Minggu, 30 April 2017

Bertanam Kebaikan

Bertanam Kebaikan
Oleh : Joyo Juwoto

Dunia adalah ladang bertanam, sedangkan akhirat adalah masa di mana manusia akan menuai apa yang telah ditanamnya saat di dunia.  Jika manusia menanam padi, maka takdir akan berkata padilah yang akan diketamnya, begitu pula jika yang di tanam adalah gulma maka takdir akan berkata kesia-siaan yang akan di unduhnya kelak. Dan ini sudah menjadi sunnatullah-Nya, Wa Lan Tajida Li Sunnatillahi Tabdiilan.

Menarik seperti yang diungkapkan oleh Samuel Smiles bahwa “Taburkanlah suatu pikiran, maka kamu akan menuai perbuatan. Taburkanlah suatu perbuatan, maka kamu akan menuai kebiasaan. Taburkanlah suatu kebiasaan, maka kamu akan menuai karakter. Taburkanlah suatu karakter, maka kamu akan menuai takdir.”

Sesunguhnya sikap seseorang itu bersumber dari pikirannya, jika pikirannya baik dan produktif, maka tentu juga akan melahirkan perbuatan yang baik dan produktif pula, sebaliknya jika pikirannya telah cacat dan rusak, maka jangan harap akan lahir sikap dan perbuatan yang baik dari perilaku seseorang.

Oleh karena itu Pramodya Ananta Toer mengatakan seseorang itu harus sudah adil sejak dalam pikiran, hal ini memiliki makna bahwa jangan sampai kita berpraduga yang tidak-tidak dengan orang atau kelompok lain, kita harus melepaskan itu semua, praduga-praduga itu akan melahirkan sikap yang tidak bijak, karena bibit perbuatan manusia berasal dari pikirannya. Maka adillah sejak dalam pikiran, kata Pram.

Jadi bertanam kebaikan itu dimulai sejak dalam pikiran, oleh karena itu taburlah pikiran yang positif agar nantinya melahirkan perbuatan yang positif pula, hingga nantinya rantai sunnatullah ini sampai pada takdir Tuhan yang akan kita terima.

Jika kita telah memiliki pikiran yang baik, jangan sampai berhenti pada angan-angan, lakukan aksi selanjutnya, yaitu melakukan perbuatan itu dengan sebaik-baiknya. Pikiran tidak boleh berhenti, harus dialirkan menjadi perbuatan agar ide-ide itu tidak rusak di dalam otak, harus aksi, harus diwujudkan menjadi sebuah perbuatan fisik.

Pablo Picasso berkata : “Yang penting adalah apa yang kita lakukan, bukan apa yang ingin kita lakukan.” Melakukan ini sangat penting sekali, sebaik apapun apa yang ingin kita lakukan , namun hanya sebatas ide dan di dalam pikiran, maka itu hanyalah semu belaka. Lakukanlah apa yang ingin kita lakukan dengan baik, sehingga nantinya akan menjadi kebiasaan yang baik pula.

Kebiasaan-kebiasaan yang terus kita lakukan secara terus menerus akan menjadi watak dan karakter, dari watak dan karakter inilah Allah akan memberikan takdirnya kepada kita. Allah tidak akan menyia-nyiakan usaka dan kerja keras dari hamba-hamba-Nya.

Oleh karena itu mari terus bertanam kebaikan, sekecil apapun itu, agar kelak tanaman-tanaman yang kita semai di dunia ini, bisa kita petik dan kita nikmati hasilnya di hari pembalasan.



Jumat, 28 April 2017

Kartini, Perempuan Yang Menulis Hidupnya


Pic. Ikal Hidayat Noor
Kartini, Perempuan Yang Menulis Hidupnya
Oleh : Joyojuwoto

Kajian Komunitas Kali Kening sore ini dengan tema ” Perempuan Yang Menulis Hidupnya” tentu pas dengan momen hari Kartini. Saya merasa tema ini penting bahkan sangat penting, melihat fenomena perayaan Kartini, di seluruh penjuru negeri, yang semakin hari semakin jauh dari khittah tanggal 21 April, yaitu dalam rangka memperingati hari Kartini.

Walaupun tema yang diambil adalah secara umum mengenai permpuan yang menulis hidupnya, karena ini masih di bulan Kartini, maka tidak ada salahnya jika saya mengupas mengenai esensi perayaan hari Kartini. Hitung-hitung ini sebagai apresiasi dan penghormatan saya kepada seluruh pahlawan kehidupan, baik yang terdahulu, sekarang, dan yang akan datang.

Sejatinya bangsa ini perlu bertanya kembali, tepatnya bermuhasabah nasional, apa dan siapa itu Kartini. Apakah Kartini mengajak kita untuk berkonde dan berkebaya ? Apakah Kartini menyeru untuk bersolak-solek dan berbedak ria ? saya kira semua bisa menjawab dengan baik dan benar, bahwa sejatinya peringatan hari Kartini bukanlah untuk ajang fashion show, atau ajang rias pengantin. Mohon maaf jika saya agak keras menyindir perayaan-perayaan yang sedemikian.

Walaupun sebenarnya masih banyak deretan nama pahlawan perempuan yang juga banyak berjasa di negeri ini, namun saya memilih tidak akan mempermasalahkan, mengapa Pahlawan emansipasi kaum perempuan adalah Kartini, kok bukan yang lain yang lebih layak. Walau tentu tidak bisa dikatakan, Kartini tidak layak untuk menyandang gelar itu. Saya hanya ingin mempertanyakan  dan mempermasalahkan mengapa perayaan hari emansipasi dan keseteraan kok dimaknai dengan tusuk konde, dan pakaian kebaya, apa ini tidak aneh dan bias ?

Peninggalan Kartini sangat jelas, tulisan-tulisannya yang kemudian disusun dan diterbitkan menjadi sebuah buku yang berjudul “Door Duisternis to Light” yang oleh Armin Pane kemudian diterjemahkan menjadi “Habis Gelap Terbitlah Terang.” Dari sini tentu bisa kita maknai, bahwa sejatinya peringatan Kartini adalah peringatan terhadap dunia literasi. Jadi jika sebuah lembaga pendidikan atau instansi pemerintahan atau siapa saja yang akan memperingati hari Kartini seyogyanya menjadikan hal ini sebagai acuan.

