Sabtu, 15 Agustus 2015

Siapakah Pengibar Bendera Merah Sang Saka Putih Tahun 1945 ?

Siapakah Pengibar Bendera Merah Sang Saka Putih Tahun 1945 ?

Detik-detik proklamasi kemerdekaan dan segala peristiwa yang menyertainya adalah peristiwa besar dan penting bagi sejarah suatu bangsa. Namun sayang kadang peristiwa itu menjadi tidak jelas dan penuh tanda tanya karena lemahnya dokumentasi sebuah peristiwa. Salah satunya adalah peristiwa pengibaran Bendera Sang Saka Merah Putih pada pada tahun 1945 sebagai penanda lahirnya bangsa Indonesia.
Dalam catatan resmi sejarah Indonesia tokoh yang mengibarkan bendera  Merah Putih adalah Abdul Latief Hendraningrat, Suhud dan S.K. Trimurti. Begitu juga berbagai sumber tulisan dari artikel para pelaku sejarah seperti Bung Karno, Hatta, Ibu Fatmawati dan lain-lainnya serta dalam buku “Bung Karno Sebagai Penyambung Lidah Rakyat” yang ditulis oleh Cindy Adam pada hal. 333 menyebutkan bahwa yang mengibarkan bendera Merah Putih adalah Latief Hendraningrat.
Entah karena motif apa, muncul sosok kontroversi yang menyatakan bahwa dirinya ikut dalam pengibaran bendera Merah Putih pada tanggal 17 Agustus 1945. Ilyas Karim ketua Yayasan Pejuang Siliwangi, sebuah perkumpulan Veteran mengaku bahwa dirinya ikut andil dalam pengibaran bendera di Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Tentu hal ini  menjadi tanya tanya besar masyarakat Indonesia mengapa baru setelah HUT kemerdekaan yang kesekian puluh tahun sosok Ilyas Karim menyatakan bahwa dirinya terlibat dalam peristiwa bersejarah itu.

Kontroversi dalam sebuah  peristiwa sejarah memang sesuatu hal yang wajar, karena peristiwa itu telah lama terjadi, apalagi jika para pelaku sejarahnya telah tiada dan tidak ada fakta yang bisa menjelaskan peristiwa yang sebenarnya. Namun seyogyanya pemerintah bisa memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai kebenaran sebuah fakta yang menyangkut sejarah bangsa ini. Karena sebagaimana yang dituturkan oleh Bung Karno, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya.” “Jasmerah, jangan sekali-sekali melupakan sejarah.”

Semoga peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi kita bangsa Indonesia, khususnya para generasi muda untuk giat melakukan penelitian sejarah guna menemukan fakta-fakta sejarah yang sesungguhnya. Karena Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki jatidiri yang sejati-jatinya, dan bukan sebuah bangsa yang berpijak pada sejarah yang semu belaka. Joyojuwoto

2 komentar:

  1. Setuju sekali bahwa "Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki jatidiri yang sejati-jatinya, dan bukan sebuah bangsa yang berpijak pada sejarah yang semu belaka".

    BalasHapus
  2. sangat menarik sekali sob, terimakasih banyak...

    BalasHapus