Jumat, 06 Januari 2017

Tiga Tingkatan Kyai

Tiga Tingkatan Kyai
Oleh : Joyojuwoto

Jumat pagi yang cerah dan berkah, dengan secangkir kopi hitam yang masih mengepul di atas sebuah meja di ndalem sebuah pesantren di Leran Senori, pagi itu saya menemani Al Ustadz Mulyadi untuk sowan dalam rangka ngaturi Kyai Jauhari Fahmi guna memberikan mauidhoh hasanah dalam rangka mendaki (satu tahun) kapundutnya Abah Yai Moehamin Tamam yang akan dilaksanakan nanti siang bakda shalat Jumat di pondok ASSALAM Putra, yang berlokasi di Punggur desa Banjarworo Kec. Bangilan. Gus Joe panggilan bekennya Kyai Jauhari Fahmi menyambut kami berdua dengan sangat ramah, kami dipersilahkan duduk sambil menyeruput kopi panasnya yang beraroma jahe segar.

Kyai muda dari Leran Senori ini sangat luar biasa, beliau memiliki pandangan kebangsaan yang luas, matang dan moderat. Alhamdulillah selain silaturrahim kami dapat menyerap dan menimba ilmu kepada beliau. Obrolan-obrolan ringan seputar pesantren, tentang kondisi dan apa yang dibutuhkan oleh lingkungan dan masyarakat, hingga soal-soal kebangsaan mengalir dengan ringan dan renyah di pagi yang penuh berkah itu. Begitulah memang seorang yang alim akan selalu menebar manfaat dan kebaikan di manapun ia berada. Bagai air yang jernih kehadirannya selalu ditunggu dan dibutuhkan oleh umat.

Di era kegersangan peradaban dan kondisi bangsa yang mulai memanas akhir-akhir ini, umat membutuhkan sosok kyai-kyai yang sejuk dan menjadi panutan di tengah carut marutnya kehidupan. Kita perlu pendingin dan sosok yang  bisa membesarkan hati masyarakat.  Saya bisa merasakan bahwa Gus Joe ini termasuk di dalam barisan ini. Menurut beliau “Saat ini kita butuh figur yang bisa ngelus-ngelus masyarakat agar tercipta suasana yang kondusif dan nyaman. Masyarakat jangan sampai diseret ke gerbong-gerbong kericuhan” begitu tutur beliau santun.

Menurut Gus Joe, Kyai itu ada tingkatannya, beliau menyebutkan ada Kyai Silat, Kyai Sila, dan Kyai Silem. Tingkatan yang pertama adalah Kyai Silat. Ini adalah model dan tingkatan kyai yang suka berdiri dan berteriak-teriak di tengah umat untuk menyeru kepada kebaikan, kyai tukang nggowo mic, lanjut beliau. Kyai di tingkatan ini kadang kurang memperhatikan substansi, apa kata Al Qur’an dan Hadits ya itu yang disampaikan dengan lurus tanpa menyentuh dialektika yang ada di tengah masyarakat. Namanya kyai silat tentu kelihatan sangat atraktif. Tingkatan kedua ada kyai Sila (posisi duduk bersila). Tingkatan kyai Sila ini sudah relatif lebih tenang dibanding dari tingkatan kedua, dialektika berfikirnya sudah mencakup lahir dan batin, gerakan-gerakan atraktifnya sudah mulai berkurang, kyai model ini biasanya bisa ngemong dan mangku masyarakat agar tenang dan tidak bingung menghadapi realita kehidupan. Sedang yang ketiga adalah model atau tingkatan kyai Silem (menyelam). Melihat dari namanya saja kita tentu akan kesulitan mencari kyai silem ini. Dia tidak tampak di panggung kehidupan masyarakat, dia bisa jadi bersembunyi atau bahkan disembunyikan oleh Tuhan dan tidak menunjukkan perannya walau perannya sangat vital.

Tiga tingkatan kyai itu harus ada di tengah masyarakat, bukan berarti antara satu tingkatan dengan tingkatan lainnya kita nafikan dan kita perbandingkan. Masyarakat membutuhkan itu semua. Jadi jangan sampai hanya ada kyai silat saja, namun harus ada yang mengambil peran sebagai kyai sila, dan juga kyai silem. Ketiga-tiganya harus saling melengkapi dan membangun dinamika dakwah yang konstruktif di tengah masyarakat.

Begitu dialog yang saya tangkap dengan Gus Joe tadi pagi, tak terasa percakapan kami telah berlangsung selama satu jam lebih, gelas kopi telah kosong, dan gelas kosong pikiran yang saya bawa dari rumah telah terisi dengan jernih dan beningnya air keilmuan dari beliau Kyai Jauhari Fahmi. Kami kemudian minta pamit pulang untuk kembali ke pesantren. Sayang tadi kami lupa minta foto bersama dengan beliau.


1 komentar:

  1. Enggeh Yai, Saya kemarin kok agak prihatin. Pas sidang Ahok ada seorang yg dielu2kan sebagai ulama, padahal S1 Agama Islamnya baru lulus kemarin tahun 2013 dan S2nya sedang ditempuh, dan belas tanpa ada karya tulis apapun. Kok saya jadi miris, sebegitunya kah kualitas seseorang yg dielu2kan sebagai Ulama. Ya Allah lindungilah kami semua.

    BalasHapus