Serat Darmo Gandhul :
Upaya Diskriminasi Masuknya Islam Ke
Nusantara
Masa lampau kadang menjadi tempat berlindung dan
menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya bagi kelompok-kelompok tertentu yang
tersingkir dan terpinggirkan dari sebuah peristiwa sejarah. Karena masa lampau
sudah terjadi dan tidak mungkin untuk kita tilik kembali maka diperlukan
sejumlah fakta dan data yang valid yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah untuk mempercayai suatu peristiwa masa lampau. Jadi tidak dengan sekedar
menjadikan suatu data sejarah adalah sebagai sebuah kebenaran tanpa kita
gunakan pendekatan-pendekatan ilmu pengetahuan yang kridibel. Bukan hanya
sekedar comot sana, comot sini asal sesuai dengan kepentingan kita.
Semisal serat Darmo Gandhul, biasanya data-data dalam
serat ini banyak dipakai oleh kelompok-kelompok tertentu yang ingin
mendiskritkan masuknya Islam ke Nusantara. Islam yang dibawa oleh Walisongo ke
tanah Jawa dan Nusantara yang pada umumnya telah diterima dengan baik oleh
penduduk Nusantara dengan damai berusaha diusik dengan isu-isu yang tidak
bertanggungjawab. Darmo Gandhul adalah sebuah karya tulis yang dianggap bahkan
dijadikan rujukan sejarah oleh orang-orang yang ingin merusak citra Islam.
Diantara citra yang ingin dibangun oleh tulisan seseorang
yang mengaku dengan nama Ki Kalamwadi adalah mengenai suksesi keraton Majapahit
menuju era Demak Bintoro. Dalam serat Darmo Gandhul disebutkan bahwa Dewan
Walisongo dianggap yang mendalangi runtuhnya keraton Majapahit dengan cara
mendukung dan memerintahkan Raden Patah yang juga putra dari Prabu Brawijaya
untuk menyerang kedudukan ayahnya sendiri sebagai raja. Padahal dalam sejarah
keruntuhan keraton Majapahit yang ditandai dengan sengkalan “Sirna Ilang
Kertaning Bumi” adalah disebabkan oleh perang Paregreg yang berkepanjangan.
Perang saudara antara Keraton Majapahit Brang Wetan
yang dipimpin oleh Bhre Wirabhumi dan Keraton Majapahit Brang Kulon di bawah
pimpinan Prabu Wikramawardhana inilah yang menjadi sebab kemunduran dari
kerajaan Majapahit. Perang Paregreg ini benar-benar merobek-robek kekuatan dan
kebesaran Majapahit yang dulu pernah jaya di Era Hayam Wuruk dengan Maha patih
Gajah Mada.
Fakta-fakta sejarah yang demikian tidak disinggung
sama sekali oleh Ki Kalamwadi dalam serat Darmo Gandhulnya. Ia hanya berusaha
menyudutkan agama Islam yang baru masuk ke Tanah Jawa. Sebenarnya tulisan Ki
Kalamwadi sama sekali tidak bisa disebut sebagai sumber sejarah. Menurut Prof.
Dr. Hasanu Simon dalam bukunya “Misteri Syekh Siti Jenar” (2004) Serat Darmo
Gandhul ini ditulis sekitar tahun 1908 tanpa menggunakan rujukan yang jelas dan
objektif. Si penulis sendiri pun tidak berani menunjukkan identitasnya dan
menggunakan nama samaran Ki Kalamwadi. Sebagaimana tulisan-tulisan yang senada
semisal Serat Gatholoco yang isinya juga menjelek-jelekkan Islam juga tidak
ditemukan siapa penulisnya. Di sini sudah tampak jelas akan lepas tangannya
penulis terhadap apa yang dituliskannya.
Selain berisi distorsi sejarah terhadap Raden Patah
yang dianggap sebagai anak durhaka karena telah melawan orang tuanya sendiri,
Serat Darmo Gandhul juga berisi hujatan-hujatan terhadap dewan wali khususnya
Sunan Ampel dan Sunan Bonang. Sunan Ampel dianggap tidak memiliki adab dan
kesantunan serta tidak mengenal balas budi. Dulu awalnya datang ke Jawa
diterima dengan baik oleh Raja Majapahit, namun seiring dengan berjalannya
waktu justru para wali itu menusuk raja Majapahit dari belakang. Sedang Sunan
Bonang mendapatkan tempat yang cukup banyak dalam serat ini. Dinyatakan Sunan
Bonang pergi ke daerah Kediri di sana Sunan Bonang dianggap melakukan perbuatan
yang tidak terpuji, diantaranya mengutuk gadis dan perjaka tidak laku kawin,
mengubah arah aliran sungai Brantas hingga menyengsarakan masyarakat, hingga
merusak patung-patung buatan Prabu Jayabaya. Dalam serat itu diceritakan Sunan
Bonang berdebat dengan Raja Jin Butolocaya dan Sunan Bonang merasa kalah dalam
berdepat sehingga melakukan perbuatan yang semena-mena.
Dilihat dari kacamata sejarah ilmiah jelas
cerita-cerita mengenai perjalanan Sunan Bonang ke wilayah Kediri yangkemudian
mengutuk perawan desa, memindahkan aliran sungai, tidaklah masuk akal. Kisah ini
hanya ada dalam legenda saja yang tidak jelas sumbernya. Karya tulis semisal
ini ada saja yang memakainya sebagai sumber sejarah dan dianggap sebagai suatu
kenyataan. Apalagi serat ini ditulis empat abad sesudah peristiwa suksesi
Majapahit ke era Demak Bintara.
Jadi sangat jelas dan gamblang serta wela-wela
bahwa Serat Darmo Gandhul ada dan ditulis dalam rangka untuk mendiskritkan
ajaran Islam. Dan serat ini lebih menyerupai sebuah karya sastra fiksi yang
memiliki misi terselubung dan terang-terangan merusak citra Islam yang rahmatan
lil ‘alamin. Joyojuwoto
Menarik sekali pembahasannya. Saya gak tahan baca Darmogandhul. Narasi menjelekkan Islam kental sekali.
BalasHapus