Rabu, 20 Januari 2016

Biografi Singkat KH. Abd. Moehaimin Tamam

Biografi Singkat KH. Abd. Moehaimin Tamam


± 50 km ke selatan dari kota Tuban ada sebuah desa Bangilan namanya, di desa tersebut terdapat seorang kepala keluarga yang bernama Abu Bakar Wustho dan beliau mempunyai tujuh anak, tiga putra empat putri dan salah satu anak beliau bernama Bapak Badrut Tamam, beliau mempunyai istri bernama Ibu Mutmainnah dari kota Tuban, leluhur Bu Mutmainnah ada yang keturunan Tiong Hua. Pak Tamam dengan Ibu Mutmainnah dikarunai dua anak, Abdul Muhaimin dan Siti Azizah, sejak kecil sudah meninggal dunia. Tidak lama kemudian Ibu Mutmainnah pun menyusul wafat, pada saat itu umur Abdul Muhaimin Tamam + dua setengah tahun, kemudian Abdul Muhaimin kadang diasuh oleh seorang pembantu yang dapat dipercaya saat Pak Tamam sibuk berdagang. Tak lama kemudian beliau memperistri seorang wanita dari desa Baorno Timur Kabupaten Bojonegoro bernama Ibu Halimah, sehingga Abdul Muhaimin Tamam di asuh oleh Ibu Halimah. Dalam asuhan ibu Halimah inilah Abdul Muhaimin Tamam dibesarkan, dididik dan diarahkan, juga dipondokkkan, mengaji dan belajar dipondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Indonesia.
Di Pondok Darussalam yang dikenal dengan Pondok Gontor inilah Pak Muhaimin diajar, diasuh dan digembleng sampai tamat dan pulang serta beliau bertekad untuk mendidirikan balai pendidikan Madrasah dan Pondok Pesantren.
Tekad tersebut dituangkan dalam pernyataan tertulis yang dihaturkan kepada  Bapak K.H. Imam Zarkasyi pendidiri dan direktur KMI Pondok Modern Gontor Ponorogo (bahwa beliau ingin pulang serta mengabdikan ilmunya dikampung) serta membantu program yang didawuhkan oleh Bapak K.H. Imam Zarkasyi bahwa harus ada seribu Gontor di Indonesia.

Pernyataan tekad yang biasa dilaksanakan oleh setiap santri kelas enam di KMI Darussalam Gontor Ponorogo itu dijawab oleh Pak Zar ( Panggilan K.H. Imam Zarkasyi) dengan jawaban positif artinya Pak Zar setuju bahwa Pak Muhaimin direstui untuk pulang ke kampung halamannya dan mengabdikan ilmunya dimasyarakat, yang mengandung arti bahwa ridho Kyai itu penting.
Di Bangilan beliau mulai mengajar di Madrasah yang telah ada rintisan para sesepuh yaitu MI Salafiyah Bangilan. Saat itu kedaaan gedungnya sangat memprihatinkan , karena itu beliau menggoda Bapaknya, tidak mau mengajar kalau gedungnya tidak direhab. Bapak Tamam mengajak para pengurus  bertekad untuk merehab bentuk gedungnya sehingga menjadi seperti sekarang ini. Kemudian sebab prestasinya beliau diangkat oleh sidang pengurus  menjadi Ka di MI Salafiyah tsb. (periode th 61 – 65 ). Pada saat itu, beliau juga bermaksud mendirikan MTs dengan membuat Kls VII di madrasah ini tetapi hanya kuat 1 tahun dan gagal.
Karena dikawinkan dengan istri dari desa Weden yang berada di sebelah selatan desa Bangilan, tahun 1965 beliau pindah ke Weden merintis berdirinya Madrasah di Desa ini serta mengilhami berdirinya sebuah gedung Madrasah.
Sebelumnya, Madrasah dimulai dengan membuat TPA di rumah mertua. Caranya, 7 orang anak diajak dan diajak bermain-main di halaman rumah mertuanya. Anak-anak lain yang tahu, kemudian ikut main dan didaftarkan oleh orang tuanya. Hari demi hari muridnya bertambah banyak sehingga pada th 1965 ia berhasil mendorong Bapak Kandung , Bapak mertua dan masyarakat setempat mendirikan gedung MI dan beliau namakan MI Al-Iman, buku utama yang digunakan pegangan mengajar ialah : SINAHU MAOS HURUF AL-QUR’AN, oleh K.H. Imam Zarkasyi. Walau banyak mendapat cemooh dan tiupan-tiupan isu bohong yang mengatakan bahwa weden bukan lahan untuk pendidikan, sehingga keluarga rumahpun menjadi goyah hatinya yang menyebabkan Pak Moehaimin mengajar dengan tertekan serta menderita batin. Tetapi kesabaran, ketabahan, serta keuletan beliau, tegaklah MI Weden hingga sekarang.
Karena pindah tempat, maka tahun 70 an kepengurusan Madrasah diserahkan dan diteruskan oleh masyarakat Weden, walau semula masyarakat memprekdisikan bahwa Weden tak mungkin didirikan Balai Pendidikan.
Untuk kesejahteraan keluarga, beliau beliau pindah mengontrak rumah di desa Santren yang berada di sebelah  utara desa Bangilan. Didesa baru ini beliau mendirikan perusahaan kayu jati dengan maksud apabila sudah berhasil menyusun ekonomi, baru akan mengajar lagi. Usaha ini berkembang dengan pesat, sayang beliau selalu sibuk didunia bisnis, tenggelam dalam kenikmatan duniawi lupa jati diri serta belok dari jiwa dan tujuan aslinya, mendidik dan mengajar. Toh sewaktu dipondok Gontor beliau di  pesan oleh Pak Zar agar mampu menyisihkan waktu untuk mendidik dan mengajar di tengah-tengah kesibukan bisnis. Karena itu Allah mengingatkannya dengan cara beliau bangkrut dari dagangannya, perusahaan terpaksa tutup dengan menanggung hutang yang tidak sedikit.
Alhamdulillah beliau memahami dan menyadari. Karena itu walau dengan penuh derita pada tahun 1977 beliau pindah meninggalkan Santren menuju desa Sidokumpul, untuk memulai dunia yang baru sesuai dengan jiwanya serta ingat kembali dan melaksanakan wejangan lama Pak Zar. Karena itu beliau mulai kiprah lagi dibidang dibidang pendidikan dan pengajaran sambil membuka usaha kecil-kecilan yaitu membuat sabun cream. Mengingat kecilnya kapital maka beliau bertindak sebagai pimpinan, pegawai pengedar sekaligus penjual berkeliling dari desa satu ke desa yang lain untuk menjual sabun sambil mendirikan Masjid Al-Ihsan di desa Ngrojo serta mengajar, juga merintis Madrasah Tsanawiyah dan berhasil mendirikan sebuah gedung didesa Sidokumpul dekat rumah kediamannya yang beliau namakan MTs ASSALAM sedang bisnis sabun cream hanya berjalan 1 (Satu) tahun saja. Selanjutnya beralih dalam kesibukan menterjemah kitab pada dunia percetakan.
Gedung Madrasah Tsanawiyah yang baru ini, didirikan diatas tanah milik seseorang. Karena kurang kefahaman antara Ka Guru (Pak Moehaimin) dengan penguasa tanah, menyebabkan kesulitan demi kesulitan , akhirnya setelah Madrasah komplit dengan murid dan segala sarana, terpaksa beliau tinggalkan dan diserahkan kepada Umat Islam setempat. Nama ASSALAM pun mereka rubah dengan nama lain.
Peristiwa gagalnya MTs ASSALAM di desa Sidokumpul Kec. Bangilam mengilhami berdirinya Madrasah Tsanawiyah, Aliyah dan Pondok Pesantren ASSALAM baru di lokasi baru.
Istikhoroh Pak Moehaimin serta mujahadah dan perihatin yang dalam, menyebabkan pada tahun 1983 beliau mampu membeli sebidang tanah + 1 ha di jantung kota Kec. Bangilan. (lokasi Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah ASSALAM yang sekarang ini), dan berhasil mendirikan 1 (satu) gedung Madrasah tiap tahun, di samping berhasil membeli tanah di belakang masjid Jami’ Bangilan. Di Desa Suwalan Jenu Tuban dan Di Desa Banjarworo Bangilan Tuban.
Tetapi karena beberapa sebab, Pak Moehaimin belum mampu untuk berdomisili di tengah-tengah lokasi ASSALAM baru. 12 tahun kemudian baru ditempati sebab masih berumah tangga di desa Sidokumpul yang jaraknya + 1 km dari lokasi Madrasah. Karena itu, Madrasah dipimpin dari kejahuan yang menyebabkan jalannya pendidikan dan pembangunan mengalami kelambatan.
Mengingat cerita Ust. Mahrus pimpinan Pondok Darunnajah yang diperintah Pak Zar agar bertekad segera pindah ke lokasi Madrasah dan pertukangan ke lokasi Pondok di ‘Ulu Jami’, maka pada tahun 1993 Pak Moehaimin memberanikan diri untuk mendirikan rumah di tengah-tengah lokasi Madrasah agar dapat hijroh meninggalkan rumah lama menuju daerah baru, berdomisili dan beristiqomah sebagai Kyai, memimpin membangun ASSALAM yang baru di tengah-tengah Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah ASSALAM yang baru  pula. Rencana ini terlaksana mulai tahun 1995.

Jadi baru sekitar + 10 tahun akhir-akhir ini ASSALAM baru dan memiliki jati diri, sehingga mampu untuk maju dalam  mendidik dan mengembangkan pembangunan setiap tahunnya sebab di tengah-tengahi dan di istiqomahi oleh pendiri (Kyai) nya, setelah dengan gigih sabar dan tawakal menghadapi terpaan pasang surutnya gelombang hidup menuju ASSALAM sukses. Doc. PP. ASSALAM Bangilan 2005.

3 komentar:

  1. Inspiratif mbah...perlu dibukukan

    BalasHapus
  2. Perlu segera diterbitkan bukunya mbah...

    BalasHapus
  3. Jadi inget masa dulu waktu masih mts di sana.. tapi saya gagal dan tidak lulus.faktor ekonomi dan tidak ada dkungan klwarga.
    Padahal sepupu saya yg asli desa senori sudah lebih dulu mencari ilmu di sana.. tapi alhamdulillah ponpes as'salam sudah maju dan berdiri sasalam baru di desa saya banjarworo..

    BalasHapus