyukai puisi sejak remaja usia anak MTs, entah karena era itu adalah eranya sandiwara radio Tutur Tinular yang dalam beberapa episodenya menyiarkan seorang pendekar yang pandai bersyair, yaitu Pendekar Syair Berdarah. Saya cukup terpukau dengan syair-syairnya yang selalu dilantunkan sebelum ia membinasakan musuh-musuhnya. Lirik syairnya cukup indah walau diksinya mengerikan dan beraroma kematian. </div><div><br></div><div>“Aku datang dari balik kabut hitam</div><div>Aku mengarungi samudera darah</div><div>Akulah pangeran kegelapan</div><div>Kan kuremas matahari di telapak tanganku</div><div>Kan kupecahkan wajah rembulan, pecah terbelah</div><div>... </div><div><br></div><div>Selain diksinya yang indah, saya juga suka Arya Dwipangga ini ketika melantunkan syairnya, suaranya khas. Jadi selain mengidolakan Arya Kamandanu sebagai tokoh protagonis, saya juga mengidolakan tokoh antagonisnya karena syair-syairnya yang cukup mempesona menurut saya. </div><div><br></div><div>Selain menyukai syair-syair dalam sandiwara radio tutur Tinular tersebut, saya juga pernah membaca puisi yang cukup membekas di dalam dunia kenangan. Waktu itu saya membaca sebuah puisi yang sangat dekat dengan dunia di mana saya tinggal. Puisi itu judulnya perahu kertas sama Sihir Hujan karya sang Sapardi Djoko Damono.</div><div><br></div><div>Perahu kertas itu seakan mewakili kegemaran saya dan kegemaran anak kecil bermain perahu yang terbuat dari lipatan kertas. Saya sering membuat perahu kertas yang kemudian saya larung di sungai di belakang rumah saya. Saya berimajinasi suatu saat akan pergi jauh menaiku sebuah perahu melanglang buana mengejar mimpi dan angan-angan.</div><div><br></div><div>Dalam bait puisi Sapardi itu juga mengingatkan kisah perahu Nabi Nuh, guru ngaji saya di langgar desa berkisah tentang banjir bandang yang melenyapkan kehidupan, yang selamat adalah para penumpang perahu Nuh, yang kemudian perahu itu terdampar di sebuah bukit. </div><div><br></div><div>"Akhirnya kaudengar juga pesan si tua itu, Nuh, katanya,</div><div>“Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah</div><div>Banjir besar dan kini terdampar di sebuah bukit"</div><div><br></div><div>Puisi telah memantik imajinasi saya sebagai anak desa yang hidup di tepi sungai, dan juga mengingatkan aktivitas mengaji di langgar kampung saat itu. Ternyata kisah-kisah dan puisi mempunyai dampak yang melekat dalam hati dan kenangan yang tak pudar oleh waktu. </div><div><br></div><div>Untuk puisi Sapardi yang berjudul Sihir Hujan cukup membangkitkan kenangan saya di musim penghujan di kampung saya. Perhatian sajaknya yang cukup sederhana tepi mempesona:</div><div><br></div><div>"Hujan mengenal baik pohon, jalan,</div><div>dan selokan – suaranya bisa dibeda-bedakan;</div><div>kau akan mendengarnya meski sudah kaututup pintu</div><div>dan jendela. Meskipun sudah kaumatikan lampu."</div><div><br></div><div>Diksinya tidak berat, apa adanya dan sederhana, tetapi sajak itu menjadi semacam hujan kenangan yang tak pernah usai dalam diri saya. Ketika membaca sajak itu yang tergambar di kepala saya adalah pada saat hujan saya sekeluarga berkumpul di rumah, ada bapak, ada emak dan adik seorang. Saat musim hujan udaranya cukup dingin, apalagi genting rumah banyak yang bocor, bapak dengan sikap membenahi kebocoran genting rumah. Sedang saya tiduran di ranjang bambu, berselimut tikar pandan menunggu hujan reda. Emakku biasanya menggoreng jagung untuk cemilan di nanangan (tembikar dari tanah liat bekas wadah ikan asin). Itulah bayangan yang muncul saat hujan atau saat membaca sihir hujannya Sapardi Djoko Damono. </div><div><br></div><div>Bait-bait puisi dari pendekar syair berdarah, perahu kertas, dan juga sihir hujan berkelindan dalam imajinasi seorang anak seperti saya saat itu, ada getar kebahagiaan ketika saya membaca puisi, hingga saya mencoba-coba menulis puisi, namun saya lupa apakah saya berhasil menulis puisi atau tidak.</div><div><br></div><div>Walau saya belum tahu benar apa itu puisi, namun saya sudah bisa menikmati dan merasai keindahan dari sebuah puisi, setidaknya puisi itu membangkitkan beribu kenangan. Di sekolah memang diajari karya sastra puisi tapi hanya sekedar retorikanya saja, bahwa puisi begini dan begitu, normatif dan deskriptif saja, tidak lebih. </div><div><br></div><div>Itu beberapa kenangan saya tentang puisi yang pernah mampir di hati, sebenarnya masih banyak kisah lainnya, lain waktu jika berkesempatan akan saya tuliskan. Lalu adakah puisi yang membuatmu terkenang kawan? </div><div><br></div><div>Bangilan, 22 Juli 2022</div><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>joyojuwotohttp://www.blogger.com/profile/10106935200030966065noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-64618949607632843172022-07-21T19:38:00.001+07:002022-07-21T19:38:35.107+07:00Ken Arok<div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhfOnMwwdIgVgQeVSMW-xwcbY1lvKp4urgAHOv0YvczwPS9Bt59AvWzwKklm82rvo95xsW88hTcEq5n38YId2xBXPmjzYs82zk51huyN7EJnO6EQSXpBCc8YCuUKg0kyjdIUcHAJAUlER8/s1600/1658407018559433-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhfOnMwwdIgVgQeVSMW-xwcbY1lvKp4urgAHOv0YvczwPS9Bt59AvWzwKklm82rvo95xsW88hTcEq5n38YId2xBXPmjzYs82zk51huyN7EJnO6EQSXpBCc8YCuUKg0kyjdIUcHAJAUlER8/s1600/1658407018559433-0.png" width="400">
</a>
</div><br></div> Arok<div>Oleh: Joyo Juwoto</div><div><br></div><div>Kisah tentang Ken Arok sudah saya dengar semenjak kanan-kanak, saat sandiwara radio marak di masa itu. Ken Arok ini dikisahkan dalam. Sandiwara radio yang berjudul Sabda Pandita Ratu yang cukup tenar di era tahun 80-90an. Mendengarkan sandiwara radio adalah salah satu aktivitas yang cukup menyenangkan sebelum maraknya tayangan televisi yang akhirnya menggeser kegiatan mendengarkan radio, seperti era sekarang internet menggeser keberadaan pertelevisian di tengah masyarakat.</div><div><br></div><div>Saya masih ingat salah tokoh dalam sandiwara ini, yaitu Ken Arok, seorang yang digambarkan sangat liar dan suka membuat keonaran dan keributan, sehingga Ken Arok mendapatkan sebutan Singa Liar Padang Karautan. Untuk julukan ini ternyata tidak saya temui saat saya membaca buku Pararaton yang ditulis ulang oleh Gamal Kamandoko. </div><div><br></div><div>Menurut apa yang saya ingat, julukan singa liar padang Karautan itu terkait aktivitas Ken Arok yang menjadi begal di sebuah tempat yang bernama Karautan. Di sini pula nantinya Ken Arok bertemu dengan guru ruhaninya yaitu Begawan Lohgawe yang akan mengubah arah hidupnya. Ini dulu yang saya bayangkan saat mendengarkan sandiwara radio, saya jadi ingat tentang pertemuan Brandal Lokajaya dengan Sunan Bonang di hutan Jatiwangi, dua peristiwa yang memiliki kemiripan cerita. Tapi apa yang saya bayangkan ini tidak sepenuhnya benar, pertemuan ken Arok dengan Guru Lohgawe ternyata di tempat lain, begitu yang saya baca di serat Pararaton. </div><div><br></div><div>Saya membaca buku Kamal Kamandoko seperti menggugah kembali memori saya tentang sosok pemuda brandalan yang bernama Ken Arok tadi. Di serat Pararaton namanya sebenarnya adalah Ken Angrok, mungkin karena soal pengucapan A yang kadang dibaca Nga sehingga terjadi perubahan dari Angrok menjadi Arok. Seperti juga orang-orang kidulan seperti Ngawi, Sragen, Magetan, ada yang membaca kata alamin menjadi ngalamin, tapi walaupun ada perbedaan dalam pengucapan, semua bersepakat bahwa antara Arok dan Angrok adalah satu nama yang sama. </div><div><br></div><div>Satu hal lagi yang saya ingat dari sandiwara radio tersebut, bahwa salah satu ciri dari Ken Arok itu tangannya lebih panjang dari kakinya, kemudian di telapak tangannya ada rajah yang dikenal sebagai rajah Kala Cakra. Sampai-sampai saat itu saya terobsesi mencari buku tentang rajah demi mencari rajah yang terkenal keampuhan untuk membakar bangsa jin tersebut. Benar saat itu saya berhasil mendapatkannya, entah buku itu ada di mana sekarang. </div><div><br></div><div>Ken Arok tokoh yang dikisahkan dalam sandiwara radio yang saya dengar maupun dalam serat Pararaton adalah anak dari seorang perempuan dari dusun Pangkur yang bernama Ken Endok yang bersuamikan seorang laki-laki yang bernama Gajahpara. Dalam kisahnya, Ken Endok ketika akan pergi ke sawah mengantar makanan untuk suaminya, ia ditemui oleh Dewa Brahma. Dewa Brahma memilih Ken Endok untuk melahirkan anaknya, sehingga Ken Endok ini dilarang untuk berhubungan badan dengan suaminya. Jika itu dilanggar maka suaminya akan meninggal dunia.</div><div><br></div><div>Saya menduga kisah ini adalah sandi cerita yang dibuat oleh penulisnya, bahwa Ken Arok ini bukan anak sembarangan, walau terlahir dari seorang perempuan desa, bisa jadi ayah dari Ken Arok adalah seorang penguasa atau pembesar kerajaan saat itu. Menurut saya ini adalah cara untuk menyembunyikan sesuatu demi menjaga nama baik sang penguasa dengan cara membuat sandi cerita. </div><div><br></div><div>Kisah selanjutnya Ken Endok sebenarnya sudah memberitahukan akan hal itu kepada suaminya, namun bagaimanapun juga Gajahpara sebagai seorang suami tentu mengajak istrinya untuk berhubungan badan, singkat cerita setelah kejadian itu Gajahpara pun meninggal dunia. Setelah genap usia kandungan Ken Endok ia pun melahirkan bayi laki-laki, bayi itu pun dibuangnya di kuburan. Kemudian bayi itu dipungut oleh seorang yang berprofesi sebagai pencuri yang bernama Lembong.</div><div><br></div><div>Karena diasuh seorang pencuri, Ken Arok pun tumbuh menjadi pemuda yang berandalan, tidak hanya itu Ken Arok juga suka berjudi hingga harta orang tua angkatnya habis. Setelah itu Ken Arok pergi meninggalkan keluarga Lembong, ia mengembara dan kemudian diambil anak angkat oleh seorang penjudi yang bernama Bango Samparan.</div><div><br></div><div>Lengkap sudah segala kejahatan dan kebrutalan dari seorang Arok, dari diasuh oleh seorang pencuri kemudian dididik oleh seorang penjudi, sehingga ia menjelma menjadi brandal yang sangat meresahkan masyarakat. Pernah suatu ketika ia ketahuan mencuri kemudian ia hampir dibunuh oleh massa. Ken Arok lari dan diselamatkan oleh kekuatan dewa Brahma. Karena Sejahat-jahatnya Arok ia adalah keturunan seorang dewa yang kelak akan menjadi wakil Brahma di muka bumi, begitu cerita dalam serat Pararaton. </div><div><br></div><div>Kejahatan Arok ini akhirnya berakhir ketika ia bertemu dengan seorang pendeta yang baru datang dari tanah Jambudwipa, namanya Dang Hyang Lohgawe. Dalam puja semedinya ia mendapat petunjuk dari untuk mengasuh seorang pemuda yang bernama Ken Arok tadi. Akhirnya Sang Brahmana menuju tanah Jawa dengan cara terbang menaiki tiga rumput kekatang. </div><div><br></div><div>Sesuai petunjuk dari dewa, Brahmana Lohgawe harus mencari pemuda tadi di arena perjudian. Sesampainya di sana, Lohgawe memperhatikan seorang pemuda yang memang telah muncul dalam puja semedinya, sehingga ia langsung menebak dengan benar nama pemuda tadi. Sang Brahmana pun berucap "Tentulah engkau yang bernama Ken Arok, engkau aku ambil sebagai anak. Kutemani engkau pada waktu kesusahan dan kuasuh kemana saja engkau pergi".</div><div><br></div><div>Pertemuan Ken Arok dengan Dang Hyang Lohgawe inilah yang akhirnya mengubah kondisi Ken Arok dari seorang berandalan menjadi prajurit kepercayaan Akuwu Tunggul Ametung di Kadipaten Tumapel yang mendekatkannya menuju garis takdir yang menjadikannya sebagai seorang raja besar di Tanah Jawa. Sekian.</div><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>joyojuwotohttp://www.blogger.com/profile/10106935200030966065noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-8395630401751562712022-06-09T19:45:00.001+07:002022-06-09T19:45:05.221+07:00Quantum Ramadhan debut antologi pertamaku, dari karya antologi ke karya mandiri<div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlY9FnQuUrZYqJrzPdI0T4Hc0L-RmHJA7m2vSEXnHvtD1Ad4r7URVce_IP39msBqGjIEiFGy_GEYJTxI8Fsw-ugW8F8RR1CXXT3uJAkDSV07jAC-SxNpTqctuDMZ0Rl_bb5QTJJSfd-nc/s1600/1654778683615575-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlY9FnQuUrZYqJrzPdI0T4Hc0L-RmHJA7m2vSEXnHvtD1Ad4r7URVce_IP39msBqGjIEiFGy_GEYJTxI8Fsw-ugW8F8RR1CXXT3uJAkDSV07jAC-SxNpTqctuDMZ0Rl_bb5QTJJSfd-nc/s1600/1654778683615575-0.png" width="400">
</a>
</div>Quantum Ramadhan debut antologi pertamaku, dari karya antologi ke karya mandiri</div><div>Oleh: Joyo Juwoto</div><div><br></div><div>Sampai hari ini saya masih belum pede jika disebut sebagai seorang penulis. Kalaupun bisa dikatakan sebagai penulispun saya memilih menambahkan laqob dibelakangnya, yaitu penulis partikelir alias penulis amatiran. Saya masih jauh dari kategori seorang yang pantas disebut sebagai seorang penulis. </div><div><br></div><div>Sebenarnya saya belajar menulis sudah cukup lama, tulisan pertama saya yang dicetak dalam sebuah antologi terbit tahun 2015, judulnya Quantum Ramadhan. Antologi ini hasil dari komunitas literasi Sahabat Pena Nusantara yang saya ikut gabung di dalamnya. </div><div><br></div><div>Saat itu saya cukup gembira mendapatkan kiriman buku warna coklat berpadu warna biru laut dengan tulisan judul bukunya berwarna putih. Saya tidak bisa menggambarkan kegembiraan saya saat itu, ada perasaan bangga, walau hanya bisa numpang satu artikel di antologi tersebut.</div><div><br></div><div>Di dalam buku itu ada juga tulisannya Pak Masruhin Bagus yang juga tergabung di grup Whatsapp Sahabat Pena Nusantara yang digawangi oleh pak Husnaini. Ada juga tulisannya mas Rifa'i Rif'an yang kemarin menjadi pemateri di Semutnya FLP Tuban. Ada juga tulisan dari tokoh yang sudah saya dengar namanya dari istri saya, beliau adalah Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, tokoh yang dianggap kontroversi dalam beberapa pemikiran keislamannya. Mau tidak mau saya memberikan perhatian agak serius di tulisan beliau, isinya bagus dan mencerahkan, judulnya Ramadhan: Bulan Refleksi Kemanusiaan.</div><div><br></div><div>Ketika membaca tulisan Prof. Musdah saya merasa tulisan saya menjadi sangat jelek dan amburadul. Tulisan beliau runtut dan enak dibaca. Puasa menurut Bu Musdah adalah ibadah yang memiliki dua dimensi, dimensi Hablumminallah dan dimensi Hablumminannas. Dari uraiannya beliau mengingatkan dan mengajak kepada umat Islam bahwa sejatinya puasa adalah bulan refleksi kemanusiaan. Dengan puasa seseorang harus menjadi sosok yang berempati kepada sesama, santun, rendat hati, dan lebih bijak.</div><div><br></div><div>Dari tulisan Prof. Musdah di antologi ini tidak ada hal yang bagi saya menyimpang dan kontroversial, saya membaca beliau di sisi ini sungguh sangat luar biasa. Walau mungkin pada sisi lain ada hal yang mungkin saja tidak cocok dengan pemahaman kita, tapi saya rasa itu adalah sebuah kelumprahan dalam hidup. Di satu sisi kita sepakat di sisi yang lain mungkin saja kita tidak sepakat, saya rasa hal ini wajar-wajar saja.</div><div><br></div><div>Saya rasa tulisan dari Ustadz Masruhin Bagus di antologi buku itu bisa menjadi alternatif jawaban bahwa perbedaan adalah hal yang wajar. Beliau menulis artikel judulnya Ramadhan dan Momentum Ukhuwwah. Bagi beliau berbeda tidak sama dengan bertentangan. Perbedaan bukanlah perpecahan. Perbedaan adalah lazim dan wajar-wajar saja. Kita mungkin punya tafsir dan pemahaman yang berbeda dengan orang lain, namun hal itu jangan sampai menyebabkan adanya perpecahan. Walaupun perpecahan juga bisa dikategorikan sebagai sebuah kelaziman di sebuah masyarakat.</div><div><br></div><div>Ada banyak tulisan yang bagus dan mencerahkan di antologi Quantum Ramadhan, karena buku itu ditulis oleh orang-orang dari berbagai kelompok dan latar belakang yang berbeda, tulisan saya sendiri tentu tidak pernah saya baca lagi, entah bagaimana isinya, masak iya penulis membaca kembali tulisannya sendiri. Gak asyik dah. </div><div><br></div><div>Itulah buku antologi yang menjadi debut pertama saya menulis secara keroyokan, yang akhirnya membawa saya untuk belajar menulis secara mandiri, dan akhirnya berhasil pecah telur menerbitkan buku solo saya Jejak Sang Rasul.</div><div><br></div><div><br></div><div>Bangilan, 9/6/22</div><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>joyojuwotohttp://www.blogger.com/profile/10106935200030966065noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5605782517247402345.post-81427968995004308152022-06-04T11:34:00.000+07:002022-06-04T11:34:24.046+07:00Kunci Menulis Adalah Membaca<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbdZLQW87m3k4cFY5-GwDmJzWtsC7oNr8p8YDh_auQMXhaWX08bLjub0VDD16jj48xV5CS5h74i2B_-00WqgTgrfd7osedtudXvdMfRkJ6FmbQnN2BCVUhAWrW0Us6eNt2h-TR7vvIc2I/s1600/1654317211191131-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbdZLQW87m3k4cFY5-GwDmJzWtsC7oNr8p8YDh_auQMXhaWX08bLjub0VDD16jj48xV5CS5h74i2B_-00WqgTgrfd7osedtudXvdMfRkJ6FmbQnN2BCVUhAWrW0Us6eNt2h-TR7vvIc2I/s1600/1654317211191131-0.png" width="400">
