Ajaran Sunan Ampel Tentang Larangan Mo Lima
Minuman
keras atau miras yang menjadi bagian dari salah satu Mo lima tidak hanya
terlarang dalam ajaran Islam saja, namun hukum positif negara juga melarang
membeli, meminum, mengedarkan dan memperjual belikan secara bebas minuman yang
mengandung alkohol ini. Baru-baru ramai diberitakan bahwa Mendagri akan
mencabut perda miras, hingga terjadi reaksi yang beragam dari masyarakat baik
yang pro maupun kontra.
Orang-orang
yang sok imannya kuat ada yang bilang, “Untuk apa perda minuman keras kalau
memang kita bisa beragama dengan baik tidak usah itu ada perda, toh kita tidak
akan meminumnya” Ada lagi yang menyanggah bahwa minuman keras adalah akar dari
segala dosa, seperti kisahnya Barseso yang disuruh setan untuk berbuat dosa
kepada Tuhan sedikit saja biar Barseso bisa beribadah dengan khusyu’, maka dari
tiga dosa yang dipilihkan setan yaitu membunuh, berzina, dan minum-minuman
keras, Sang Barseso pun memilih minum minuman yang memabukkan itu. Dari minuman
keras itulah dosa lain akhirnya dilakukan juga yaitu menzinai perempuan dan
akhirnya membunuhnya.
Pendapat
pertama yang mengatakan bahwa negara tidak perlu membuat perda tentang larangan
miras kelihatannya sangat bajik dan bijak, namun sangat naif. Untuk apa perda
sedang dalam ajaran agama sudah dilarang, kalaupun ada yang jual kemudian tidak
ada yang beli percuma kan, nanti juga tutup sendiri. Begitu kira-kira
logikanya. Orang yang berpendapat seperti ini lupa bahwa manusia itu lemah dan
sering lupa, oleh karena itu ia disebut Man-Nusia (orang yang dilalaikan),
sedang iman itu adakalanya bertambah dan adakalanya berkurang. Kejahatan itu
kadang bukan dari niat si pelakunya kata Bang Napi, tapi karena ada kesempatan
juga. Oleh karena itu pemerintah perlu membuat aturan atau undang-undang
mengenai hukum positif dalam masyarakat yang bisa diadaptasikan dari
nilai-nilai agama. Termasuk salah satunya adalah tentang miras ini.
Larangan
miras pun sebenarnya bukan hanya di era sekarang, jadi tidak perlu kaget jika
ada perda anti miras. Jauh sebelum adanya Kemendagri bahkan sebelum negara ini
lahir, miras sudah dilarang baik oleh
institusi kekuasaan saat itu maupun oleh ajaran agama yang dianut oleh
masyarakat. Fakta di lapangan juga banyak menunjukkan bahwa kejahatan salah
satunya diawali oleh miras. Seperti kasus yang baru saja heboh tentang Yuyun
yang ramai-ramai diperkosa dan akhirnya dibunuh secara kejam. Apa kita masih
memandang sebelah mata tentang bahaya miras ?
Dalam
hasanah Jawa kita sering mendengar istilah “Mo Lima” yang berarti “Moh lima”
(Tidak mengerjakan lima hal). Istilah Mo Lima ini diperkenalkan oleh Walisongo
khususnya Sunan Ampel kepada santri-santrinya. Lima hal yang dilarang itu pada
awalnya menurut sejarawan yang juga budayawan KH. Agus Sunyoto adalah meninggalkan
lima ritual yang dilakukan oleh penganut ajaran Bairawa Tantra yaitu mamsa
(daging), matsa (ikan), madya (arak), maithuna (seks), dan madras (semadhi)
yang biasanya dilakukan di area pekuburan. Upacara ini dikenal dengan sebutan
Pancamakara.
Aliran
para penyembah Dewi Durga ini melakukan upacara Pancamakara berbaur baik
laki-laki dan perempuan. Biasanya mereka makan-makan bersama kemudian
minum-minuman keras hingga mabuk dan dilanjutkan pesta seks dan setelah itu
bersemadi memuja dewa Betari Durga. Lebih sadis lagi jika tingkat keilmuan
mereka sudah tinggi makan-makannya tidak lagi daging sapi, kerbau, dan ikan
namun yang mereka makan adalah daging manusia, minumannya pun juga bukan arak
lagi namun diganti darah, kemudian dilanjutkan pesta seks bersama diantara para
pengikut Bairawa Tantra. Hal ini dapat kita lihat dalam serat Nyai Calon Arang
seorang Janda Sakti dari Dusun Girah yang menebar teror pada masa Raja Erlangga
di Kediri.
Begitu
sadis dan mengerikannya perilaku orang-orang yang mengamalkan upacara ini yang
di dalamnya ada pesta arak. Oleh karena itu Sunan Ampel melarang
santri-santrinya untuk mo lima karena mengacu pada praktek ritual bairawa tadi.
Selanjutnya ma lima versi sekarang yang dikembangkan oleh para wali adalah
pelarangan ma lima yang meliputi madat (candu), madon (main perempuan), main
(judi) minum (minuman keras), dan maling (mencuri) yang kesemuanya itu termasuk
perbuatan yang tercela dan merugikan orang lain.
Minuman
keras ada yang mengatakan bermanfaat, jadi meminumnya tidak apa-apa kalau itu
dipakai sebagai sarana obat. Tentang hal ini Allah SWT telah menjelaskan dalam
Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 219 yang
isinya manfaat yang dihasilkan oleh minum-minuman keras ini jauh lebih sedikit
dibanding madharat yang ditimbulkan oleh minum-minuman keras, oleh karena itu
meminumnya sedikit ataupun banyak tetap tidak diperkenankan atau diharamkan.
Mungkin
kita pernah mendengar istilah masyarakat di Tuban yang notabene sebagai
penghasil minuman khas toak, bahwa minum “toak sak cendak iso kanggo noto
awak” (toak satu gelas bambu dapat dipakai sebagai obat badan). Kemungkinan
awalnya seperti itu namun akibat yang ditimbulkan selanjutnya adalah tetap
mafsadah dan madharatnya lebih besar dari faedahnya. Oleh karen itu jauhi
hal-hal yang tidak bermanfaat dan membawa pada kerusakan diri maupun orang
lain.
Dalam
hasanah masyarakat Jawa memang telah digambarkan perilaku dari orang-orang yang
suka minum-minuman keras. Pada awalnya memang membuat senang dan tenang pada
tegukan yang pertama namun nanti akibatnya akan menyebabkan kematian. Baik itu
kematian jasmani maupun ruhani. Perhatikan tahapan-tahapan dari para peminum
atau pecandu minuman keras. Tegukan pertama disebut Eka Padma Sari,
kenikmatannya bagai megisap sari bunga, kedua Dwi Amartani,
kenikmatannya menjalar disekujur tubuh, ketiga Tri Bawula Busana, lupa
terhadap kondisi pakainnya, keempat Catur Wanara Rukem, perilakunya
seperti kera, kelima Pancasurapanggah, lupa terhadap segala marabahaya,
keenam Sad Guna Weweka, rasa marahnya bangkit, ketujuh Sapta Kukila
Wresa, mengoceh seperti burung, kedelapan Astha Kacara-cara, perilakunya
ngawur, kesembilan Nawa Wagra Lapa, sudah tidak berdaya, dan yang
terakhir tegukan yang kesepuluh adalah Dasa Buta Mati, seperti orang
yang mati bahkan bisa mati beneran.
Begitulah
bahayanya orang yang mabuk-mabukan karena miras yang awalnya berupa kenikmatan
yang akhirnya membawa kesengsaraan. Mabuk membuat orang tidak waras dan tidak
jernih pikirannya oleh karena itu perlu dihindari, tidak hanya mabuk miras saja
yang berbahaya namun mabuk-mabuk lainnya juga sangat berbahaya seperti mabuk
harta, mabuk kekuasaan, mabuk wanita (Harta,Tahta, Wanita) yang kesemuanya akan
berujung pada kehancuran dan penderitaan. Maka berhati-hatilah dan hendaknya
kita selalu eling lan waspada. Joyojuwoto
tentang miras jadi ingat kasus yuyun ya pak..
BalasHapusMinumaman keras apapun namamu tak Kan Ku teguk tak Kan Ku minum walau setetes . Walah teringat lagunya bang haji Pak guru. Mantapp :D
BalasHapus