Senin, 06 November 2017

Lampion Kunang-Kunang

Lampion Kunang-Kunang
Oleh : Joyo Juwoto

Malam itu purnama lima belas yang ditunggu-tunggu para gadis kecil di pelataran rumah belum juga muncul. Langit tertutupi mendung gelap, angin malam bertiup pelan membawa hawa dingin, hanya pendar-pendar cahaya rembulan di balik awan hitam yang tampak menggores kanvas di atas langit. Keremangan malam membuat hati para gadis kecil yang sedang duduk melingkar di atas selembar tikar pandan itu menjadi gundah. Mereka sedang menunggu malam bulan purnama.

“Ah, langitnya mendung Nel, kita gak jadi bermain cublek-cublek suweng dong? ujar salah seorang diantara mereka dengan nada sedih.

“Iya, semoga tidak turun hujan, agar kita bisa bermain-main malam ini, jika gelap seperti ini, enaknya kita main apa ya? Naila salah seorang dari gadis kecil itu menimpali.

Malam purnama adalah malam keceriaan anak-anak desa, Naila, Nafa, Agis, Windi, dan Indah sejak pulang dari mengaji di langgar sore tadi sudah merencanakan akan mengisi malam purnama dengan bermain cublek-cublek suweng di halaman rumah. Namun sayang purnama tertutup mendung, sehingga malam menjadi gelap.

“Kalau gelap gini enaknya kita main petak umpet saja, bukankah begitu Win? kata Agis berusaha memecahkan kebuntuan teman-temannya karena purnama tak jadi muncul.

“Enggak ah, kalau gelap begini main petak umpet saya takut”

“Saya juga takut, hiii... gelap, ngerii! Nafa dan indah gadis yang paling kecil diantara mereka tidak mau bermain petak umpet dikarenakan takut dengan kegelapan.

“Ya...coba saja malam ini tidak mendung tentu suasananya akan indah dan meriah. Emm..aku punya ide kawan, bagaimana kalau kita bersama-sama mencari kunang-kunang saja? ajak Windi kepada teman-temannya. “Nanti kita bisa bermain lampion dengan cahaya kunang-kunang”

          “Baiklah, ayo kita cari kunang-kunang! bagaimana menurutmu Gis? tanya Naila mengiyakan ajakan Windi.

“Aku juga mau, daripada kita bengong di sini” jawab Agis.

“Horee...asyik, ayo kita menangkap kunang-kunang” teriak gadis-gadis kecil itu serentak berdiri dari tempat duduknya. Walau tidak jadi bermain cublek-cublek suweng seperti yang telah mereka rencanakan sejak sore hari, namun mereka tetap gembira karena ada ide untuk berburu kunang-kunang.

          Lima gadis kecil itu kemudian bergegas masuk rumah mencari wadah tempat kunang-kunang. Windi membawa botol plastik bekas air minum, Agis mengambil plastik milik ibunya yang dipakai untuk membuat es batu, sedang Naila justru ke belakang rumah, ia mengambil papah pohon pepaya untuk wadah kunang-kunang yang akan ditangkapnya.

          “Bagaimana teman-teman, sudah  siap dengan wadah kalian masing-masing? Seru Windi mengomando dan memastikan kesiapan kawan-kawannya.

“Siap! eh sebentar, saya ambil seser ikan milik kakek dulu, biar nanti mudah menangkap kunang-kunangnya” Kata Naila sambil berlari ke rumah kakeknya.

“Ingat ya, kita hanya menangkap kunang-kunang, kita tidak boleh menyakitinya, nanti kalau sudah selesai kunang-kunang itu harus kita lepaskan kembali, biarkan ia hidup bebas di alamnya” pesan Windi sebelum mereka berburu kunang-kunang.

“Baiklah, siap laksanakan komandan” kata Agis sambil mengangkat tangannya dengan posisi seperti seorang tentara yang menghormat kepada atasannya.
Setelah semuanya siap, mereka berlima ke pekarangan belakang rumah yang biasanya banyak kunang-kunang beterbangan. Tidak sulit untuk mencari kunang-kunang di tempat gelap, karena kunang-kunang memiliki cahaya di ekor belakangnya.

“Ini ada kunang-kunang, ayo tangkap pakai seser Mbak Nel! teriak Nafa. Ia berlari kegirangan menangkap kunang-kunang yang beterbangan. Namun tak ada satu pun yang berhasil ditangkapnya.

Nafa dan Indah yang memang paling kecil diantara kawan berlima itu hanya berlari-lari ke sana ke mari mengejar kunang-kunang, dengan tangan kosong mereka tampaknya kesulitan menangkap binatang yang terbang dengan cahaya kuning di ekornya.

Agis, Windi, dan Naila mengumpulkan satu persatu kunang-kunang yang mereka tangkap. Kunang-kunang itu dimasukkan ke dalam wadah yang mereka bawa. Kunang-kunang yang dimasukkan ke dalam wadah itu tampak kerlap-kerlip bersinar  indah. Seperti pesta lampion yang gemerlapan di tengah malam yang gelap.

Walau purnama tidak tampak namun gadis-gadis kecil itu bisa bermain dengan gembira dengan lampion-lampion yang mereka buat dari cahaya kunang-kunang. Betapa bahagia dan indahnya malam itu.

Gadis-gadis cilik itu kemudian membuat lingkaran, bergandengan tangan, berputar-putar sambil menari dan menyanyikan lagu kunang-kunang dengan riang gembira.

“Kunang-kunang, hendak ke mana
Kelap-kelip indah sekali
Gemerlap, bersinar
Seperti bintang di malam hari

Kunang-kunang, terbang ke sini
Ke tempatku, singgah dahulu
Kemari, kemari
Hinggaplah di telapak tanganku”

  (AT. Mahmud)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar