Sabtu, 17 Oktober 2015

Guru dan Masa Depan Peradaban Bangsa

Guru dan Masa Depan Peradaban Bangsa


Berbicara mengenai guru selalu menarik, apalagi guru didaulat sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Sangat akrab di telinga kita lagu-lagu yang begitu menyanjung peran guru. Tidak salah memang guru mendapatkan maqom dan derajat yang sedemikian tinggi, karena Allah sendiri pun memberikan penghargaan bagi profesi seorang guru. Dari peran seorang gurulah kita yang tidak bisa apa-apa akhirnya menjadi yang sekarang. Dalam kisah-kisah banyak diceritakan tentang guru-guru yang hebat, sejarah bercerita bagaimana liarnya Singa padang Karautan Ken Arok, namun ia tunduk dan takluk dibawah asuhan Brahmana Loh Gawe, bahkan kelak Ken Arok menjadi seorang raja besar pendiri kerajaan Singasari , kita tentu juga ingat dengan cerita bagaimana berandalannya anak Adipati Tuban, Raden Sahid namun akhirnya ia insaf setelah berguru kepada Sunan Bonang, bahkan menjadi Guru Suci Tanah Jawa dengan gelar Sunan Kalijaga. Tidak itu saja masih banyak guru-guru hebat yang berhasil mencetak generasi-generasi yang dahsyat.

Seorang guru tentunya harus memiliki kemampuan lebih dan di atas rata-rata manusia lainnya, karena guru memiliki tanggung jawab dan menjadi kunci serta penentu keberhasilan anak didiknya. Guru haruslah menjadi seorang teladan, seorang figur yang menginspirasi bagi anak didiknya, tidak salah dalam gugon tuhonnya orang Jawa bilang guru berasal dari kata digugu lan ditiru (menjadi teladan dan dicontoh). Oleh karena itu guru harus selalu meningkatkan kemampuannya baik itu kemampuan yang berkaitan dengan tugasnya sebagai pendidik maupun kemampuan personalnya sebagai anggota masyarakat. Agar jangan sampai konotasi guru berubah menjadi negatif wagu tur saru (tidak baik dan tidak pantas untuk ditiru)

Begitu pentingnya peran guru hingga pemerintah melalui APBN menganggarkan dana yang cukup besar guna peningkatan mutu guru. Tunjangan Profesi Guru (TPG) atau sertifikasi guru adalah salah satu bentuk program pemerintah untuk meningkatkan kemampuan guru, namun sayangnya menurut banyak kalangan dan fakta di lapangan belum ada peningkatan yang signifikan antara tunjungan profesi dengan peningkatan mutu guru. Hal ini terbukti dengan adanya nilai UKG yang jauh dari standart. Tidak jelas apa yang menjadi penyebab dari rendahnya nilai UKG guru, mungkin saja guru belum merasa bahwa program sertifikasi pada dasarnya tidak hanya bertujuan untuk kesejahteraan guru saja namun lebih dari itu tujuan utamanya adalah guna meningkatkan kemampuan dan kompetensi guru baik itu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 14 Tahun 2005 pasal 10 tentang guru dan dosen.

Oleh karena itu guru haruslah terus mengasah kemampuannya hingga ia memang layak dipanggil Sang Guru.  Menurut Prof. Herawati Susilo, MSc Ph.D, pakar pendidikan Universitas Negeri Malang, setidaknya terdapat enam kriteria guru ideal, diantaranya adalah :

1.       Belajar sepanjang hayat
2.       Literate sains dan teknologi
3.       Menguasai bahasa Ingggris
4.       Melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas
5.       Rajin menghasilkan karya tulis ilmiah
6.       Mampu mendidik peserta didik berdasarkan filosofi konstruktivisme dengan pendekatan kontekstual.

Dari pemaparan kriteria guru ideal tersebut maka diharapkan guru bisa meningkatkan mutu dan kualitasnya, apalagi sekarang pemerintah memberikan berbagai kemudahan dan tunjangan profesi bagi guru yang mana pamrihnya agar guru lebih bermutu dan sejahtera tentunya.

Jabatan guru bukanlah jabatan sembarangan, tidak semua guru mampu mencapai maqom guru yang sebenarnya. Dalam kelas sosial masyarakat Hindu jabatan guru kastanya lebih tinggi dari kasta ksatria, guru menjadi bagian dalam kasta brahmana, kasta yang paling tinggi dalam strata sosial masyarakat kala itu. Dalam serat Wulangreh diterangkan tentang kriteria seorang guru yang layak dan pantas untuk diguroni. Biar lebih jelas saya kutipkan teks pupuh ke empat Dandhanggula karya Sri Pakubuwana IV sebagai berikut :

Nanging yen sira nggeguru kaki
Amiliha manungsa kang nyata
Ingkang becik martabate
Sarta kang wruh ing kukum
Kang ngibadah lan kang wirangi
Sokur oleh wong tapa
Ingkang wus amungkul
Tan mikir pawewehing liyan
Iku pantes sira guronana
Serta kawruhana

Artinya :

Namun jika berguru wahai anakku
Pilihlah manusia yang sudah nyata
Yang baik akhlaqnya
Serta yang memahami hukum
Yang ahli ibadah dan ahli mengendalikan diri
Sangat beruntung jika mendapatkan ahli bertapa
Yang meninggalkan urusan dunia
Sehingga sudah tidak memikirkan pemberian orang lain
Itu yang pantas tempat engkau berguru
Serta syarat dan rukun berguru pun harus kau ketahui

Berdasarkan wejangan klasik karya Sri Pakubuwana di atas jabatan guru adalah jabatan seorang brahmana, jabatan orang-orang suci yang mengabdikan dirinya untuk kemaslahataan masyarakat. Ajaran dalam serat Wulangreh sangat layak dan relevan untuk kita implementasikan dalam kehidupan guru-guru bangsa ini, agar guru menjadi lokomotif penggerak bagi perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena memang tugas dan fungsi guru adalah mencerdaskan kehidupan anak bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu  manusia yang bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan, sebagaimana yang menjadi tujuan pendidikan bangsa. Joyojuwoto

3 komentar:

  1. banyak guru yang sudah nggak update, udah ogah2an buat belajar hal2 baru, bahkan terkadang guru senior punya cara mengajar yang sama tiap tahunnya, bahkan soal tugas2nya pun nggak berubah sedikitpun

    BalasHapus
  2. guru, tanpa mereka, entah bakal jadi apa bangsa ini nanti :)

    BalasHapus