</a>
</div>Kunci menulis adalah membaca<div>Oleh: Joyo Juwoto</div><div><br></div><div>Ada sebuah pepatah Arab yang bunyinya "Faaqidus Syai' La Yu'thi" Orang yang tidak memiliki sesuatu tidak akan bisa memberi. Pepatah ini bisa dipakai untuk menganalogikan bahwa seorang penulis tidak akan mampu memberikan apa-apa kepada pembaca jika dia tidak mempunyai sesuatu untuk dibagikan. </div><div><br></div><div>Seorang penulis bisa saja mampu menghasilkan sebuah tulisan, tapi seberapa kuat nilai yang dikandung di dalam tulisan tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat membacanya. Jika banyak sumber yang dibaca, maka tulisan yang dihasilkan akan bernilai dan bernas, sehingga banyak manfaat yang bisa dipetik dari sebuah tulisan.</div><div><br></div><div>Penulis fiksi sekalipun membutuhkan bahan bacaan yang melimpah, apalagi yang ditulis non-fiksi, wajib hukumnya ada sumber yang kredibel, karena itu sudah menjadi kaidah ilmiah. Jadi jangan sampai seorang penulis meninggalkan aktivitas membaca. Sesibuk apapun keadaannya. Karena pada dasarnya memang tidak ada orang yang tidak sibuk. </div><div><br></div><div>Seorang penulis bukanlah seorang Nabi yang menerima wahyu dari Tuhan, juga bukan orang suci yang mendapatkan ilham fitri yang kemudian bisa dibagikan kepada pembaca, seorang penulis memerlukan bahan bacaan yang kemudian ia cerna dengan logika, ia pikirkan untuk menjadi sebuah ide, ia endapkan dalam hati yang baru kemudian diproduksi menjadi sebuah tulisan.</div><div><br></div><div>Mengemukakan ide menjadi sebuah tulisan pun ternyata tidak mudah, padahal sudah banyak hal di kepala yang ingin kita bagikan kepada pembaca. Ide itu tentu tidak muncul secara tiba-tiba, salah satu sumber ide adalah dengan banyak membaca.</div><div><br></div><div>Saya punya pengalaman ketika akan menulis buku sirah nabawiyah, saya banyak mengumpulkan buku-buku sejarah Nabi, saya baca satu persatu, saya renungkan, buku ini seperti ini, buku itu tebal, buku itu tipis dan sebagainya dan sebagainya. Setelah itu saya punya keinginan untuk menulis juga, meringkas dari yang tebal menjadi tipis, dari yang tipis perlu agak tebal, perlu menambah ini dan itu akhirnya saya berhasil menulis buku Jejak Sang Rasul. Sebuah buku sederhana wujud cinta kepada beliau Baginda Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam.</div><div><br></div><div>Jadi ketika engkau mentasbiskan diri sebagai penulis jangan sampai lupa diri untuk tidak membaca, baik membaca buku, membaca lingkungan dan semesta, karena dari aktivitas membaca itulah kita memproduksi ide dan gagasan yang akan kita bagikan kepada para pembaca. Orang yang tidak membaca ibarat kendil kosong yang tidak memiliki sumber air pengetahuan untuk dibagikan. </div><div><br></div><div><br></div><div>Bangilan, 4 Juni 2022</div><div class="blogger-post-footer">Joyo Juwoto</div>joyojuwotohttp://www.blogger.com/profile/10106935200030966065noreply@blogger.com0