Artinya : Ilmu itu di dada bukan di
lembaran kertas
Banyak orang menyangka bahwa orang yang berilmu itu yang menguasai
ribuan teori dari ribuan buku yang ia kumpulkan. Sehingga banyak orang yang beranggapan
bahwa jika ada orang yang memiliki koleksi buku yang banyak ia dianggap sebagai
orang yang berilmu. Tidak heran memang jika seseorang pulang dari mondok almarinya akan dipenuhi berbagai macam kitab kuning, gundul pula, atau
seseorang yang baru lulus dari perguruan tinggi biasanya berfoto dan
belakangnya ada ilustrasi tumpukan buku yang tebal-tebal, atau hal-hal lain
yang mewakili bahwa dia adalah seorang yang menguasai berbagai disiplin ilmu
pengetahuan.
Seseorang akan dianggap berilmu jika bisa menunjukkan dalil mengenai suatu
permasalahan dari kitab ini dan itu, mengutip pendapat dari si professor
sana-sini, atau menuliskan quote-quote yang bermacam-macam, update status di
medsos yang memukau dan lain sebagainya. Kesemuanya itu memang tidak selamanya
salah, namun juga belum tentu kesemuanya benar.
Mungkin benar seseorang hafal di luar kepala dalil-dalil, atau
kutipan-kutipan, serta status medsosnya dipenuhi kata-kata ilmiah nan wah,
namun kesemuanya itu mungkin masih berupa tetesan-tetesan tinta, masih tulisan-tulisan
di tataran kertas, baru fisiknya ilmu dan belum mencakup ilmunya itu sendiri. Sederhananya ilmu itu belum dijiwai dalam
dada seseorang. Ilmu itu belum menjelma menjadi cahaya yang mencerahkan dan
menerangi relung-relung jiwa si pemilik ilmu.
Berapa
banyak orang pintar di negeri ini, namun pada kenyataannya ilmunya tidak
memberikan efek apapun bagi dirinya.
Ibarat air yang disiramkan di padang pasir yang tandus yang tidak meninggalkan
bekas, hilang musnah tertelan ketandusan padang hati nuraninya.
Berapa banyak para pejabat publik di negeri ini yang tersandung
kasus-kasus tindak pidana korupsi, nepotisme, khianat kepada rakyat dan justru mereka bukanlah orang-orang
bodoh yang tidak berilmu. Mereka bahkan pakar di bidangnya, mereka orang-orang
yang bertitel yang menunjukkan tingkat pendidikannya, namun keilmuannya tidak
mampu menyelamatkannya dari tindakan yang tidak terpuji. Ilmunya masih sebatas
di lembaran kertas dan belum berada di kedalaman dadanya.
Di dalam sebuah hadits Rosulullah SAW bersabda : “Attaqwa
Hahuna, Attaqwa Hahuna, Attaqwa Hahuna” Taqwa itu di sini, taqwa itu di
sini, taqwa itu di sini, sabda Nabi sambil menunjuk ke arah dadanya. Jadi suatu
sikap taqwa itu tidak hanya sekedar teori semata, lebih daripada itu taqwa
adalah apa-apa yang telah kita yakini di dalam dada kita, di dalam jiwa kita
yang mengalir bersama detak jantung, mengalir bersama aliran darah, bersenyawa
dengan hembusan nafas. Itulah ilmu yang sebenarnya, bukan hanya di mulut, bukan
hanya sekedar di lembaran-lembaran kertas saja. “Al ‘Ilmu Fissudur La
Fissutur” Joyojuwoto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar