Rabu, 28 Juni 2017

Halal Bi Halal dan Lilin Literasi Kali Kening

*Halal Bi Halal Dan Lilin Literasi Kali Kening*
Oleh : Joyo Juwoto


Hari raya lebaran adalah momennya kumpul-kumpul, menyambung silaturahmi, anjangsana, reuni, dan seabrek kegiatan ubudiyah yang berdimensi sosial lainnya.
Kegiatan-kegiatan positif seperti ini tentu layak menjadi agenda rutin tahunan sepanjang membawa manfaat dan dan seminimal mungkin menghindari hal-hal kemubadziran yang berlebihan. Saya kira pembaca mempunyai ukuran tersendiri mengenai hal yang saya maksud di sini.
Dari sekian aktifitas momentum lebaran ada hal yang luar biasa yang kemarin saya hadiri. Jika event-event lebaran banyak diisi dengan hari raya makan-makan, maka Kali Kening sebuah komunitas literasi yang ada di Bangilan kemarin (27-06-2017) atau hari raya ketiga dari tahun 1438 H mengadakan acara halal-bi halal yang dirangkai dalam kegiatan bedah buku, atau ngaji literasi.
Ya, Kali Kening memang semenjak kelahirannya yang sudah hampir satu tahun sangat konsen dengan tema buku dan anak turunnya. Anggota-anggota Kali Kening pun susul menyusul menulis dan puncaknya melahirkan buku, baik antologi maupun karya mandiri.
Jika di Jogja atau di kota-kota besar lainnya yang memang memiliki basic keilmuan dan habituasi pengetahuan yang memadai tidaklah mengherankan banyak buku ditulis, namun ini disebuah kota kecil kabupaten Tuban ujung kidul kulon, yang mana akses buku sangat minim, namun semenjak kali Kening ada, Alhamdulillah kegiatan yang berkenaan dengan dunia buku cukup menggembirakan.
Mungkin acara halal bihalal yang dirangkai dengan tadabbur buku ya baru ada di Kali Kening ini, ya setidaknya itu yang saya ketahui. Di tengah minimnya kepedulian terhadap kegiatan membaca dan menulis di negeri Indonesia tercinta ini, saya merasa bahagia ada secercah cahaya kecil yang menerangi remang dan gelapnya bumi peradaban persada Nusantara.
Tinggi rendahnya aktifitas keilmuan adalah salah satu tolak ukur peradaban suatu bangsa, tidak heran jika Indonesia masih berada di rangking yang menyedihkan, karena minimnya tingkat baca dan tingkat menulis warga masyarakatnya yang masih rendah. Namun semua itu bukan untuk kita ratapi, namun mari bersama menyingsingkan lengan baju kita, untuk bergerak dengan apa yang kita bisa.
Tak ada gunanya mengutuk dan meratapi kegelapan, jadilah Kerlip cahaya walau hanya sebatang lilin, dan Kali Kening adalah manifestasi lilin kecil yang dinyalakan oleh pemuda-pemudi sepanjang aliran Sungai yang membentang dari Kenduruan, Jatirogo,  Bangilan, Singgahan, hingga sampai ke batas hilirnya, yang punya kepedulian terhadap nasib masa depan peradaban Ibu Bumi Pertiwi ini.
Mari di moment yang fitri ini, kita bersama berjabat erat, menyatukan tekad, menguatkan asa membangun peradaban literasi Nusantara dengan membaca, mengkaji, mentadabburi, dan menebar manfaat ilmu kepada sesama anak bangsa, untuk meraih dan mewujudkan cita-cita bersama menjadi bangsa yang berwawasan dan berperadaban. Salam Literasi dan mohon maaf lahir batin.
*Penulis adalah anggota Komunitas Kali Kening.

Jumat, 23 Juni 2017

IKPA Buka Bersama Anak Yatim Dan Dhuafa' Di Sokogunung Kenduruan

IKPA Buka Bersama Anak Yatim Dan Dhuafa' Di Sokogunung Kenduruan
Oleh : Joyo Juwoto


Ikatan Keluarga Pondok ASSALAM (IKPA) bersama Baitul Mal Manfaat Surabaya, sore kemarin (22/06/2017) menggelar bhakti sosial yang dikemas dalam acara buka bersama dan santunan untuk anak yatim dan dhuafa' di desa Sokogunung Kec. Kenduruan.

Buka bersama 30-an anak yatim dan dhuafa' ini dilaksanakan di rumah Bapak Tarsiban atau rumah salah satu alumni IKPA, saudara Ali Mudhofir.

Kegiatan yang dilaksanakan secara rutin di penghujung bulan ramadhan ini telah berlangsung kurang lebih 5 tahun ini. Begitu konfirmasi Ust. Ahmad Nasiruddin, selaku koordinator kegiatan.

"Alhamdulillah, syukur  kepada Allah Swt, tahun ini kita bisa melaksanakan kembali, buka bersama dan santunan untuk anak-anak kita, yang ada di desa Sokogunung ini" kata ust. Marwan, ketua pusat IKPA saat memberikan sambutannya.

Ust. Marwan juga mengapresiasi atas kepedulian BMM Surabaya terhadap kegiatan sosial untuk anak-anak yatim dan dhuafa' yang dilaksanakan oleh IKPA. Kordinator dari BMM Surabaya, Bapak Fajar Cahyono juga merasa gembira, bahkan beliau menawarkan tahun depan IKPA bisa mencarikan tempat yang lebih pelosok dan yang disantuni lebih banyak lagi.

"Kalau bisa tahun depan, kita cari tempat yang lebih pelosok, dan yang disantuni bisa lebih banyak lagi, 100 anak, gitu! ujar Pak Fajar Cahyono dengan penuh semangat.

Alhamdulillah acara kemarin sore berjalan cukup lancar dan mendapatkan tempat di hati warga Sokogunung. Dari pihak IKPA tentu menyampaikan banyak terima kasih kepada shohibul bait, keluarga besar bapak Tarsiban yang telah banyak direpoti. Semoga Allah memberikan balasan kebaikan yang berlipat.

Terima kasih kepada keluarga besar IKPA yang ikut meramaikan acara kemarin, ust. Marwan, mas Ali Imron, mbak Khotimah, mbak Ana, mas Mashari, mas Charies, mas Syahid, dan kawan-kawan yang lain.

Terima kasih juga kepada para donatur dari teman-teman IKPA,  dan koordinator serta panitia kegiatan dan semua yang terlibat dalam kegiatan buka bersama dan santunan anak yatim. Semoga Allah memberkahi semuanya.

Semoga kegiatan positif dari kawan-kawan IKPA ini bisa berlanjut, dan ke depan jauh lebih baik lagi. Mari selalu menebar manfaat dan kebaikan, sekecil apapun itu. Semoga Allah Swt, memberkahi dan meridhoi. Aamiin

Kamis, 22 Juni 2017

Pulang Bersama Kambing Ataukah Bersama Nabi?

*Pulang Bersama Kambing Ataukah Bersama Nabi?*
Oleh : Joyo Juwoto


Dosa pertama yang dilakukan oleh makhluk Tuhan adalah kesombongan yang melahirkan sikap pembangkangan yang dilakukan oleh Iblis kepada Allah Swt. Iblis merasa lebih baik dari Adam, tetapi mengapa Allah menyuruh untuk bersujud kepada makhluk yang lebih rendah darinya, begitu kira-kira logika iblis.
Oleh karena itu hendaknya kita berhati-hati dalam berlogika. Agama Islam adalah agama yang tidak menafikan dengan logika manusia, namun berhati-hatilah dalam berlogika mengenai agama, karena pada dasarnya agama adalah riwayat yang bersambung hingga kepada Rasulullah Saw, jangan sampai karena membela logika akhirnya mengesampingkan riwayat.
Karena kadang-kadang logika beragama tidak sesuai atau tidak cocok dengan logika yang kita bangun. Karena sekali lagi bahwa agama adalah bagian dari riwayat yang bersumber dari wahyu Ilahi yang dinubuwwahkan kepada para Nabi dan Rasul-Nya.
Oleh karena itu, umat Islam harus belajar logika ilahiyyah dan nubuwwah, agar tidak terjebak dengan logikanya sendiri.
Berikut saya ambilkan sebuah kisah mengenai logika Nubuwwah yang saya simak dari pengajian tafsir Jalalain yang disampaikan oleh Gus Baha'  Narukan Rembang.
Pada saat Rasulullah Saw, dan sahabat Anshor serta Muhajirin berangkat ke medan Hunain, yaitu yang terjadi pada bulan syawal tahun ke 8 H, saat itu umat Islam mampu memenangkan peperangan melawan suku Hawazin.
Umat Islam mendapatkan ghanimah yang sangat banyak sekali. Pada saat itu ada beberapa orang Quraiys yang baru saja masuk Islam, diantaranya Mirdas, Uyainah bin Badr, Aqra' bin Habis, dan lain-lain.
Mereka-mereka ini baru sekitar 5 hari hingga 7 hari bergabung dan menyatakan keIslamannya. Namun pada saat pembagian harga ghanimah, Rasulullah memberikan sebanyak "ma bainal jabalain" atau jika dihitung sekitar 4000 ekor kambing. Dan  beliau tidak menyisakan untuk orang-orang Anshor, yang telah banyak berjasa membela agama Islam.
Jika dilogikakan secara awam, tentu Rasulullah Saw bertindak tidak adil. Sahabat Anshor yang banyak berjasa justru tidak mendapatkan bagian dari ghanimah perang.
Jika kita tidak memahami logika Nubuwwah yang sedang dijalankan Rasulullah, maka tentu kita akan memprotesnya. Dan memang benar, ada seorang yang bernama Dzul Khuwaishiroh memprotes kebijakan Nabi.
Dzul Khuwaishiroh adalah seorang yang ahli ibadah, di jidatnya ada tanda hitam, dan ia seorang yang senang dan banyak sekali membaca Al Qur'an. Namun dengan garangnya Dzul Khuwaishiroh ini berkata tidak sopan kepada Rasulullah Saw,
اعدل يا محمد !
Nabi Muhammad kemudian dengan ringan menanggapi protes tersebut.
ايأمنونى على اهل الأرض، ولا تأمنوني
Melihat ketidaksopanan dari Dzul Khuwaishiroh, Umar dan Khalid bin Walid menawarkan diri untuk membunuh orang yang telah lancang kepada Nabi. Namun Nabi melarangnya karena ia masih bersyahadat dan menjalankan shalat.
Sebenarnya para sahabat Anshor juga merasa aneh dengan sikap Nabi, namun mereka tetap berkhusnudzon dan percaya dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw.
Tapi sebagai manusia biasa, ada juga desas-desus yang mengomongkan kebijakan Nabi dengan pembagian dari ghanimah perang. Selanjutnya Nabi memanggil pembesar kaum Anshor, Saad bin Ubadah. Nabi kemudian berkata :
ما قالة بلغتنى عنكم؟

Kemudian dengan diplomatis, Saad menjawab :
اما ذو اسلامنا فلا يقولون شيأ
Selanjutnya Rasulullah Saw mengumpulkan para Sahabat Anshor, dengan penuh kelembutan, beliau kemudian  bersabda :
اما ترضون ان يرجع الناس بالشاة والبعير؟ وترجعون انتم برسول الله الى ارحالكم؟

Mendengar itu kemudian orang-orang Anshor menangis dan memilih pulang dari medan perang membawa Rasulullah daripada hanya membawa kambing.
Padahal sebenarnya orang Anshor juga memiliki kekhawatiran setelah Makkah ditaklukkan, Rasulullah lebih memilih tinggal dan pulang ke Makkah dan kembali berkumpul dengan keluarga dan kerabatnya yang ada di Makkah.
Akhirnya terjawab sudah apa yang menjadi desas-desus dan pertanyaan dari para sahabat mengenai pembagian ghanimah perang Hunain. Kemudian Rasulullah pun melanjutkan sabdanya  :
المحيا محياكم والممات مماتكم
Legalah hati orang Anshor, kemudian mereka pun pulang bersama Nabi menuju kota Madinatul Munawaarah yang penuh berkah.

Selasa, 20 Juni 2017

Mendulang Pahala dan Laba di Pasar

*Mendulang Pahala dan Laba Di Pasar*
Oleh : Joyo Juwoto

Pagi ini untuk pertama kalinya saya menjalankan muamalah perdagangan di pasar tradisional Bangilan. Saya punya toko Babyshop di pasar yang tak beri nama Bunayya Babyshop.

Istrikulah yang paling berjasa menjalankan muamalah perdagangan ini, karena saya sendiri bisa dibilang sibuk disektor lain.

Karena anak pertama kami sakit, maka pagi ini saya yang menggantikan berjualan. Itung-itung mencari pengalaman baru, jagain toko.

Karena pas bulan ramadhan, dan pasar ramai, maka sudah menjadi tradisi kami untuk mengambil satu rewang. Karena ada rewang itulah, saya berani jaga toko. Jika tidak, saya tentu kesulitan, karena memang belum terbiasa.

Saya tentu berterima kasih dengan rewang toko kami, karena semua beliau yang handle. Saya jaga toko ya hanya jaga saja, hanya nunggoni susuk dari pembeli.

Dari muamalah perdagangan ini banyak pelajaran yang bisa saya petik. Keluar masuknya pembeli,  tawar menawar antara penjual dan pembeli, hingga berbagai interaksi di dalamnya.

Sebagai seorang penjual, harus menampakkan wajah yang ceria, istilah jawanya grapyak semanak. Dalam hal ini, secara teori kayaknya penjual akan mendapatkan banyak pelanggan dibanding penjual yang selalu menampilkan wajah juteknya.

Selain berpotensi mempunyai banyak pelanggan, menampakkan wajah ceria termasuk menjalankan kesunahan dan akhlaqnya Kanjeng Nabi Muhammad Saw, jadi akan banyak pahala yang didulang oleh seorang penjual yang bassyul wajhi, yang ceria wajahnya. Bukankah Nabi  Bersabda : Tabassumuka fii wajhi akhiika shodaqatun.

Berdagang sendiri adalah termasuk jalan rizki yang yang disyariatkan oleh ajaran agama, jadi selain berfungsi sebagai muamalah juga berfungsi sebagai ubudiyyah.

Jadi berdagang itu ibadah yang mendapatkan pahala doeble, pahala diakhirat dan juga pahala di dunia yang berupa laba dari aktivitas perdagangan.Tentunya perdagangan yang berpahala adalah perdagangan yang dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, dan jauh dari tipu daya dan kebohongan. JJ.

Senin, 19 Juni 2017

Serunya Kemah Jurnalistik TPQ Al Isyraq Bate Bangilan

*Serunya Kemah Jurnalistik TPQ Al Isyraq Bate Bangilan*
Oleh : Joyo Juwoto

Kemah Jurnalistik (19-06-2017), yang diselenggarakan oleh TPQ Al Isyraq Bate Kec. Bangilan bekerjasama dengan Komunitas Literasi Kali Kening Bangilan, berjalan seru-seru asyik.

Acara yang diikuti oleh santriwan-santriwati TPQ Al Isyraq dan beberapa asatidzahnya, ini sungguh luar biasa. Di bawah bimbingan kawan-kawan Kali Kening, setelah menerima materi tentang kepenulisan, peserta langsung diajak praktek.

Para peserta dibagi menjadi beberapa kelas menulis, disesuaikan dengan minat dan kesukaannya. Ada kelas Puisi, kelas cerpen, dan kelas essay. Masing-masing kelas dimentori kawan-kawan Kali Kening. Dengan penuh kesabaran, kawan-kawan Kali Kening membimbing dan mengarahkan para peserta kemah jurnalistik ini.

Hadir para pembimbing kemah jurnalistik dari kawan-kawan Kali Kening, mas Ikal Hidayat Nur, Mas Rohmat, Mas Joyo, Mbak Linda, Mas Blind, Mas Kafa, Mas Adib, mbak Ayra, Mas Zakky.

Walau di bulan ramadhan, namun para peserta sangat antusias dengan materi yang disampaikan oleh kakak-kakak pembimbing, apalagi disetiap sesi acara ada doorprice berupa buku yang dibagikan oleh kakak-kakak dari Kali Kening.

Yang luar biasa buku-buku yang dibagikan adalah tulisan dari kawan-kawan Kali Kening sendiri, jadi kesannya wow, gitu. Pelatihan menulis mentornya memang penulis beneran yang sudan punya karya, sungguh luar biasa.

Ada buku Euthanasia yang ditulis oleh Mbak Linda, ada novel Taprobane, yang ditulis oleh Mas Hulux dari Singgahan Tuban, ada buku Let's Move On, yang karya perdana dari Mbak Nindea, ada Patung di kepala, karya Ikal Hidayat Nur, dan tentu buku saya, Jejak Sang Rasul, dan Secercah Cahaya  Hikmah, menjadi langganan untuk doorprice di acara-acara yang demikian.

Acara-acara yang sedemikian ini di Bangilan khususnya masih sangat langka, mengajak santriwan-santriwati untuk melek baca dan melek menulis, sebagai bagian dari keikutsertaan Kali Kening membangun peradaban bangsa. Semoga benih-benih yang di tanam Kali Kening tumbuh berkembang dan kelak hasilnya bermanfaat bagi Ibu Bumi Pertiwi Nusantara Tercinta.

*Salam Literasi, dari Kali Kening Untuk Indonesia Jaya.*

Kemah Jurnalistik TPQ Al Isyraq Bate Bangilan

Kemah Jurnalistik TPQ Al Isyraq Bate Bangilan Tuban
Oleh : Joyo Juwoto


Jika ramadhan adalah syahrul Qur'an, maka sangat tepat pada bulan yang penuh barakah dan keutamaan itu diisi dengan hal-hal yang bermanfaat. Salah satunya adalah dengan kegiatan jurnalistik literasi.

Al Qur'an atau dikenal juga dengan sebutan al Kitab adalah sebuah kodifikasi ayat-ayat langit yang diturunkan kepada Kanjeng Nabi Muhammad Saw yang kemudian ditulis menjadi sebuah mushaf. Al Kitab sendiri sangat erat hubungannya dengan apa yang disebut sebagai tulisan.

Tanpa ditulis, kemungkinan kecil kita hari ini bisa membaca kalam Ilahi yang mulia itu. Begitulah, betapa luar biasanya sebuah tulisan yang mengabadi hingga kini. Turun temurun menjadi warisan berharga pada sebuah peradaban umat manusia.

Oleh karena itu, sesuatu yang sangat luar biasa, pada pagi hari ini, 19 Juni 2017 yang bertepatan tanggal 24 Ramadhan 1438 H, di sebuah Lembaga pendidikan Diniyyah yang terpencil di desa Bate Kec. Bangilan, tepatnya di TPQ Al Isyraq yang diasuh oleh Gus Shobah diadakan pelatihan Jurnalistik dalam rangkaian kemah Ramadhan.

Bersama Komunitas Literasi Kali Kening Bangilan, TPQ Al Isyraq berusaha menggapai asa, meneladani para ulama-ulama terdahulu mengikat ilmu dengan tulisan.

Menulis adalah sesuatu yang sangat penting, Imam Al Ghazali mengatakan, "Jika kamu bukan anak raja, jika kamu bukan anak orang kaya, maka menulislah" sejalan dengan itu penulis kondang dari Blora, Pramodya Ananta Toer mengatakan, menulis adalah bekerja untuk keabadian.

Umur manusia bisa terbatas, namun jika ia meninggalkan karya tulis, maka ia akan abadi bersama karya-karyanya. Selain itu, menurut, Mas Rohmat Sholihin dalam materi yang disampaikan dalam kemah jurnalistik bahwasanya menulis adalah juga dalam rangka berdakwah. Jadi segera tinggalkan alasan untuk tidak menulis.

Sedang saya, yang tadi kebagian memberikan materi tips menulis free writing, maka saya sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Komunitas Sahabat Pena Nusantara, yang digawangi oleh M. Husnaini, yang telah banyak membantu saya dalam mengembangkan ketrampilan menulis saya.

Dan tentu saya juga sangat berterima kasih kepada Sang Pengikat Makna, Pak Hernowo Hasim, yang telah sudi membagikan ilmu free writingnya yang luar biasa.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Sahabat Ali Bin Abi Thalib, bahwa :

العلم صيد والكتابة قيده, فقيّد صيودك بالحبال الواثقة

Artinya : Ilmu itu bagaikan hewan buruan dan tulisan itu bagaikan talinya. Maka ikatlah hewan 
.buruanmu dengan ikatan yang sangat kuat

Oleh karena itu, mari mengikat makna dengan menuliskannya. *Salam menulis bersama Sahabat Komunitas Kali Kening.*

Jumat, 16 Juni 2017

Khidmah Kepada Guru

Khidmah Kepada Guru
Oleh : Joyo Juwoto

Dalam dunia santri khidmah kepada guru adalah adab dan akhlaq yang dijunjung tinggi, tidak heran memang, karena santri diajari adab-adab dalam menghormati guru dan ilmu.

Dalam sebuah hikmah dikatakan Al adabu Fauqal Ilmi, adab itu di kedudukannya atas Ilmu pengetahuan.

Khidmat kepada guru adalah kunci keberhasilan dan keberkahan ilmu si santri. Banyak kita mendengar kisah santri yang berhasil karena begitu tawadhu dan khidmah kepada gurunya.

Derajad seorang guru, diletakkan lebih tinggi dari orang tua, karena seorang guru mempunyai tugas yang berat, untuk mengurusi jiwa dan raga seorang murid. Dalam sebuah maqalah dikatakan :
اقدم أستاذي على نفس والدى#و إن نالني من والد الفضل و الشرف
Artinya : 
"
Aku lebih mengutamakan guruku melebihi orangtuaku sendiri # meski hakekatnya aku mendapat keutamaan dan kemulyaan dari orangtuaku"

Dalam sebuah maqalahnya Imam Ali Bin Abi Thalib juga berkata : Ana Abdu Man 'allamanii Harfan Waakhidan" Saya sanggup menjadi budaknya orang yang mengajar saya, walaupun hanya satu huruf"
Demikianlah, betapa besar dan agungnya penghormatan dan khidmah seorang ahli ilmu kepada para guru dan alim ulama. Tidak heran jika seorang yang ahli ilmu sangat menghormati dan berkhidmah kepada gurunya.

Oleh karena itu, agar ilmu yang kita peroleh manfaat dan barakah hendaknya kita berkhidmah dengan guru-guru kita. Karena khidmah kepada ahli ilmu adalah kunci keberkahan ilmu yang kita dapatkan. Aamiin.

Kamis, 15 Juni 2017

Santri Menjadi Korban Satu Titik

Santri Menjadi Korban Satu Titik
Oleh : Joyo Juwoto

Dalam mengaji seorang santri hendaknya tekun, rajin, dan memperhatikan betul apa yang disampaikan oleh Kiainya.

Jangan sampai dalam mengaji seenaknya sendiri, kurang memperhatikan pelajaran dan penjelasan yang disampaikan oleh Kiai atau guru. Sehingga menyebabkan si santri lengah dan kurang konsentrasi dalam mengaji dan menyerap ilmu.

Seperti yang terjadi pada Ngabdul, seorang santri yang kurang teliti dalam mengikuti pengajian yang disampaikan oleh Kiainya.

Pada suatu kesempatan, Sang Kiai membacakan sebuah kalimat yang bunyinya begini :

حبّة سوداء دواء من كل داء

Kemudian mbah Yai menuliskannya di papan tulis. Santri-santri pun sama menyalinnya di buku catatan masing-masing santri. 

Karena si Ngabdul ini kurang perhatian mendengarkan penjelasan dari Kiainya, dan kurang teliti dalam menulis, maka si Ngabdul menyalinnya menjadi :

حيّة سوداء دواء من كل داء

Dari kalimat kata "habbatun" menjadi "hayyatun". Di sini terdapat perbedaan arti yang sangat fatal sekali.

Dari kata habbatun yang berarti biji jintan, menjadi kata hayyatun yang artinya adalah ular. Padahal perbedaannya hanya satu titik saja.

Hingga pada suatu ketikasi Ngabdul ini terkena penyakit, dia ingat pelajaran yang diberikan oleh Kiainya. Ngabdul pun membuka catatannya, karena Ngabdul merasa pintar, dia pun membaca dan mengartikan tulisannya sendiri.

"Kata Kiaiku dulu, saat saya nyantri  "obat segala penyakit adalah ular hitam, hayyatun sauda'. Gumam Ngabdul.

Demi sembuh dari penyakitnya, Ngabdul pun mencari ular hitam untuk ditangkapnya. Namun naas bagi Ngabdul, ketika ia mendapati seekor ular hitam dan akan ditangkapnya,  ular itu menggigitnya. Ngabdul pun lari menjerit.

Begitulah akibatnya, jika santri  mengaji tetapi tidak memperhatikan dengan tekun dan teliti, dari apa yang disampaikan oleh Kiainya.

Demikian, sedikit humor santri yang saya dengar dari pengajiannya Gus Baha' yang membuat saya tertawa sendiri. JJ.

Rabu, 14 Juni 2017

Kisah Santri Pembawa Jimat Ke Tanah Suci

google

Kisah Santri Pembawa Jimat Ke Tanah Suci
Oleh : Joyo Juwoto


Dalam sebuah pengajian tafsir yang diasuh oleh Gus Baha', yang saya ikuti direkaman youtube dot com, banyak hikmah dan pelajaran yang bisa kita petik.

Sedikit saya cuplikkan melalui tulisan ini, dari hal-hal yang saya ingat, atau menurut istilah Hernowo Hasyim, disebut sebagai mengikat makna. Kisahnya sebagai berikut:

Saat itu Gus Baha' menceritakan tentang rekayasa Iblis yang menaruh kitab sihir di singgahsana Nabi Sulaiman, agar orang-orang menyangka setelah wafatnya Nabi Sulaiman, bahwa kekuasaan dan kehebatan dari Nabi Sulaiman adalah hasil dari perbuatan sihir.

Namun hal ini langsung dibantah oleh Allah di dalam Al Qur'an, bahwa Sulaiman tidak kafir dan mengajarkan sihir, melainkan Iblislah yang melakukan itu semua. "Wa maa Kafara Sulaiman Wa Lakin asyayaathiina kafaruu" (Sulaiman itu tidak kafir, tetapi yang kafir adalah syaitan.)

Dari peristiwa inilah, muncul pendapat bahwa jimat juga termasuk bagian dari sihir, yang juga termasuk bagian dari perbuatan orang-orang kafir.

Menurut Gus Baha, Jimat bukanlah bagian dari kemusrikan, hanya saja jimat itu seperti barang yang tidak berguna. Karena pada dasarnya, orang yang membuat ataupun yang memakai jimat masih bersyahadat kepada Allah, padahal kalimat syahadat ini, apabila dibaca oleh orang kafir atau musrik maka ia menjadi muslim, lha ini sudah Islam hanya gara-gara jimat saja masak kok ya jadi musrik? padahal mereka sudah dinyatakan Islam dan masih bersyahadat.

Ada satu kejadian menarik yang dialami oleh salah satu temannya Gus Baha'. Temannya Gus Baha ini santri yang alim dan pandai membaca kitab Mu'in. Kitab Alfiyah pun khatam dan hafal, tidak aneh karena ia memang seorang Gus dari Madura. Ayahnya seorang Kiai di kampungnya.

Suatu ketika Temannya Gus Baha' ini pergi ke Makkah, sesampainya di kantor Imigrasi Arab Saudi, seperti biasa ada pemeriksaan, lha, temannya Gus Baha ini dari rumah dibekali jimat yang dibungkus kain jarit, isinya adalah jahe. Entah jimat itu untuk apa.

Karena Arab Saudi berfaham yang melarang penggunaan jimat, maka si santri ini ditahan oleh asyakar.

"Haadzal balad, baladullah, La yadkhulul Musyrik" (Negara ini adalah biladullah, orang yang musyrik tidak boleh masuk.) Kata si petugas tadi.

Kemudian si santri ini digelandang ke bagian keamanan, di sana diinterograsi oleh petugas. Kemudian santri tadi disuruh berjongkok, dan jimatnya dibakar oleh asykar.

Entah karena apa, saat jimat dibakar, si santri tadi kepanasan dan menyebut nama Allah.

"Allah...Allah...Allah"

Lhoh, ente masih mengakui Allah, sebagai Tuhan! hardik salah satu asykar.


Kemudian santri tadi mengeluarkan kepandaiannya berbahasa Arab. Dan dicapai satu kesepakatan, bahwa ia diperbolehkan memasuki kota Makkah dengan syarat ia harus disyahadatkan kembali terlebih dahulu.

Dalam batin si santri tadi sangat nggerundel, lha wong dia sejak bayi sudah santri, bapaknya kiai, ibunya bu nyai, mbah-mbahnya juga santri, lha ini dipaksa harus syahadat kembali. Tapi demi bisa mengunjungi kota Makkah ia pun mengucapkan kalimat syahadat sebagaimana permintaan Asykar.

Begitu cerita yang disampaikan oleh Gus Baha' dalam pengajian tafsirnya, yang membuat saya terpingkal-pingkal. Terima kasih Gus. Ngajinya joss luar biasa. :)


Selasa, 13 Juni 2017

Berkomunikasi Dengan Semesta Menciptakan Harmoni Bersama

Berkomunikasi Dengan Semesta Menciptakan Harmoni Bersama
Oleh : Joyo Juwoto

Alam semesta dengan segala isinya diciptakan Tuhan untuk saling berinteraksi dan menjalin hubungan komunikasi yang baik diantara makhluk Tuhan. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang mendapatkan tugas sebagai khalifah fil ardh, bisa menjalankan tugas kekhalifahannya dengan baik selagi manusia mampu menjalin komunikasi dengan alam. Untuk berkomunikasi dengan alam, baik dengan batu, dengan debu, dengan tanaman, hewan, angin, hujan dan lain sebagainya, maka manusia perlu memahami pola interaksi dan komunikasi dengan semesta ini. Jika interaksi dan komunikasi ini berjalan dengan baik maka simponi harmoni semesta akan terjaga.

Pada dasarnya tiap-tiap makhluk di semesta raya ini, baik itu makhluk hidup ataupun benda mati memiliki jiwa, memiliki inti yang menjadi dasar tersusunnya komponen makhluk yang diciptakan oleh Tuhan. Dari hal yang dasar inilah makhluk-makhluk bisa mengembangkan pola berkomunikasi. Kita tidak heran dalam peradaban yang pernah dicapai bangsa Nusantara ada manusia yang mampu membaca dan menerjemahkan tanda-tanda alam, seperti Jangka Jayabaya, ramalan Ronggowarsito, dan masih banyak lagi contohnya. Sekilas mungkin ada yang mengatakan bahwa orang yang mampu menahan hujan, mampu mengusir angin ribut, menaklukkan petir adalah orang yang mengamalkan klenik dan ilmu hitam. Namun jika kita mau arif dalam memahami pola komunikasi yang dibangun oleh para pawang tersebut tentu kita tahu bahwa yang sedemikian itu bisa dijelaskan dengan akal sehat dan ilmiah.

Kata kunci dari hal-hal yang kelihatan tidak masuk akal di atas adalah pola interaksi dan komunikasi dengan semesta. Ambil contoh saja petani pada zaman dahulu, untuk menentukan masa bertanam biasanya para petani membaca tanda-tanda alam, apakah saat bertanam itu sudah masuk musim penghujan atau belum. Ayah saya dulu sebelum bertanam padi biasanya melihat tanda-tanda dan posisi bintang di langit. Dalam kearifan lokal masyarakat Jawa jika akan memulai bertanam biasanya menunggu munculnya bintang waluku (mata bajak) di waktu subuh, ini adalah salah satu contoh dari pola komunikasi yang dibangun oleh manusia dengan alam.

Namun sayang kearifan-kearifan lokal yang sedemikian ini mulai bergeser akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga manusia tidak lagi memahami pola komunikasi dengan semesta, namun lebih mengandalkan pada teknologi, karena dianggap lebih mudah dan cepat. Tidak ada yang salah dengan perkembangan teknologi dalam berbagai bidang kehidupan, namun yang menjadi masalah adalah hubungan manusia dengan alam sudah tidak lagi sinergis namun lebih pada penguasaan terhadap sumber daya alam. Akibatnya alam tidak terjaga dengan baik dan menjadi rusak, karena pola komunikasi yang dikembang manusia sekarang adalah model eksploitasi bukan sinergi.

Tepat sekali Al Qur’an menggambarkan kerusakan alam akibat dari ulah manusia, hal ini tentu karena manusia menerapkan pola interaksi dan komunikasi yang salah. Dalam surat Ar-Rum ayat 41 Allah berfirman :

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (٤١)
Artinya :“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Oleh karena itu mari kembali merekonstruksi cara berkomunikasi dengan semesta untuk menciptakan harmoni bersama, dari mengeksploitasi menjadi bersinergi dan membangun kerjasama yang baik dengan alam, karena pada dasarnya alam semesta adalah kesatuan dari makhluk Tuhan yang fungsinya membersamai manusia mewujudkan tata kelola kehidupan yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, untuk mencapai kemakmuran bersama dalam bingkai kehidupan yang rahmatan lil ‘alamin.

Joyo Juwoto, Santri Pondok Pesantren ASSALAM Bangilan Tuban. Telah menulis dua buku solo, Jejak Sang Rasul (2016); Secercah Cahaya Hikmah (2016), dan menulis beberapa buku antologi.”


Sabtu, 10 Juni 2017

Dawuhnya Mbah Moen Sarang Tentang Ponpes ASSALAM Bangilan

Google
Dawuhnya Mbah Moen Sarang Tentang Pondok ASSALAM Bangilan
Oleh : Joyo Juwoto


KH. Maimun Zubair atau lebih dikenal dengan panggilan Mbah Moen bisa dikatakan sebagai punjernya jagad Kekiaian di  tanah Jawa, bahkan Nusantara.

Tidak heran jika ada masalah apapun, banyak orang-orang yang sowan kepada beliau. Mulai dari hal-hal yang sepele hingga pada hal-hal yang menyangkut masalah keummatan.

Memang hal ini sudah menjadi adat dan tradisi di kalangan warga, khususnya warga Nahdliyin, untuk sowan dan silaturrahim kepada Kiai, yang dianggap sebagai sesepuh dan dituakan.

Selain sowan silaturrahim dan berkonsultasi masalah-masalah tertentu, nilai barakah, minta doa dan juga wujud takdzim kepada kiai juga menjadi dasar tradisi sowan kepada Kiai.

Tradisi yang demikian ini memang sudah jamak terjadi di kalangan santri, bahkan para Kiai juga, demikian.

Pada suatu kesempatan, mbah Yai Musta'in Jati Kedungmulyo sowan ke ndalemnya KH. Maimun Zubair, Sarang.

Setelah beramah-tamah dan menyampaikan banyak hal, mengenai masyarakat, mengenai pembangunan masjid dan hal-hal lainnya, akhirnya Mbah Yai Musta'in pamit pulang.

*Saat salaman pamit pulang itulah, mbah Moen bilang kepada Yai Musta'in, "Nek nggawe pondok kuwi sing tenanan, koyo Muhaimin" begitu dawuhnya Mbah Moen Sarang.*


Sumber : Usth. Rika Andriyani P.

Kamis, 08 Juni 2017

Wudhu Kebangsaan Dalam Merawat Kebhinekaan Tunggal Ika

Google
Wudhu Kebangsaan Dalam Merawat Kebhinekaan Tunggal Ika
Oleh : Joyo Juwoto


Kebhinekaan akhir-akhir menjadi sesuatu yang mahal, entah apa yang sedang menimpa bangsa ini, orang-orang seakan lupa dengan sejarah bangsa dan leluhurnya sendiri. Telah berlangsung berabad-abad silam, mulai era Mataram kuno, perbedaan adalah sesuatu yang sangat wajar, antara pemeluk Hindu dan Budha bisa hidup rukun, saling saling bertetangga dan bekerjasama, tak ada diskriminasi dan ujaran kebencian diantara mereka. Semua kompak membangun sinergi bersama mewujudkan tata kehidupan yang damai sentausa.

Pun demikian yang terjadi pada masa Kerajaan Majapahit, perbedaan-perbedaan adalah hal yang wajar dan lumrah, nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika tumbuh subur berkembang diantara pemeluk agama Siwa, Budha, dan penganut ajaran Jawa, sehingga saat itu muncul istilah Siwabodja, kepanjangan dari Siwa, Budha, dan Jawa.

Bahkan produk istilah dari Bhineka Tunggal Ika ini muncul abad ke-14 masa kerajaan Majapahit, yang termaktub dalam Kakawin Sutasoma karangan Mpu Tantular. Bhineka berarti "beraneka ragam" Tunggal "satu" sedang Ika bermakna "itu", yang kemudian diartikan sebagai beraneka ragam itu satu, atau berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Kemudian di era Walisongo, toleransi di dalam perbedaan juga sangat baik, perbedaan itu tidak hanya terjadi di dalam satu kelompok agama saja, bahkan antar agama dan keyakinan. Lihatlah betapa arif dan bijaksananya Kanjeng Sunan Ja'far Shodik, saat di mana pemeluk Hindu di Kudus mendewakan sapi, tidak lantas beliau memerintahkan umat Islam menyembelih sapi saat bulan kurban. Walau di dalam ajaran Islam diperbolehkan menyembelih sapi, namun Kanjeng Sunan lebih memilih menyembelih kerbau, demi toleransi dan menjaga perasaannya pemeluk agama Hindu.

Begitulah memang ajaran yang dicontohkan oleh para Walisongo kepada umatnya. Jika kita merasa bagian dari Walisongo maka hendaknya kita teladani, akhlaq dan perilaku dari beliau-beliau. Jangankan dengan sesama muslim, orang yang di luar keyakinannya saja dihormati. Subhanallah, semoga kita bisa meneladani karakter dan fiqh dakwahnya para Sunan.

Jadi bangsa kita ini sudah sangat kenyang dengan yang namanya perbedaan. Jika sekarang orang-orang sama teriak mempertanyakan kebhinekaan, maka kita harus memutar waktu, melihat kembali perjalanan sejarah bangsa ini.

Jangan sampai kita lupa sejarah, hanya karena ego, hanya karena kebencian, hanya karena kepentingan sesaat kita melupakan nilai kebhinekaan yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita.
Untuk menumbuh kembangkan kembali spirit Kebhinekaan Tunggal Ika, hendaknya kita menyadari bersama, secara arif dan bijaksana bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara ini tidak diibaratkan sebagai sebuah bangunan besar, rumah besar, yang masing-masing komponen harus saling menjaga dan saling menguatkan. Mustahil sebuah bangunan hanya terdiri dari genting saja, mustahil bangunan hanya tersusun dari kerangka kusen-kusen saja. Ada banyak hal, banyak variabel, banyak unsur untuk membangun rumah kebangsaan.

Masing-masing komponen bangunan kebangsaan yang beragam dan berbeda itu tentu memiliki fungsi dan peran yang berbeda, namun pada dasarnya punya tujuan yang sama, yaitu terbentuknya bangunan kebangsaan yang kokoh dan kuat.

Oleh karena itu, mari bersama merawat kebhinekaan mulai dari yang paling mudah, mulai dari yang paling dekat dengan kita, mulai dari keluarga kita, kerabat kita, dan tetangga tetangga kita. Jangan sampai kita perturutkan hawa nafsu yang akhirnya justru itu merusak tali rajutan Kebhinekaan yang Tunggal Ika yang kita dengang-dengungkan bersama.

Mari bersama mengambil ulang air wudhu kebangsaan, untuk menyucikan kembali Bhinneka Tunggal Ika kita, yang mungkin telah batal.

Rabu, 07 Juni 2017

Safari Ramadhan, Kapolres Tuban Fadly Samad Kunjungi Pesantren  ASSALAM Bangilan

Safari Ramadhan, Kapolres Tuban Fadly Samad Kunjungi Pesantren  ASSALAM Bangilan
Oleh : Joyo Juwoto


Ramadhan adalah bulan silaturrahmi, bulan memperkuat ukhuwwah, dan interaksi diantara masyarakat. Hari ini Kapolres Tuban, Bapak Fadly Samad mengunjungi pondok Pesantren ASSALAM Bangilan.

Kunjungan Kapolres Tuban di Ponpes ASSALAM Bangilan, (7/6/2017) dalam  acara Safari Ramadhan terkait dengan janji silaturrahmi beliau, yang kemarin berhalangan hadir dalam acara Haflah Akhirussanah.

Pengasuh Pondok Pesantren ASSALAM, KH. Yunan Jauhar, memberikan kata sambutan selamat datang, beliau menyampaikan kegembiraannya yang luar biasa, dengan kerawuhan rombongan bapak Kapolres beserta rombongannya. 

Dalam acara yang dipandu oleh Ust. Mulyadi, sambutan santri-santri ASSALAM sangat meriah, diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, kemudian dilanjutkan dengan himne pondok yang syahdu, dan ditutup dengan lagu mars ASSALAM tiga bahasa, suasana begitu menenggelamkan keadaan. Perpaduan semangat kebangsaan,  semangat al muhaafadzoh alal qadiimis sholeh, dan wal akhdu bil jadiidil ashlah begitu terasa.

Pondok Pesantren ASSALAM adalah miniatur dari rumah besar NKRI, santri-santrinya berdatangan dari penjuru Nusantara, dengan semangat ASSALAM Berdiri Di atas Dan Untuk Semua Golongan, Pesantren yang ada di Kota Kecamatan Bangilan ini mampu menjadi contoh terdepan dalam wawasan maupun praktek kebhinekaan Indonesia.

Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Kapolres, bahwa generasi muda harus memahami bahwa NKRI bukanlah warisan yang bisa dimiliki, dan diberlakukan semaunya oleh sekelompok golongan tertentu saja,  NKRI adalah milik banyak golongan, ras, dan suku. Semua harus menyadari bahwa NKRI adalah titipan yang wajib kita jaga bersama demi keberlangsungan anak cucu kita.

Dalam kuliah umumnya di hadapan seribu santri, Pak Kapolres juga menyatakan bahwa "Kita itu lebih cepat bergerak tangannya, sedang otak pikiran masih loading."

Hal ini menjadikan kita, di era medsos sekarang ini, mudah sekali mengirimkan atau mengeshare berita-berita yang belum tentu jelas kebenarannya, ini adalah penyakit yang  merusak kerukunan berbangsa dan beragama. Padahal dalam ajaran agama sangat jelas, jika ada berita, maka kita harus mengecek dahulu kebenarannya, tabayyun, bukan langsung ikut-ikutan mengesharenya.

Bapak Fadly Samad, Kapolres Tuban, menegaskan, bahwa beliau merasa bangga dengan Pondok Pesantren ASSALAM, yang mana santri-santrinya mampu memberikan teladan kebersamaan dan kerukunan, yang mana hal tersebut di atas menjadi pondasi dasar bagi sikap Kebhinekaan Nasional Indonesia. JJ.

Selasa, 06 Juni 2017

Pergaulan Di Media Sosial

Google.com
Pergaulan di Media Sosial
Oleh : Joyo Juwoto


Pergaulan adalah interaksi antara satu individu dengan individu lain, atau antara individu dengan masyarakat, dan masyarakat dengan masyarakat yang lainnya. Interaksi ini sangat penting sekali, karena dengan interaksi maka terjadilah proses hubungan sosial di tengah masyarakat.

Ajaran Islam baik yang bersumber dari AlQur'an, Alhadits, maupun mutiara teladan dari para ulama-ulama sholeh yang memang mendalami betul ajaran Islam, sangat memperhatikan akhlaq dan interaksi pergaulan di tengah masyarakat.

Contoh-contoh interaksi dan pergaulan ala Islam sangat gamblang, seperti terangnya matahari siang tanpa mendung. Namun sayang sekali, hari ini, tata dan adab pergaulan ala Islam makin hari makin pudar. Makin lenyap.

Tak dapat dipungkiri dengan adanya perkembangan teknologi dan komunikasi menyebabkan adanya pergeseran pola interaksi diantara masyarakat kita. Dengan adanya media sosial, menyebabkan nilai-nilai silaturrahmi berubah pola. Jika dulu kita saling berkunjung, saling bermuwajahah, saling bertemu, saling mengenal sehingga rasa kasih sayang dan penghormatan begitu terasa.

Hari ini interaksi tidak dibatasi oleh tempat, dengan orang yang belum pernah ketemu pun bisa terjalin interaksi. Tidak masalah jika interaksi itu berjalan dengan baik, hal ini tentu menambah nilai pergaulan kita.

Yang menjadi masalah adalah, kita pada awalnya tidak pernah ketemu, tidak saling mengenal, namun memancing keributan di media sosial. Bahkan kadang saling marah, saling mencaci, dan saling membenci.

Hal ini tentu sangat disayangkan, media sosial yang seharus menjadi sarana untuk membangun pergaulan dan silaturrahim secara luas tak terbatas kita pergunakan untuk sarana permusuhan dan arena mengumbar hawa kebencian.

Jika difikir kadang juga menggelikan, hanya karena berbeda pandangan dengan suatu persoalan, atau beda pilihan politik, beda idola,  ujung-ujungnya tawuran di media sosial. Kenal saja tidak, ketemu saja belum, eh saling mencaci dan memaki.


Oleh karena itu, mari bersama menyadari, untuk menggunakan media sosial dengan baik dan produktif. Tak perlu terpancing dan mengumbar emosi dengan berbagai macam polemik di media sosial.

Siapkanlah tujuh samudra kesabaran untuk menjadi dewasa dan waras di media sosial. Jika harus mengklarifikasi dan memberikan bantahan ataupun sanggahan, pergunakanlah bahasa yang baik, santun dan dengan penuh pertanggung jawaban. Jangan ikut-ikutan terbawa keadaan.

Senin, 05 Juni 2017

Menjadi Muslim Yang Bahagia

Google
Menjadi Muslim Yang Bahagia
Oleh : Joyo Juwoto


Islam adalah agama yang sempurna, ajaran Islam tidak hanya mengatur urusan dunia saja, tapi sekaligus mengatur urusan akhirat.

Menjadi muslim berarti harus menjadi orang-orang yang bahagia dunia dan akhirat, seimbang antara keduanya.

Seorang muslim yang baik dilarang mengambil pilihan salah satu dari keduanya. Baik itu memilih hanya bahagia di dunia saja atau memilih bahagia di akhirat dengan mengesampingkan kehidupan dunia.

Dalam Al Qur'an surat al Qhasas ayat 77, Allah Swt, berfirman : Wabtaghii fii maa aatakallahuddaaral akhirata wa laa tansa nashiibaka minaddun-ya, Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia.

Menjadi muslim yang baik seyogyanya memang menjadi muslim yang tengah-tengah diantara kepentingan dunia dan akhirat. Jangan sampai hanya mengurusi dunia sampai lupa akhirat, begitupula sebaliknya sibuk ngurusi akhirat lupa urusan duniawi.

Oleh karena itu berdoa dengan doa sapu jagad, Rabbana atina fidunya hasanah, wa fil akhirati hasanah, meminta diberi kehidupan yang bahagia, baik di dunia maupun di akhirat kelak.


Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw bersabda yang isinya kira-kira demikian, jika kamu bekerja maka sunguh-sungguhlah, sampai kau merasa akan hidup selamanya, namun saat kamu beribadah maka berfikirlah seakan-akan engkau akan meninggal esok hari.

Semoga kita semua, dijadikan oleh Allah Swt, sebagai hamba yang bahagia baik di dunia maupun di akhirat kelak. Aamiin.

Minggu, 04 Juni 2017

Menulis, Jalan Kebahagiaan

Menulis Jalan Kebahagiaan
Oleh : Joyo Juwoto


Untuk meraih jalan kebahagiaan banyak cara dilakukan oleh manusia, baik dari hal yang sederhana, hal yang biasa, hingga hal-hal yang rumit dan kadang tidak masuk diakal.

Apapun itu, jika mendatangkan rasa bahagia, maka akan dilakukan. Memang begitulah sifat dasar manusia, mengejar sesuatu yang membahagiakannya.

Ada orang yang dengan memancing maka ia temui kebahagiaan di sana, ada yang menjadikan shoping sebagai jalan kebahagiaan, ada yang traveling, ada yang naik gunung, ada yang snorkeling, dan tentu masih banyak lagi jalan kebahagiaan yang ditempuh oleh seseorang.

Saya sendiri memilih bahagia tanpa syarat apapun. Selagi kegiatan itu positif maka saya berhak melakukannya dengan bahagia. Saya tidak akan membatasi arti dan makna kebahagiaan untuk diri saya sendiri. Bahagia dengan apapun atau bahkan tanpa apapun.

Salah satu hal yang mendatangkan kebahagiaan bagi saya adalah menulis. Tulisanku bisa dibilang belum apa-apa, tapi saya senang dan bahagia bisa menulis. Jika telah melahirkan satu tulisan, sesederhana apapun itu, hormon bahagia saya bekerja. Ada kepuasan tersendiri rasanya, ada proses katarsis jiwa yang membuat rasa membuncah senang.

Titik kulminasi kebahagiaan saya mencapai puncak, tatkala tulisan saya terbit menjadi buku. Senangnya luar biasa. Buku antologi pertama saya tentang Ramadhan terbit bersama komunitas Sahabat Pena Nusantara.

Dari komunitas yang diketuai oleh Pak Husnaini, penulis produktif dari Lamongan inilah, akhirnya bersusulan buku antologi saya terbit. Yang terbaru adalah buku Resolusi menulis, dan Buku Merawat Nusantara.

Selain antologi bersama Sahabat Pena Nusantara, saya juga berkontribusi dengan IGI dalam buku cermin pengarang Tuban, judulnya, Saat Ramadhan Hampir Usai. Lalu di komunitas Kali Kening juga sedang menggarap antologi cerpen dengan judul, Stasiun Tua di Kampungku. Semoga bulan depan usai dan segera terbit.

Selain buku keroyokan, saya juga berlatih nulis buku solo, ada dua judul yang sudah terbit, dan insyallah buku solo ketiga saya juga dalam proses.

Alhamdulillah, kontribusi-kontribusi kecil dalam dunia literasi saya syukuri, karena hal itu membahagiaan saya. Dan yang terpenting sedikit banyak saya berusaha ikut serta memberikan manfaat untuk peradaban bangsa Nusantara ini.

Saya setuju dengan satu ungkapan yang menyatakan, lebih baik menyalakan satu lilin daripada mengutuki kegelapan. Kalimat bijak yang sangat positif dan luar biasa.

Semoga kita bisa menjadi insan-insan yang berguna bagi nusa dan bangsa, sekecil apapun itu adalah bagian dari wujud bakti kepada Ibu pertiwi tercinta.  salam.

Sabtu, 03 Juni 2017

Puasa Meneguhkan Ukhuwwah Islamiyyah 2 (Selesai)

Google
Puasa Meneguhkan Ukhuwwah Islamiyyah 2 (selesai )
Oleh : Joyo Juwoto

Bulan puasa adalah bulan yang penuh berkah. Baik berkah yang berkenaan dengan kehidupan dunia, maupun berkah akhirat. Dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa bulan puasa terbagi menjadi 3 fase keberkahan, sepeluh hari pertama adalah rahmat, sepuluh hari kedua adalah maghfirah dan sepuluh yang ketiga adalah pembebasan dari api neraka.

Betapa Allah Swt, melimpahkan kasih sayangnya pada bulan ramadhan, oleh karen itu sudah semestinya kita, umat Islam mengambil berkah ramadhan ini dengan penuh suka cita.

Lihatlah, pada malam-malam bulan ramadhan, masjid dan mushola-mushola menjadi ramai, banyak anak muda dan tidak ketinggalan orang-orang tua yang berlomba bertilawah, sungguh habituasi ramadhan mengajarkan umat untuk rajin beribadah.

Selaian kegiatan tilawah Al Qur'an, ibadah yang juga marak di bulan ramadhan adalah bersedekah, dengan mengadakan buka bersama.

Hampir disetiap kelompok masyarakat, baik itu komunitas, ormas, intansi-instansi, kelompok pengajian, atau apapun, marak sekali kegiatan buka bersama atau bukper.

Kegiatan bukper di bulan ramadhan ini hendaknya mempererat dan meneguhkan sikap ukhuwwah islamiyyah diantara umat Islam yang berbeda-beda.

Dengan kegiatan bukper, mari menjalin komunikasi yang baik, menyambung tali silaturrahim, membuang prasangka yang tidak-tidak diantara sesama umat Islam. Dengan semangat bulan puasa kita anyam kembali tali ukhuwwah yang retak agar kejayaan umat dan kedamaian dapat kita raih bersama.

Selamat menjalankan ibadah puasa, dan selamat berbukper ria. Salam.

Jumat, 02 Juni 2017

Puasa Meneguhkan Semangat Ukhuwwah Islamiyyah (1)

google
Puasa Meneguhkan Semangat Ukhuwwah Islamiyah (1)
Oleh : Joyo Juwoto



Umat Islam sejatinya pada bulan ramadhan meneguhkan sikap kebersamaan dan ukhuwwah. Sikap politik yang berbeda, kepentingan dan ambisi yang berbeda mulai memudarkan ikatan ukhuwwah diantara umat Islam.

Kita semakin lupa tentang Innamal Mu'minuuna Ikhwatun, bahwa sesungguhnya umat Islam itu adalah saudara. Kita lupa seruan Nabi, bahwa umat Islam seperti satu badan, jika salah satu sakit, maka anggota tubuh yang lain pun ikut merasakannya.

Ini adalah firman Allah Swt, ini adalah dawuhnya sosok yang kita muliakan dan kita ikuti sabdanya, jika kita mengingkari ayat ini atau menyelisihi dawuhnya Kanjeng Nabi, tentu konsekuensinya akan kita tanggung, baik itu di dunia maupun kelak di akhirat.

Oleh karena itu, momentum ramadhan ini mari kita maksimalkan untuk memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya bahwa kita adalah bersaudara.

Kita sering mendengar dawuhnya para ulama, bahwa perbedaan adalah rahmat, perbedaan adalah sunnatullah, maka kita tidak perlu alergi dengan semua perbedaan itu. Jika kita bisa mengamalkan ukhuwwah wathoniyyah, jika kita bisa menjalankan dengan baik ukhuwwah basyariyyah, kenapa ukhuwwah Islamiyah kita koyak moyak?

Mari bersikap arif dan bijaksana, juga bijaksini agar harmoni semesta yang kita cita-citakan bersama bisa terwujud, agar tugas kita sebagai manifestasi dari Khalifatullah bisa tertunaikan dengan baik untuk mewujudkan kehidupan yang rahmatan lil 'alamin, memayu hayuning bawana.

Berpuasa hakekatnya adalah sikap mawas diri dan menahan segala nafsu yang tidak baik, berpuasa sejatinya tidak hanya menahan lapar dan dahaga semata, namun berpuasa berarti juga menahan diri dari melakukan perbuatan ataupun perkataan yang tercela.

Oleh karena itu, jauh-jauh Rasulullah Saw mengingatkan, betapa banyak orang yang berpuasa namun tidak mendapatkan apa-apa kecuali haus dan dahaga saja. Agar puasa kita bermakna mari menjaga diri, menjaga hati, menjaga lisan, agar kita tidak menyakiti orang lain, lebih-lebih menyakiti saudaranya sendiri.

Mari bersama dengan ibadah puasa tahun ini, kita diberikan barakah, maunah dan taufiq dari Allah untuk menjadi hamba yang muttaqin. Aamin ya rabbal 'alamin