Ya, Kartini dikenang karena surat-suratnya, Kartini diperingati karena usahanya, menuliskan segala keresahannya terhadap adat yang membatasi gerak aktivitas kaum perempuan, berbicara Kartini sejatinya adalah berbicara mengenai literasi itu sendiri.

Jadi kalau mau membuat lomba peringatan hari Kartini, ya buatlah lomba menulis surat, lomba membuat cerpen, lomba nulis puisi, membuat opini dan lain-lain yang berkaitan dengan dunia literasi. Kalau memang menulis masih dianggap sesuatu yang susah kita perlu usaha, perlu berjuang, panggil itu, aktivis literasi dari Kali Kening untuk memberikan pelatihan menulis.

Ada Mas Ical yang jago ngegombal dan membual di jalan yang benar, akhirnya terbitlah buku-buku puisi dan cerpennya yang cetar membahana. Ada mas Blind yang selalu menulis di lembar-lembar dedaunan dan tanaman bunga yang tidak pernah dipetiknya, ada juga Mas Senja yang jika melihat warna agak gelap agak terang jadi tulisan,  Ada Mbak Sun, yang  tiap matanya memandang lakon hidup, selalu jadi cerita yang menarik, dan tentu ada Mas Rohmat, maskotnya Kali Kening, ada Mbak Linda Iconnya Kali Kening, kalau sudah berlabel maskot dan icon tak usahlah bertanya macam-macam, ikuti saja, sami’na wa ato’na, beres jadi tulisan dah pokoknya.

Lha setelah ada kegiatan pelatihan menulis, boleh tu disertakan juga lomba memasak bagi ibu-ibu PKK, biar panitia tidak usah menyediakan snack untuk pelatihan, tinggal nanti sekalian anggota Komunitas Kali Kening yang menjadi tutor menulis sekalian menjadi juri lomba memasak. Bereskan, sekali dayung tiga pulau terlampaui.

Kembali ke Kartini, bahwa sesungguhnya demi sejarah yang sebenar-benarnya ada baiknya kita berani out off the box, mengubah cara berfikir secara nasional mengenai ritual perayaan Kartini yang hanya sekedar ritual jasmani ditingkatkan kelasnya, menuju ritual pikiran, dari sekedar ritual kebaya, konde dan tata rias menjadi ritual literasi dengan seluruh anak turunnya. Karena sejatinya Kartini tidak meninggalkan butik tradisional, namun Kartini meninggalkan ide dan pikiran.

Selamat berliterasi dan selamat Hari Kartini.


Rabu, 26 April 2017

Kuliner Tuban : Welut Maknyus Di Warung Bang Jack

Kuliner Tuban : Welut Maknyus Di Warung Bang Jack

Anda pecinta kuliner Belut ? coba deh cicipi dan rasakan maha dahsyat maknyusnya rica-rica belut segar di warung Bang Jack.

Warung Bang Jack berada tepat di selatannya pom bensin Manunggal, disebalah utara Unirow Tuban. Jika ada iklan yang bilang "soal rasa tidak pernah bohong," maka di warung Bang Jack anda akan dibohongi, betapa tidak dengan harga yang murah meriah dan tidak menguras kocek, Anda bisa menikmati sajian nikmat tingkat Dewa. Ibarat harga boleh kaki lima, tapi soal rasa bisa diadu dengan bintang lima, enam, bahkan rujuh.

Selain rica-rica belut, anda juga bisa mencoba menikmati menu lain yang tidak kalah garangnya dalam soal rasa.

Ada menu spesial Lele, becek menthok, kikil, asem-asem balungan, wah...pokoknya super mantep deh !

Jika Anda pecinta nasi jagung di warung Bang Jack juga ada lho! dah pokoknya nafsu makan Anda akan semakin membumbung, wuih, sedapnya..

Ayo buruan ke warung Bang Jack, jangan lupa ajak serta keluarga, teman, dan kolega Anda, semuanya deh, ayo...ayo... buruan!!!

Senin, 24 April 2017

Perutmu Adalah Sumber Penyakitmu

Perutmu Adalah Sumber Penyakitmu
Oleh : Joyojuwoto

Sumber penyakit adalah perut, jika kita tidak berhati-hati dalam hal masalah perut maka kita akan punya banyak masalah dengan kesehatan kita. Lebih-lebih dewasa ini jika kita tidak berhati-hati dengan makanan yang kita konsumsi, maka kita akan merasakan kerugian pada saatnya nanti. Dalam sebuah riwayat dikatakan : المعدة بيت الدّاء, ada yang mengatakan ini adalah nasehatnya dokter Arab, Harits bin Kaldah yang artinya adalah : “Lambung adalah rumah penyakit.” Maka berhati-hatilah dalam mengisi perutmu dengan makanan ataupun minuman. Pilihlah makanan dan minuman yang halal dan thayyib.

Ajaran Islam memang sangat memperhatikan betul tentang makanan ini, sampai-sampai Allah sendiri memperingatkan manusia untuk memperhatikan benar dengan apa yang dimakannya. Di dalam Al Qur’an Surat Abasa, ayat 24 Allah berfirman :
فَلْيَنْظُرِ الإنْسَانُ إِلَى طَعَامِهِ (٢٤)

Artinya : “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.”

            Dalam hal makanan yang mungkin dianggap sesuatu yang sangat remeh, Allah Swt sendiri, memperingatkan dengan serius. Karena makanan yang kita konsumsi sangat mempengaruhi kesehatan kita. Jika kita sehat tentu kita akan lebih mudah untuk menunaikan kewajiban-kewajiban kita kepada-Nya.

          Seperti yang saya kemukakan di atas kita diwajibkan mengkonsumsi makanan yang halal lagi thayyib. Kedua unsur ini harus ada dalam makanan maupun minuman yang kita konsumsi agar membawa keberkahan di dalam tubuh ini. Halal saja tidak cukup, begitu pula thayyib saja masih kurang, begitulah kesempurnaan Islam dalam memberikan petunjuk kepada hamba-hambanya.

          Wawasan mengenai makanan dan minuman ini tentu wajib diketahui oleh semua orang Islam, selain karena makan adalah aktivitas rutin yang kita kerjakan dan menjadi hak wajib bagi tubuh, mengetahui makanan yang baik dan bergizi, yang halal lagi thayyib, agar nantinya makanan yang kita konsumsi membawa dampak kebaikan bagi tubuh yang sehat dan kuat. Bukankah Allah Swt, sangat menyukai orang-orang yang kuat lagi sehat, dibandingkan orang-orang yang lemah dan tak berdaya ?

          Oleh Karena itu perhatikan betuk jenis makanan yang kita konsumsi dan cara kita mengkonsumsi makanan. Dua hal ini akan membawa afek yang baik bai kesehatan badan. Di era sekarang kita tentu prihatin dengan banyaknya jenis makanan dan snack-snack yang banyak mengandung unsure racun di dalamnya. Seperti pewarna makanan,pengawet, pemanis, perasa dan lain-lain yang tidak mentaati  kaidah kesehatan. Hampir di dalam makanan yang kita konsumsi mengandung unsure-unsur itu. Jadi jangan heran jika sekarang banyak sekali penyakit yang aneh-aneh yang menimpa masyarakat.

          Selain jenis makanan yang perlu kita perhatikan agar tubuh ini sehat adalah pola makan yang kita terapkan. Menurut Rasulullah Saw, pola makan ini sangat mempengaruhi kesehatan badan. Dalam Sebuah haditsnya beliau bersabda :

ما ملأ آدمي وعاء شرّ من بطنه بحسب ابن آدم لقيمات يقمن صلبه فإن كان لا بدّ فاعلا فثلثه لطعامه وثلث لشرابه وثلث لنفسه. (رواه الإمام احمد والترمذي وغيرها)

Artinya : Tidaklah seorang anak Adam (manusia) mengisi bejana yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah baginya beberapa suap yang bisa menegakkan tulang sulbinya. Jikalau memang harus berbuat, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk nafasnya. (HR. Imam Ahmad dan at-Tirmidzi dan selainnya.)

          Dari hadits di atas Rasulullah Saw, sangat memperhatikan pola makan, jangan sampai makan sebanyak dan sekenyang perutnya, tapi cukup makan sekedarnya dan tidak terlalu kekenyangan, bahkan Rasulullah sendiri tidak pernah kenyang dalam makan. Rasulullah mengajarkan perut jangan sampai dipenuhi oleh makanan saja, namun harus dibagi sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk ruang nafasnya.

          Mari meneladani dan mengikuti petunjuk Rasulullah Saw dalam hal makan, agar makanan yang kita makan berkah dan bermanfaat untuk tubuh kita, dan mari menghindari berlebihan dalam makan agar makanan yang kita konsumsi tidak menjadi racun dan tidak menjadi sumber penyakit yang akan menggerogoti kesehatan kita. Jaga makanmu, jaga perutmu, agar kita sehat selalu.


Minggu, 23 April 2017

Perlukah Menulis Buku ?

Perlukah Menulis Buku ?
Oleh : Joyojuwoto

Menulis mungkin ada yang mengatakan sebagai pekerjaan yang sia-sia belaka, menghabiskan waktu, dan pekerjaan orang yang tidak punya pekerjaan. Anggapan seperti ini tentu lahir dari ketidaktahuan akan pentingnya sebuah buku. Saya sendiri kadangpula punya anggapan demikian pula, untuk apa menulis, toh sudah banyak yang nulis, untuk apa menulis toh tulisanku jelek, tidak bermutu dan seabrek kalimat-kalimat yang sebenarnya melemahkan semangat menulis, dan tentu pertanyaan-pertanyaan itu tidak penting sama sekali.

Jika bukan karena berniat menebar manfaat dengan menulis, saya sebenarnya enggan untuk menulis. Rasa tidak pede dengan tulisan yang kurang bermutu benar-benar mengganggu semangat dan pikiran untuk menulis. Jika bukan karena saya merasa ada beban yang terlepas dari jiwa ketika menulis, jika bukan karena saya merasa bahagia kalau menulis, saya juga enggan melakukan aktivitas ini. Sejelek apapun tulisan yang saya hasilkan, setelah saya menuliskannya ada kebahagian yang membuncah di dalam hati. Dan perasaan ini tidak pernah saya dapatkan dari aktivitas apapun kecuali ya menulis tadi. Ringkasnya dengan alasan-alasan saya itu akhirnya saya menulis juga, walau tulisan saya masih belum bagus, tapi kebahagiaan ini selalu ada di sana.

Saya menulis sebenarnya sudah sangat lama, tapi niat benar-benar untuk menulis baru sekitar tahun 2015, saat itu saya ikut bergabung di group literasi Sahabat Pena Nusantara (SNP) di Whatshap yang didirikan oleh Ustadz Husnaini dari Lamongan. Dengan bergabung di group itu akhirnya saya terpacu untuk bisa menulis. Sejak group itu didirikan ada aturan anggota SPN harus rutin setor tulisan dengan tema yang telah ditentukan. Saya sangat gembira akhirnya  di tahun 2015 buku antologi pertama saya dengan SPN terbit judulnya Quantum Ramadhan, setelah itu setiap enam bulan sekali SPN selalu menerbitkan buku antologi, hingga sekarang.

Setelah buku perdana terbit, saya akhirnya semakin terpacu untuk menulis mandiri, hasilnya dua buku solo saya terbit di tahun 2016, yang pertama adalah buku Sirah Nabawiyyah judulnya “Jejak Sang Rasul” sebuah sejarah singkat Nabi Muhammad  Saw, dan solo  buku kedua yang saya hasilkan adalah”Secercah Cahaya Hikmah.”Saya merasa senang dan bahagia akhirnya saya bisa menerbitkan buku secara indie.

Untuk tahun 2017 ini saya juga punya keinginan menerbitkan buku, sudah ada puluhan cerpen yang rencananya akan saya antologikan menjadi sebuah buku mandiri. Ya setidaknya dalam hidup ini ada yang saya tinggalkan untuk peradaban, yaitu buku. Bagaimanapun bentuk rupa dan isi dari sebuah buku tentu ada hal yang bisa dipetik untuk kehidupan kita. Karena bagaimanapun buku dan tulisan akan lebih lama hidup dan bertahan dibanding usia kita sendiri. Oleh karena itu menulislah walau hanya satu buku yang kita tinggalkan dalam hidup ini. Karena dengan buku dan tulisan engkau akan mengabadi, begitu kira-kira pesan sastrawan dari Blora, Pramoedya Ananta Toer.

Jadi menulis buku menurutku sangatlah penting, dari  buku kita bisa membagikan ilmu dan pengalaman. Bisa kita bayangkan jika generasi zaman dahulu tidak meninggalkan tulisan apapun, maka kita akan kesulitan dan kebingungan dalam mempelajari ilmu pengetahuan. Bahkan mu’jizat terbesar di dunia ini pun bukan milik Nabi Isa yang bisa menghidupkan orang mati, bukan milik Nabi Musa yang tongkatnya bisa membelas lautan, bukan pula milik Nabi Ibrahim yang tidak mempan dibakar api yang berkobar-kobar, namun mu’jizat terbesar adalah milik Nabi Muhammad Saw, yaitu berupa buku, tulisan di dalam kitab suci Al-Qur’an.

Menyitir dari perkataan Somerset Maugham di dalam buku “SOS” yang ditulis oleh Pak Emcho (Much. Khoiri ), dikatakan bahwa : “We do not write because we want to; we write because we have to,” Kita tidak menulis karena kita ingin menulis; kita menulis karena harus menulis. Dari perkataan ini menyatakan menulis adalah sebuah keharusan dan keniscayaan, oleh karena itu menulislah dan lakukan sekarang juga. Nun Wal Qalami Wa Maa Yasthuruun.


Selasa, 18 April 2017

Setiap Doa Pasti Dikabulkan Oleh Tuhan

Setiap Doa Pasti Dikabulkan Oleh Tuhan
Oleh : Joyojuwoto

Doa adalah segalanya, karena berdoa adalah bentuk intimnya ibadah seorang hamba kepada Tuhannya. Berdoa kadang hanya difahami sebagai permintaan hamba kepada Tuhan saja, namun lebih daripada itu, hakekatnya do’a adalah inti dari segala ibadah itu sendiri. Sholat adalah ibadah wajib yang jika diperas secara hakekat intinya juga doa. Oleh karena itu Nabi Muhammad bersabda : Ad-Du’a Mukhhul Ibadah, doa adalah inti dari ibadah.

Saya mengatakan bahwa setiap doa seorang hamba pasti dikabulkan oleh Tuhan bukan tanpa alasan, dalam berbagai firman-Nya, Tuhan telah menjanjikan akan mengabulkan doa-doa seorang hamba. Jika yang berjanji itu Tuhan sendiri apakah kita tidak yakin ? Di dalam kitab suci Allah Swt, telah berfirman : “Ud’uunii Astajib Lakum” (Berdo’alah kepadaKu, maka akan Aku kabulkan doamu).

Keraguan akan diterima atau ditolaknya permohonan seorang hamba ini pada hakekatnya menjadi salah satu sebab tertolaknya doa itu sendiri. Jadi jika kita memohon kita harus yakin bahwa permohonan itu pasti akan diperkenankan-Nya. Jangan ragu dan yakinlah, pasti Tuhan akan menjawab setiap lantunan doa yang kita munajatkan kepada-Nya.

Dalam kitab Hikam yang ditulis oleh Ibnu Athaillah as-Sakandari dikatakan bahwa “Ketika seorang hamba berdoa kepada Allah, lebih-lebih doa itu dipanjatkan dengan penuh istiqomah, maka pastilah doa itu akan dijawab dan diijabahi-Nya. Karena mustahil bagi Allah mengingkari janji-Nya.

Rasulullah Saw, dalam sebuah haditsnya juga menegaskan : “Setiap doa yang dipanjatkan oleh seorang hamba kepada Allah asal tidak bercampur dengan dosa dan memutuskan tali silaturrahmi, doa itu akan dikabulkan dalam tiga pilihan : (1) Diturunkan seketika di dunia dalam bentuk pemberian sesuai dengan permintaan; (2) Dijadikan simpanan di akhirat sebagai kafarat dari dosa-dosanya; (3) Digantikan sebagai ganti musibah yang tidak jadi diturunkan demi keselamatannya.”

Demikianlah doa seorang hamba kepada Tuhannya, sebagai benteng dan sebagai senjata utama dalam kehidupan seorang hamba. Oleh karena itu berdoalah selalu kepada Tuhanmu, semoga Allah memberikan taufiq, hidayah, dan ma’unah-nya kepada kita semua. Aamiin.

Senin, 17 April 2017

Kun Ma'allah

Kun Ma'allah
Oleh : Joyojuwoto

Semesta raya adalah kekosongan belaka, ada dalam ketiadaan, ibarat bayang-bayang dalam cermin, yang hanya merupakan pantulan dari wujud kesejatian. Tiada yang maujud kecuali waajibul wujud itu sendiri, semua yang terlihat hanyalah semu dan kefanaan belaka.

Fa ainamaa tuwalluu wujuuhakum fa tsamma wajhullah, di mana pun kita memalingkan wajah ini, maka di situ adalah wajah Tuhan, wujud dari kesejatian Dzat Yang Maha Maujud. Dia nyata dalam samudera ma’rifat hamba-Nya.

Dalam Al-Qur’an surat Qaf, ayat 16 Allah berfirman :

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ (١٦)

Artinya : “Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”

Oleh karena itu selalulah bersama-Nya, agar kita tidak lupa pada hakekat hidup yang sedang kita jalani. Kun Ma'allah, bersama Allah-lah selalu, dari tiada menjadi tiada pula, dari bukan apa-apa menjadi bukan apa-apa, hanya karena-Nya, qudrah dan iradah-Nya dalam firman Kun Fayakun-Nya, semua menjadi ada.

Kun Ma'allah, berarti meniadakan diri, melenyapkan ego, lebur dalam nur cahaya ketuhanan, berada dalam puncak cahaya ilahiah, nuurun 'ala nur, cahaya di atas cahaya. Membersamai Allah berarti fana' fillah, lebur dalam kesejatian Tuhan.

Kun Ma’allah, dan jika kita belum mampu menangkap kesejatian Tuhan, belum mampu bersama Allah, maka  bersamailah orang-orang yang telah berma’rifat kepada-Nya, yang telah mencapai kesejatian-Nya. Kun Ma’allah Fa in lam takun ma’allahi fa kun ma’a man ma’allahi, fa innahu yushiluka ilallahi ( HR. Abu Dawud)


Mari membuka jalan hidup dengan nama Allah, Bismillah, mari menjalankan kodrat hidup karena Allah semata, dengan Lillah, mari meminta pertolongan hanya kepada-Nya, Billahi tawakkalna, mari selalu dalam fillah, ilallah, kepada Allah, dengan Allah, di dalam Allah, dan akhirnya menuju Allah Swt, jua. Akhir dari segala pencarian perjalanan panjang menuju kesejatian hidup. Innalillahi wa inna ilaihi roji'un.

Jumat, 14 April 2017

The Power Of Mestakung

The Power Of Mestakung
Oleh : Joyojuwoto

Istilah mestakung pertama kali saya dengar dari sebuah pidato pengarahan dewan asatidz pondok pesantren ASSALAM Bangilan Tuban oleh Abah Yai Abd. Moehaimin Tamam, namun kapannya saya lupa. Abah Yai mengatakan jika manusia dengan penuh keikhlasan berjuang untuk umat, bercita-cita kebaikan untuk masyarakat, maka akan mendapatkan bantuan dari malaikat, bantuan dari makhluk-makhluk yang ada di alam semesta, MestaKung, Semesta mendukung.

Beliau mencontohkan, dalam mendirikan pondok pesantren ASSALAM, Abah Yai hanya berkapitalkan yakin, beliau secara finansial dalam kondisi terpuruk, menanggung hutang, dan dalam kondisi bangkrut dari bisnisnya, namun dengan tekat kuat dan penuh dengan keyakinan, mantap dan optimis pasti pesantren akan berdiri. Entah dengan cara bagaimana dan siapa yang akan membantu. Semua diserahkan kepada Allah, Tuhan yang Maha segalanya.

Dengan penuh keyakinan dan perjuangan dari para santri yang saat itu hanya beberapa gelintir saja, pesantren ASSALAM dibangun. Karena kurangnya biaya untuk mendirikan gedung, maka santri harus bekerja mandiri untuk membangun gedung pesantren yang ada di Bangilan. Mulai dari menggali tanah pondasi dikerjakan sendiri oleh santri, membuat bata merah secara gotong-royong, mencari kayu glugu kelapa untuk usuk dan reng, hingga yang nukangi pun dikerjakan santri sendiri, yang memang kebetulan sedikit banyak bisa nukang batu dan kayu.

Dalam kondisi yang kritis inilah akhirnya lambat laun pesantren ASSALAM Bangilan berdiri. Pelan namun pasti, berkat tirakat dan perjuangan santri-santri kurun awal pondok pesantren ASSALAM Bangilan berdiri dan bisa kita lihat hingga sekarang.

Peristiwa yang sedemikian inilah yang dinamakan Mestakung,  semesta mendukung, yang merupakan suatu hukum alam dimana  jika suatu individu atau kelompok pada kondisi yang kritis maka hukum konektivitas semesta akan mendukung untuk keluar dari zona kritis.

Setelah saya membaca sebuah buku yang membahas mengenai fenomena ini, saya baru tahu bahwa hukum Mestakung ini pertama kalinya dicetuskan oleh Prof. Dr. Yohanes Surya, Ph.D seorang tokoh ternama dalam dunia ilmu fisika. Menurut Pak Yo, bahwa fenomena Mestakung ini tidak hanya terjadi pada gejala-gejala fisika saja, tetapi juga dalam berbagai gejala biologi, ekonomi, sosial dan sebagainya. Ringkasnya hukum alam Mestakung ini bisa terjadi untuk segala hal dalam kehidupan individu maupun kelompok.

 Jika anda pernah ketakutan dikejar oleh seekor anjing galak, kemudian tanpa sadar tembok yang tingginya 1.5 meter dapat anda lompati dengan mudah, itu adalah tanda dari sebuah gejala Mestakung. Ketika anda dalam kondisi terjepit dan tidak bisa keluar dari masalah yang membelit anda, lalu tiba-tiba ada keajaiban yang anda temukan, maka anda sedang dalam kondisi Mestakung. Apapun kadang bisa kita kerjakan dalam kondisi kepepet, inilah yang sering kita katakan sebagai The Power Of Kepepet, atau The Power Of Mestakung tadi.

Konsep Mestakung ini bisa kita pakai untuk mendongkrak keberhasilan seseorang, seperti yang ditulis di bukunya Pak Yo, untuk bisa pada kondisi Mestakung setidaknya ada tiga hukum alam yang perlu kita fahami. Ketiga hukum itu disebut sebagai Krilangkun plus (+), maksudnya adalah, untuk mencapai Mestakung seseorang harus berada pada tiga kondisi kritis, langkah, tekun dan plusnya adalah kondisi spiritual seseorang yang selalu mengharapkan taifuq, hidayah, dan maunah dari Allah Swt.

Kondisi kritis ini bisa terjadi pada siapapun, jika kita dalam kondisi tersebut kita harus segera melangkah, jangan hanya diam saja. Melangkah dan berusahalah untuk keluar dari masalah yang menimpa kita dengan tekun. Karena Mestakung tidak akan bekerja jika kita hanya diam saja, tanpa mau berusaha. Dan ketekunan serta kesabaran inilah yang akan menghantarkan seseorang pada kondisi Mestakung, sehingga kita akan sampai pada solusi dari setiap permasalahan yang kita hadapi. Setelah rumus Krilankun kita lakukan, jangan lupa nilai plusnya kita jalankan pula, yaitu kepasrahan dan pengharapan total kepada pertolongan Tuhan. Yakinlah hukum alam Mestakung akan kita dapatkan.


Ingat selalu hukum keseimbangan, Habis Gelap Terbitlah Terang, habis susah datanglah senang, dalam bahasa langitnya Tuhan Berfirman, “Inna Ma’al “Usri Yusron”, sesungguhnya sesudah kesulitan akan datang kemudahan. Aamiin.

Kamis, 13 April 2017

Berfikir Positif

Google.com
Berfikir Positif
Oleh : Joyojuwoto*

Hidup adalah apa yang kita pikirkan, karena segala aktifitas kita sehari-hari tidak terlepas dari sumber pikiran, baik pikiran yang bersumber dari akal maupun hati. Pikiran inilah yang mengendalikan gerak lahir manusia, jadi sebenarnya gerak lahir tercipta karena ada keinginan yang bersumber dari pikiran.

Dalam sebuah kalimat falsafah dunia persilatan dikatakan bahwa “Gerak lahir luluh dengan gerak batin, gerak batin tercermin oleh gerak lahir” dari kalimat tersebut difahami bahwa gerak batin yang mengendalikan gerak lahir manusia, dan gerak batin bisa muncul dan tercermin dalam gerak lahiriah manusia, oleh karena itu, maka manusia perlu mengendalikan gerak batin dengan sebaik-baiknya.

Gerak batin inilah yang dalam ilmu modern dikenal dengan istilah positif thinking, atau berfikir positif. Semesta jagad raya ini pada hakekatnya adalah satu kesatuan yang utuh. Ada tali-tali ghaib yang saling terhubung dengan baik dan membentuk satu konektivitas semesta raya yang sangat rapi.

Jika semesta raya ini diibaratkan dengan telaga yang luas, ketika melempar batu ke dalam telaga tersebut, maka bekas dari lemparan itu akan membentuk gelombang yang menyebar ke segala arah. Setelah gelombang tersebut sampai pada batasnya, maka gelombang itu akan kembali pada titik pusat atau sumber dari gelombang.

Oleh karena itu jika kita melempar gelombang kebaikan, maka kebaikan pula yang akan kita dapatkan. Begitupula jika gelombang keburukan yang kita tebar, maka jangan heran jika gelombang itu akan sampai dan kembali pada diri kita lagi.

Begitulah kira-kira gambaran sederhana dari kerja gelombang pikiran manusia, oleh karena itu dalam sebuah firman Tuhan telah ditegaskan bahwa kebaikan sekecil apapun akan dibalas dengan kebaikan, sedangkan kejahatan sekecil apapun juga akan mendapatkan balasannya (Q.S. Al Zalzalah).

Walau pada dasarnya firman Tuhan di atas berbicara mengenai amal perbuatan manusia, namun begitupula dengan gelombang pikiran manusia, jika positif yang dipikirkan, maka positif pula yang didapatkan, sebaliknya jika keburukan yang dipikirkannya hasilnya juga akan keburukan pula. Ini adalah sebuah mekanisme sunnatullah dan konektivitas semesta raya yang diciptakan oleh Tuhan.

Tuhan memerintahkan manusia untuk selalu berfikir positif, selalu berharap kepada-Nya dan tidak pernah berputus asa dari rahmat Tuhan. Tuhan juga sangat membenci dan murka terhadap orang-orang yang lemah harapan dan mudah berputus asa. Bahkan ditegaskan bahwa berputus asa adalah termasuk  golongan yang ingkar terhadap bentuk kasih sayang dan kemurahan Tuhan.

Dalam sebuah hadits qudsi-Nya Tuhan berfirman, Ana ‘inda dzonni abdii bii wa Ana Ma’ahu idzaa dzakaranii” artinya : “Aku tergantung persangkaan hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku bersamanya jika dia mengingat dan menyebut-Ku”. Lihatlah betapa Tuhan meletakkan Qudrah-Nya pada persangkaan hamba-Nya, jika seorang hamba berprasangka baik, berfikir positif, maka Tuhan akan memperkenankan persangkaan hamba tersebut, bahkan yang luar biasa Tuhan menyertai orang-orang yang selalu mengingat dan menyertakan Tuhan dalam setiap pikiran dan aktivitasnya. Oleh karena itu mari selalu berkhusnudzon terhadap setiap hal dan mari selalu berfikir positif untuk kehidupan kita yang lebih baik.


*Joyojuwoto, Pegiat di Komunitas Kali Kening Bangilan Tuban.

Selasa, 11 April 2017

Bapakku Seorang Marhaen

Bapakku Seorang Marhaen
Oleh : Joyojuwoto

Udara persawahan panas menyengat, burung-burung emprit beterbangan hinggap di tanaman padi yang mulai menguning, sesekali bapakku menggerakkan ujung tali rafia dari sebuah gubuk, tali diujung satunya dikaitkan pada sebuah boneka sawah untuk menakut-nakuti emprit yang akan memakan padi-padi itu.

Pada kedua tangan-tangan boneka sawah diganduli bekas kaleng susu yang dalamnya diisi kerikil agar mengeluarkan suara glontang-glontang yang membuat kawanan emprit lari terbirit-birit.

Sawah bapakku tidak begitu luas, hanya beberapa kedok saja, ukuran kedok-annya pun hanya sekitar empat atau lima meteran kali tujuh hingga delapan meter. Sawah tadah hujan inilah yang menghidupi keluarga kami. Jika musim penghujan bapak bisa menanam padi, sedangkan di musim lainnya biasanya ditanami jagung ataupun ketela.

Selain menggarap sawah, seperti penduduk di kampungku pada umumnya yang berprofesi sebagai petani biasanya juga memiliki sapi-sapi peliharaan. Sapi-sapi ini bukan dipelihara untuk diambil dagingnya namun dipelihara untuk dimanfaatkan tenaganya, membantu para petani menggarap sawah dan ladang.

Bapakku adalah seorang pekerja yang ulet, daya juangnya sebagai kepala rumah tangga sangat luar biasa, tentu emakku pun orangnya demikian. Mereka berdua bahu membahu mengerjakan sawah ladangnya sendiri untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Saya ingat, setiap musim bertanam jagung atau saat musim nandur pari, emak dan bapak bersinergi dalam proyek ini. Saya kadang pun ikut membantu jika libur sekolah, jika tidak saat libur, bapak dan emakku tidak akan mengijinkan. Walau bapak dan emakku tidak pernah sekolah, namun beliau berdua menginginkan anak-anaknya harus sekolah. Tidak boleh membolos dengan alasan apapun.

 Untuk bertanam padi atau jagung, bapak mempersiapkan semuanya mulai dari pra tanam, saat bertanam dan sampai pada masa pasca tanam. Lahan sebelum ditanami akan dicangkuli, dibajak, diberi pupuk kandang hingga siap masa tanam. Semuanya dilakukan sendiri oleh bapak dan emak. Maklum tanahnya memang tidak begitu luas, jadi cukup dikerjakan berdua oleh mereka.
Dari dulu sampai sekarang bapak tidak pernah menggunakan traktor untuk membajak sawahnya, beliau membuat kerakal dan garu sendiri. Peralatan pertanian itu dibuat dari kayu jati yang ditanam  sendiri di belakang rumah. Bapak memang benar-benar mandiri berdikari dalam hal bertani.

Jika Bung Karno pernah bertemu dengan seorang petani di daerah Bandung selatan, seorang yang disebutnya sebagai Marhaen, maka saya menyebut bapak saya sebagai seorang marhaenis sejati. Walau bapak saya tidak pernah mengenal istilah yang dibuat oleh Bung Karno ini, namun beliau adalah pengamal dari ajaran marhaenisme. Mempunyai sarana produksi sendiri, mengerjakannya sendiri, dan hasilnya dipakai untuk kepentingan bersama keluarga.

Ajaran marhaenis adalah ajaran untuk berdikari dari segala bentuk penindasan dan eksploitasi kaum pemodal. Kaum marhaenis inilah yang menginspirasi, dan dijadikan simbol semangat perlawanan terhadap kaum kapitalis. Ada yang mengatakan bahwa marhaenis ini adalah sintesa dari ajaran marxisme yang telah disesuaikan dengan nilai-nilai kemanusiaan masyarakat Nusantara. Bung Karno pun bilang demikian, bahwa marhaenisme adalah marxisme yang diterapkan di Indonesia. Apapun itu, semangat berdikari inilah yang harus dikembangkan untuk menangkal segala bentuk ketergantungan yang akan mengancam kemandirian nasional.

Semangat marhaenis telah dijadikan oleh Bung Karno sebagai kerangka berfikir yang akhirnya melahirkan satu konsep yang kita kenal dengan nama Pancasila. Sayang penafsiran terhadap Pancasila ini kadang beragam, sesuainya dengan nafsu dan keinginan dari para pemegang kekuasaan. Tentang penafsiran dan pemberlakuan Pancasila, di waktu lain mungkin akan saya papar ditulis lain, agar tidak terlalu panjang dan lepas dari judul yang saya buat di atas. 

Terakhir saya ingin menggarisbawahi bahwa, ajaran marhaenisme ini adalah ajaran yang sesuai dengan cita-cita dan citarasa bangsa Indonesia, dan akan selalu sejalan dengan denyut nadi peradaban bangsa yang kita cintai ini. Salam Marhaenisme salam berdikari. Merdeka !!!

Sabtu, 08 April 2017

Inilah 6 Manfaat Menulis

Inilah 6 Manfaat Menulis
Oleh : Joyojuwoto

Jika Pramoedya Ananta Toer (Pram) mengatakan bahwa, menulis adalah bekerja untuk keabadian, maka saya mengatakan bahwa menulis adalah kerja ibadah. Karena menulis  adalah perintah Tuhan setelah membaca. Dalam kitab-kitab tafsir disebutkan bahwa sesudah turunnya wahyu pertama Iqra’, maka wahyu kedua yang turun adalah surat Al Qalam. “Nun,  Wal Qalami Wa Maa Yasthuruun”, (Nun, Demi pena dan apa-apa yang dituliskannya).

Dilihat dari kronologi dan proses wahyu Tuhan di atas, maka jika ditafsirkan bahwa untuk menulis diperlukan bekal pertama, yaitu membaca. Yang dimaksud membaca ini bukan hanya sekedar membaca kitab suci atau buku saja, namun makna dari membaca membaca sangat luas. Termasuk diantaranya adalah membaca alam semesta, jagad raya yang dibentangkan Tuhan ini. Kita bisa membaca ayat-ayat Tuhan dari butiran debu, tanah, rumput, daun, air, api, udara dan lain sebagainya. Setelah membaca itulah ada perintah selanjutnya sebagai tindak lanjutnya, yaitu menuliskannya.

Oleh karena itu saya mengatakan bahwa “Menulis adalah kerja ibadah”, karena melaksanakan rangkaian dari perintah Tuhan kepada umat manusia. Selain bernilai ibadah menulis juga memiliki banyak manfaat. Menurut The Liang Gie (1992 1-3), menulis setidaknya memiliki enam manfaat, yaitu :
1.   Nilai Kecerdasan
Seorang penulis memang bukan yang tahu ilmu, mengerti segala hal, seorang penulis hanya berusaha merangkai susunan kata dari berbagai hal dan keilmuan yang terus berkembang. Setidaknya seorang penulis dituntut cerdas untuk mengumpulkan informasi-informasi dan berbagai sumber keilmuan untuk dirangkai menjadi sebuah tulisan, yang nantinya akan disajikan kepada pembaca.

2.   Nilai Kependidikan
Pada dasarnya seorang penulis adalah seorang pembelajar yang tidak pernah selesai, hal ini senada dengan sebuah hadits Nabi, bahwa menuntut ilmu itu dilakukan minal mahdi ilal lahdi, dari buaian hingga liang kematian. Jadi dengan menulis seseorang dituntut untuk terus membaca, dan kegiatan membaca ini tidak akan pernah selesai dilakukan. Hal ini memberikan penjelasan bahwa nilai kependidikan terus berlangsung sepanjang hayat.

3.   Nilai Kejiwaan
Selain dituntut kerja fisik, aktivitas menulis tentu tidak bisa meninggalkan kerja rohani, kerja jiwa. Oleh karena itu seorang penulis harus fit lahir batin biar bisa menulis yang baik. Jika jiwa buruk tentu tulisan yang dihasilkan pun buruk. Karena menulis itu pada dasarnya adalah memantulkan kembali cahaya ilmu melalui pena penulis. Jika ingin menjadi penulis yang baik perbaiki jiwa agar hasil dari pantulan pena kita baik juga.

4.   Nilai Kemasyarakatan
Seorang penulis tentu tidak bisa lepas dari lingkungan masyarakatnya, jika tulisan yang dihasilkan baik, dan bermanfaat bagi masyarakan, tentu masyarakat akan memberikan apresiasi yang positif pula. Di sinilah tugas penulis untuk melahirkan satu hal yang baru dan menginspirasi bagi masyarakat. Karena menulis adalah kerja untuk masyarakat luas, oleh karena itu mari berusaha melahirkan tulisan yang baik untuk masyarakat kita.

5.   Nilai Keuangan
Jika seorang penulis telah matang, mudah baginya untuk menghasilkan materi berupa uang, walaupun ini sebenarnya bukanlah tujuan utama dari menulis. Tapi bagaimanapun juga kerja dari seorang penulis layak dihargai. Diantaranya adalah dengan membeli bukunya atau memberikan penghargaan kepada penulis, seperti yang dilakukan oleh media masa, dengan cara memberikan sejumlah nominal uang untuk karya yang diterbitkan. Diantara contoh penulis yang telah meraup sukses dari tulisannya cukup banyak, seperti Andrea Hirata, Habiburrahman el-Syirazi, Tere Liye, Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, dan masih banyak nama beken lainnya yang telah berhasil dalam dunia tulis menulis

6.   Nilai Kefilsafatan
Seperti yang saya kemukakan di awal, bahwa menulis adalah kerja ibadah, atau menurut Pram bahwa menulis adalah bekerja untuk keabadian, maka nilai kefilsafatan dari menulis sangat luar biasa. Jika jasad dan umur seseorang hanya mampu bertahan di kisaran angka 80-100 tahun, maka dengan menulis seseorang memungkinkan untuk hidup lebih dari kisaran angka tahun itu. Jika menulis adalah bernilai ibadah, maka menulis menjadi bagian dari jariyah yang pahalaya tidak terputus setelah kematian penulisnya. Oleh karena itu menulislah agar kita mengabadi, maka menulislah yang baik agar kita terus mendapatkan pahala jariyahnya kelak.


          Demikian beberapa manfaat dari menulis semoga bermanfaat dan menginspirasi kita semua.  Karena semua orang adalah penulis, setidaknya menulis SMS, WA atau yang lainnya. Selamat menulis.

Cakrawala Literasi Bumi Wali

Cakrawala Literasi Bumi Wali
Oleh : Joyojuwoto

Saya merasa bangga dan bahagia, tadi sore buku antologi Cerita Mini (Cermin) bersama kawan-kawan Ikatan Guru Indonesia (IGI) Tuban telah dikirimkan ke rumah. Judulnya “Saat Ramadhan Hampir Usai.” Kepada Mbak Linda saya harus mengucapkan banyak terima kasih, karena telah repot-repot mengirimkan buku ini kepada saya. Bangga dan bahagia bukan hanya sekedar karena di dalam buku itu tulisan saya terabadikan, namun perasaan ini tidak hanya sekedar itu saja. Saya merasa cakrawala baru di kota Tuban telah terbit, yaitu cakrawala membaca dan menulis mulai bersinar di bumi Wali Tuban.

Setidaknya akhir-akhir ini geliat literasi di Bumi Wali mulai terasa, banyak komunitas-komunitas menulis dan menikmati bacaan mulai bermunculan. Ada Gerakan Tuban Menulis (GTM), Forum Lingkar Pena (FLP) Tuban, Sastra Malam Minggu, Kostra, Komunitas Langit Tuban, Komunitas Kali Kening (K3), dan juga guru-guru yang tergabung dalam IGI Tuban, mungkin juga masih banyak komunitas lain yang masih tiarap dan belum saya ketahui.

Selain komunitas-komunitas yang bermunculan, saya juga mulai melihat penulis-penulis Tuban mulai eksis melahirkan karya mandiri. Sebut saja Mas Aam dari GTM dengan bukunya yang berjudul Jomblo Revolusioner, ada Mbak Yoru Akira dengan karyanya 21/04, Mas JJ. Hulux yang telah melahirkan sebuah novel fiksi fantasi tentang atlantis dengan judul “Taprobane”, ada Mas Ical dari Komunitas Kali Kening yang telah melahirkan kumcer dan antologi puisi, kemudian mas Darju Prasetyo dari Jatirogo, saya sudah membeli bukunya Mas Darju yang berjudul “Orang-orang terasing.” Mas Darju ini karyanya juga cukup banyak.

Sebentar lagi Bumi Tuban akan dipenungi penulis-penulis hebat, setidaknya tanda-tanda itu mulai tampak. Di Komunitas Kali Kening nantinya akan muncul nama-nama seperti Mas Rohmat Sholihin, sekarang sedang mengedit kumpulan cerpennya, beliau juga telah mempersiapkan kelahiran novel perdanayanya yang berjudul Putri Bahtei. Mbak Linda yang juga satu Antologi di cermin ini pun telah mempersiapkan kelahiran kumpulan puisi dan cerpen, ada lagi seorang penulis berbakat di Kali Kening, Mbak Ayra, novelnya juga akan segera rilis. Ini baru dari satu komunitas literasi yang ada di Tuban. Yang lainnya saya belum mendapatkan bocorannya. Siap-siap saja Bumi Tuban menerima pulung sebagai kota literasi.

Selain nama-nama tersebut seperti yang tercatat di lembar biografi di antologi IGI, saya mendapati orang-orang hebat yang bergerak di dalam dunia literasi, seperti Cak Sariban dengan karyanya yag sudah berjibun, ada Pak Mujihadi pengajar di SMP Jatirogo, beliau ini yang menggerakkan untuk menulis antologi cermin, ada Pak M. Choirur Rofiq ketua IGI Tuban , Pak Satriyono guru Man Rengel, Pak Nanang Syafi’i, Pak Hendra Tonik G, Pak M. Zaki Aminudun, Pak Achmad Roy Purbo Sasongko, dan Mas Fakhruddin. Dan tidak ketinggalan pula Kartini-kartini yang menjadi pelopor di dunia Literasi, ada Mbak Hiday Nur, seorang jawara literasi dari FLP Tuban, Mbak Lilik Istianah Djaelani, Bu Euis Karnengsih, Bu Atik Suroyani, Bu Dwi Risna Rahayu, Bu Nur Sholihah, Bu Evi Wahyu Lestari, bu Nur Istiqomah Hidayati, dan Bu Hilmin Dwi Astuti.


Demikian sedikit cakrawala literasi yang mulai terlihat di Bumi Wali Tuban. Semoga dengan bangkitnya gerakan literasi ini mampu memberikan sumbangsing bagi kemajuan peradaban bagi seluruh kehidupan berbangsa dan dan bernegara di Bumi Nusantara. Salam Literasi.