Sabtu, 21 April 2018

Kartini Tidak Hanya Diujung Konde Dan Kebaya

Kartini Tidak Hanya Diujung Konde Dan Kebaya
Oleh : Joyo Juwoto

Semakin hari  energi Kartini semakin terasa dan menjadi trend di tengah-tengah masyarakat kita. Ini dapat kita lihat di koran-koran, di televisi, di media sosial, yang getol memperlihatkan budaya Kartini. Berbagai macam kegiatan diselenggarakan dengan memakai nama Kartini. Mulai dari perlombaan dalam rangka hari Kartini, menghimbau para pekerja toko, instansi publik, sekolah-sekolah berbusana adat , hingga memajang foto di sosmed dengan busana adat masing-masing daerah.

Tanda-tanda positif ini tentu menggembirakan, karena di tengah maraknya gempuran budaya luar, ternyata masyarakat kita masih punya kepedulian dengan cara berpakaian adat nenek moyang mereka di hari Kartini, walau ini tentu hanya sekedar formalitas belaka.

Hal yang baik ini tentu perlu kita syukuri dan kita khusnudhoni, semoga semangat untuk meniru Kartini tidak hanya sebatas menggelar  acara ritualistik semata, namun juga diresapi dan dihayati sebagai nilai-nilai luhur yang teraplikasikan di dalam ruang pribadi maupun ruang publik, sehingga semangat Kartini ini menjelma menjadi satu norma hidup yang bukan hanya sekedar seremonial dan gaya-gayaan.

Meneladani pandangan hidup, sikap, dan perilaku para pahlawan bangsa adalah sikap yang baik yang harus diajarkan dan disosialisasikan sejak dini kepada generasi bangsa ini. Dan tentu teladan yang baik adalah cara utama untuk mengajarkan nilai-nilai kebaikan itu, termasuk apa yang ada di dalam semangat hari Kartini juga harus disampaikan dengan utuh, dhohir batin, jasmani dan ruhani.

Mungkin hari ini kita baru melihat semangat hari Kartini pada perayaan-perayaan semata, kita baru mengeja Kartini sebagai tampilan fisik, kita baru melihat Kartini pada ujung konde, pada lembar kebaya, Kartini adalah berbusana adat, dan hal-hal lain yang masih bersifat tampilan fisik. Tak apa, dan boleh-boleh saja mengekspresikan hari Kartini dengan hal-hal yang sedemikian. Namun kita jangan lupa, sisi-sisi lain Kartini juga harus mulai kita eksplore secara detail dan kita tunjukkan kepada generasi muda Indonesia Raya tercinta ini.

Kita harus bisa membayangkan masa di mana Kartini harus berjuang melawan adat dan kolonialisme yang begitu erat menggenggam kebebasan kala itu. Kita harus bisa memahami betapa sulitnya seorang Kartini memperjuangkan kaumnya untuk bisa duduk sejajar dengan kaum laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan. Sejajar di sini bukan dalam arti harus sama dengan laki-laki, namun lebih pada makna peran Hawa yang tidak hanya berada di bawah bayang-bayang kaum Adam, tetapi lebih dari itu, perempuan juga memiliki peran penting di ranah pribadi dan publik yang tidak menyalahi kodratnya sebagai seorang perempuan.


Peran Kartini hari ini tentu tidak hanya sekedar diujung konde dan kebaya, namun peran Kartini bisa menjadi agen perubahan dan menjadi pelopor kebaikan bagi kaumnya dan masyarakat luas tentunya.Dan ini yang memang dicita-citakan oleh Kartini dalam sebuah tulisannya, “Aku sungguh ingin mengenal seorang yang kukagumi, perempuan yang modern dan independen, yang melangkah dengan percaya diri dalam hidupnya,ceria dan kuat, antusias dan punya komitmen, bekerja tidak hanya untuk keepuasan dirinya namun juga memberikan dirinya untuk masyarakat luas, bekerja untuk kebaikan sesamanya.” 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar