Selasa, 21 Maret 2017

Abah Hasyim Muzadi, Kiai Kelahiran Bangilan Tuban

Abah Hasyim Muzadi, Kiai Kelahiran Bangilan Tuban
Oleh : Joyojuwoto

Bangilan Kota Kelahiran Abah Hasyim Muzadi

Abah Hasyim Muzadi, terlahir dengan nama Achmad Hasyim, beliau lahir di Bangilan Tuban, tanggal, 08-08-1943. Abah Hasyim terlahir dari pasangan Pak Muzadi dan Ibu Rumyati. Dari kota  kecil Bangilan, Abah Hasyim menjelma menjadi tokoh, ulama, yang kiprahnya diakui oleh dunia internasional.

Walau Abah Hasyim banyak menghabiskan waktunya di Malang dan Depok untuk urusan umat serta mengurusi pesantren Al Hikam yang beliau dirikan, namun secara perasaan saya merasa dekat dengan beliaunya. Kedekatan ini saya kira wajar, seorang santri merasa dekat dengan kiainya, walau saya sendiri secara langsung juga tidak nyantri pada beliau. Selain ikatan batin antara santri kepada Kiainya, saya juga dekat dengan keluarga Abah Hasyim Muzadi yang ada di Bangilan.

Kebetulan saya nyantri kalong di pondok pesantren ASSALAM Bangilan, sebuah pesantren yang didirikan oleh Abah Moehaimin Tamam. Kiai saya, Abah Moehaimin masih sepupu dari Abah Hasyim Muzadi. Selain sepupu, adik dari Abah Moehaimin, Bu Nyai Mutammimah adalah istri dari Abah Hasyim Muzadi. Jadi tidak berlebihan jika saya merasa dekat dengan Abah Hasyim Muzadi, karena beliau masih adik ipar dari kiai saya.

Ayah dan Ibu, Abah Hasyim Muzadi

Pak Muzadi, ayah dari Abah Hasyim adalah seorang pedagang yang sukses. Sedang Bu Rumyati adalah ibu rumah tangga yang juga berjualan jajanan bolu. Walau  bukan seorang kiai beliau sangat dekat dan senang dengan kiai. Dalam dunia santri, jika kita ingin pandai atau anak keturunan kita menjadi alim, maka hendaknya cinta kepada orang alim. Tidak heran jika putra-putri Pak Muzadi  menjadi kiai yang alim. Seperti Mbah Muchit Muzadi, Bu Nyai Hanifah Muzadi, Abah Hasyim Muzadi, dan putra-putri beliau lainnya.

Pak Muzadi adalah seorang pedagang tembakau, selain itu beliau juga mempunyai usaha merangkai sepeda onthel. Pada waktu itu tidak sembarang orang memiliki onthel, hanya orang-orang kaya saja yang punya. Pak Muzadi juga punya hobi memelihara burung perkutut, bahkan dari hobinya ini, sekitar tahun 1934 beliau berhasil menjual pekutut dengan harga yang tinggi kemudian dibelikan sebuah mobil sedan touring, merknya  Chevrolet yang lagi ngetrend masa itu. Pada waktu itu di Bangilan hanya ada dua orang yang punya mobil, satunya adalah Pak Muzadi. Pada waktu itu Camat Bangilan jika ingin pergi ke Tuban, meminjam mobilnya Pak Muzadi.

Pak Muzadi Merintis Madrasah di Bangilan

Sekitar tahun 1930-an, tidak semua orang bisa sekolah, Di Bangilan hanya terdapat dua sekolahan, yaitu sekolah Volk School dan Vervolg School. Atau masyarakat lebih sering menyebutnya sebagai sekolah ongko siji dan sekolah ongko loro. Tidak semua kecamatan memiliki sekolah, namun kedua jenjang sekolah itu ada di Bangilan. 

Sekolah Volk School atau sekolah tingkat dasar ditempuh selama tiga tahun, sedangkan sekolah Vervolg School atau sekolah lanjutan ditempuh selama enam tahun. namun tidak semua orang pada masa itu bisa sekolah. Di Bangilan pada waktu itu yang berhasil tamat sekolah Vervolg School enam tahun adalah H. Badrut Tamam. Beliau ini ayah dari kiai saya Abah Moehaimin Tamam, yang juga mertua dari Abah Hasyim Muzadi.

Karena model sekolah baik Volk School maupun Vervolg School bercorak Belanda, siswanya memakai celana pendek yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, maka Pak Muzadi merintis madrasah sendiri yang dikenal dengan nama Madrasah Miftahus Salamah. Pak Muzadi ini yang mondar-mandir mencari guru dan murid. Karena ketokohan dari Pak Muzadi, waktu itu mendapatkan sebanyak 12 murid. Beliau juga mendatangkan guru dari Kajen Jawa Tengah. Pada waktu itu istri Pak Muzadi punya adik ipar lulusan Madrasah Matholiul Falah yang didirikan oleh  KH. Abdus Salam tahun 1922, namanya Maskoen. Pak Maskoen inilah yang nanti akan dinikahkan dengan Bu Muyassaroh, binti Muzadi, yang tak lain kakak dari Abah Hasyim Muzadi.

Waktu itu untuk mencari guru sangat susah, apalagi menjadi guru Madrasah yang baru dirintis. Oleh karena itu Pak Muzadi punya kiat khusus dalam rangka menjaring guru. Beliau sebagai pengusaha perakit sepeda onthel, akan memberikan kemudahan bagi guru madrasah untuk membeli sepeda onthel yang waktu itu masih menjadi barang yang langka dan istimewa. Hanya para mandor dan sinder kehutanan saja yang mampu membeli dan mengkredit sepeda buatan Pak Muzadi. Harganya sekitar dua gulden, kalau dikurs dengan mata uang sekarang setara dengan dua ratus ribu rupiah.

Waktu itu madrasah menempati sebuah loji milik orang abangan, entah sebab apa tiba-tiba loji itu diminta oleh pemiliknya dengan alasan yang tidak jelas. Akhirnya Pak Muzadi mencari tempat lain, maka dipilihlah sebidang tanah miliknya yang ditempati langgarnya Kiai Ridwan, seorang kiai sepuh dari Bangilan. Madrasah Miftahus Salamah akhirnya berdiri dan pembelajaran berjalan dengan dengan baik, namun setelah berlangsung selama tiga tahun madrasah itu kembali vakum. Salah satu murid dari sekolah yang dirintis oleh Pak Muzadi adalah anaknya sendiri, yaitu Mbah Muchit yang waktu itu berumur 10 tahun, kakak dari Abah Hasyim. Sedang Abah Hasyim sendiri belum lahir.

Keluarga Yang Grapyak Semanak

Dengan Pak Muzadi, saya tidak pernah ketemu, namun yang istri beliau Mbah Rumyati saya sempat ngonani. Bahkan ketika beliau wafat saya ikut bertakziyah, waktu itu kalau tidak salah saya duduk di kelas satu MTs. Keluarga besar dari Abah Hasyim Muzadi ini dikenal sebagai keluarga yang grapyak dan semanak. Suka menolong dan baik terhadap tetangga kiri kanan. Kebetulan saya menjadi santri ASSALAM Bangilan Tuban yang memang masih satu keluarga dengan Abah Hasyim Muzadi. Ketika Bu Nyai Hanifah (Kakak Abah Hasyim) masih sugeng,  Saya  sering di ndalemya, bahkan pernah menempati rumahnya Bu Muyassaroh, bersama santri-santri lainnya (baca : http://4bangilan.blogspot.co.id/2015/04/sepenggal-kisah-bu-nyai-hj-hanifah.html). Dari sinilah saya tahu bahwa keluarga Abah Hasyim Muzadi adalah keluarga yang sangat baik kepada siapapun.

Pendidikan dan Karier Abah Hasyim Muzadi

Pendidikan Abah Hasyim Muzadi dimulai dari MI Bangilan, kemudian beliau sekolah di Tuban kota hingga SMP. Setelah dari SMP beliau kemudian melanjutkan mondok di Gontor Ponorogo, bareng dengan kiai saya, Abah Moehaimin Tamam. Menurut Abah Moehaimin, walaupun satu pondok tetapi mereka jarang ketemu. Karena Gontor menerapkan sistem santri tidak boleh satu kamar dengan santri yang berasal dari satu daerah. 

Setamat dari Gontor, Abah Hasyim nyantri di Mbah Fadhol, Senori. Selain itu beliau juga nyantri di Lasem Jawa Tengah. Sekitar tahun 1964, Abah hasyim melanjutkan pendidikannya di kota Malang. Pada saat di Malang ini, menurut kiai saya, Abah Hasyim kuliah sambil bekerja. Abah Hasyim jualan kecap dengan cara berkeliling menawarkan dagangannya di kota Malang. Suatu ketika, pas hari Jumat, Abah Hasyim jualan kecap seperti biasa, karena waktunya mendekati shalat Jumat beliau berhenti di salah satu masjid. Ketepatan waktu itu khatibnya berhalangan hadir, karena tidak ada yang maju, Abah Hasyim entah karena apa dipanggil untuk menjadi khatib.

Walau tanpa persiapan khutbah, Abah Hasyim yang lulusan Gontor mampu berkhutbah dengan baik, bahkan hingga menyihir para jamaah. Memang Abah Hasyim memiliki keistimewaan dalam hal ini. Setelah khutbah itulah akhirnya Abah Hasyim di dekati oleh seorang tokoh setempat, agar beliau bersedia mengisi pengajian di masjid tersebut. Dari sinilah karier Abah Hasyim mulai dikenal oleh masyarakat hingga beliau menjadi tokoh dan ulama yang dikenal luas oleh dunia. Ini yang saya dengar dari cerita kiai saya, Abah Moehaimin Tamam, saat saya nyantri dulu.

Demikian sedikit kisah Abah Hasyim Muzadi, semoga dengan mengenang orang-orang baik, kita ikut ketularan kebaikannya. Dan semoga Abah Hasyim Muzadi terus mengabadi dalam jiwa dan karya generasi penerusnya. Aamiin.

Owh, ya ! foto yang saya pajang dengan Abah Hasyim Muzadi itu bukan foto saya, karena saya tidak pernah foto dengan Abah Hasyim Muzadi. Lagian wajah saya lebih ganteng sedikit dibanding pemilik foto yang asli. Itu adalah foto dari salah satu santri kinasihnya Abah hasyim Muzadi. Sekian terima kasih.


3 komentar: