Jumat, 15 Januari 2016

Sumpah Mati Sang Kyai

Sumpah Mati Sang Kyai

“Duh Gusti Yen Menawi Anggen Kulo Gesang Ing Alam Dunyo Meniko Mboten Manfaati Monggo Enggal-Enggal Panjenengan Pundut Kulo, Nanging Yen menawi Anggen Kulo Gesang Ing Alam Dunyo Meniko Manfaat Kulo Nyuwun Umur Ingkang Panjang”
(KH. ABD. MOEHAIMIN TAMAM)

Di salah satu ruangan gedung pesantren*  yang baru saja didirikan, di hadapan para santri yang duduk khusu', kurang lebih lima puluh tahun yang silam sebuah perjanjian suci antara hamba dan Sang Maha Kuasa diikrarkan. Dari kedalaman jiwa dan kemurnian hati Sumpah Mati itu diucapkan. Dari keikhlasan dan kesucian niat proposal kematian itu dikirimkan kepada Tuhan.

Tidak ada rasa khawatir dan gentar bahwa Tuhan akan serta-merta mencabut nyawanya saat itu juga, karena beliau yakin dengan jalan yang sedang ditempuhnya. Jalan  yang selalu beliau harap-harapkan di setiap untaian do’a-do’anya, di kedalaman sujudnya, di samudra munajatnya kepada Tuhan dan di dalam setiap sholatnya. Jalan ihdinas shirotol mustaqim. Jalan lurus itulah yang memberikan keberaniannya untuk tawar menawar dengan Tuhan. Walau pada dasarnya kematian bukanlah sesuatu yang bisa ditawar-tawarkan.

Jika kita mendatangi Tuhan dengan kemurnian niat dan kejujuran jiwa, tentu kita akan diterima di altar suci-Nya. Tuhan akan memperkenankan segala do’a-do’a dan permohonan kita. Jangankan hanya meminta hal-hal yang bersifat keduniaan, surga dan segala isinya pun akan Tuhan berikan. Jadi jangan pernah takut untuk menjalani hidup ataupun kematian itu sendiri. Jika kita bertekad untuk berani mati Allah akan memberikan kehidupan kepada kita, karena perasaan kematian itu telah terlampaui.
Jiwa perjuangannya telah bergelora, berkobar-kobar membakar segala halangan dan cobaan dalam merintis dan mendirikan pesantren di kampung kelahirannya. Tidak peduli apa kata dunia, tidak peduli apa kata orang-orang, bendera jihad telah dikibarkan pantang surut ke belakang. Semboyan perjuangannya cetar membahana, mengangkasa dan berkobar-kobar dalam jiwa santri-santrinya, Sir Wa la Taqif, Ever on word never retret, maju terus pantang mundur.

Pesantren ASSALAM Bangilan, sebuah nama pesantren yang memiliki arti keselamatan, sebuah pesantren yang dinamai mirip seperti almamater dimana beliau mondok “Gontor Darussalam.” Rintangan demi rintangan, kesusahan-demi kesusahan, kesulitan dan demi kesulitan beliau anyam, beliau rajut dengan penuh keistiqomahan sehingga menjelma menjadi benang-benang keberhasilan, hingga berdirilah sebuah pesantren yang kelak akan diperhitungkan oleh dunia “Pondok Pesantren ASSALAM Bangilan Tuban Indonesia.”

Pesantren ASSALAM beliau belani hingga toh-tohaning nyowo, beliau belani hingga toh-tohaning raga, bahkan beliau belani hingga toh-tohaning keluarga. Tidak salah jika Abah Moehaimin Tamam ngucap sabda : “ASSALAM berdiri di atas landasan dan linangan air mata Moehaimin Tamam.”

Pesantren yang baru seumuran jagung ini beliau belani dengan sepenuh jiwa dan raga. Tetesan air mata, keringat, dan perjuangan yang keras menjadi saksi akan berdirinya pesantren yang kelak bisa menjadi ladang ibadah bagi seluruh umat Islam seluruhnya“ASSALAM Lana Wa Lil Muslimin” begitu dawuh beliau.

Kini pesantren ASSALAM yang dulu diperjuangkan oleh beliau Abah Moehaimin Tamam telah menginjak dewasa, estafet tali kepemimpinan telah diwariskan pada genersi selanjutnya. Tuhan telah memeluk kekasihnya dalam kasih dan cinta-Nya. Semoga beliau Abah Moehamin Tamam tersenyum bahagia melihat taman surga membumi, semoga beliau bangga melihat bunga-bunga pesantren yang dulu ditanamnya kini telah bermekaran mewangi semerbak memenuhi bumi Persada Nusantara. Amin. Joyojuwoto

*ada dua versi tempat menurut Mbak Ana di lokasi masjid Bangilan dan Gus Yunan di Pondok Weden


Tidak ada komentar:

Posting Komentar