Kamis, 19 November 2015

Hidup Sepenuh Berkah

Hidup Sepenuh Berkah
Tulisan yang menjadi judul resensi ini saya kutip dari judul buku M. Husnaini “Hidup Sepenuh Berkah, Percik Hikmah Penggugah Jiwa.” Jika ada pepatah yang mengatakan jangan menilai buku dari sampulnya, maka kali ini saya kurang sepakat pada kalimat tersebut. Setidaknya pada buku yang ditulis oleh M. Husnaini, dari judulnya saja sudah cukup memberikan pelajaran kepada kita tentang hakekat hidup yang sebenarnya.

Seandainya tulisan saya hanya menampilkan judul buku tersebut saya kira sudah tidak perlu saya panjang lebarkan. Hidup adalah sepenuh berkah, selesai bukan. Apa yang kita cari dalam hidup ini kalau bukan keberkahan. Benar sekali apa yang diucapkan oleh Ira D. Aini dalam testimoni buku ini bahwa : “Keberkahan membuat hidup kita berlimpah dan bergairah...” Sudah kan ! itu yang dikejar-kejar orang sepanjang umurnya agar hidupnya berlimpah keberkahan.

Kata berkah dalam termonologi pesantren sering dimaknai “Ziyaadatul Khoir Lil Ghoir”  yaitu bertambahnya kebaikan untuk orang lain. Jadi hidup akan berkah jika kita bisa memberikan berkah dan manfaat untuk orang lain.  Begitu yang disinggung oleh penulis dalam buku ini pada judul “Membumikan Altruisme Islam.”Menurut penulis kemuliaan pribadi bukan sebatas karena rajin beribadah ritual. Menurut Rosulullah pribadi yang hebat adalah yang paling bagus tingkah lakunya dan paling banyak manfaatnya bagi sesama.

Buku yang ditulis oleh Pak Husnaini ini sederhana, namun isinya luar biasa. Meminjam istilah judul dalam buku ini “Membumikan Wasiat Langit” saya juga ingin mengatakan bahwa buku ini sangat membumi dan enak untuk dinikmati. Tak perlu anda mengerutkan dahi untuk mencerna tiap lembar dalam buku ini. Dengan keahliannya meracik hal-hal yang sederhana penulis mampu menghadirkan menu yang luar biasa. Istilahnya warung kaki lima rasa bintang lima J enak dibaca dan ramah di saku hehe...begitu kira-kira.

Bahasa yang digunakan oleh penulis tidak muluk-muluk, mengalir, akrab dan terkesan seperti mengajak mengobrol pembaca.  Tidak menggurui maupun mendogma. Apa adanya dan membicarakan hal-hal yang sangat dekat dengan kita, berbicara masalah ketupat, masalah golput, masalah hajatan dan lain sebagainya.

Terakhir, saya kutipkan isi buku ini di halaman 190 dikatakan “Terjadi silap paham antar sesama adalah biasa. Yang terpenting, jangan gegabah membuat kesimpulan sebelum melakukan tabayyun atau klarifikasi terhadap pihak terkait.” Jadi saumpama ada hal-hal yang kurang tepat dari penyampaian saya tentang buku ini silahkan berguru pada buku ini secara langsung atau silahkan bertabayyun langsung dengan penulisnya. Sekian. Joyojuwoto.





3 komentar: