Sabtu, 31 Januari 2015

Catatan Kecil 2 Di Gerakan Tuban Menulis

 Catatan Kecil 2 Di Gerakan Tuban Menulis

Ini adalah catatanku yang kedua tentang GTM (baca : Gerakan Tuban Menulis). Sungguh harapan besar tersimpan dibenakku ketika ada undangan pelatihan menulis. Karena selama ini setidaknya untuk saya sendiri belum pernah mengikuti dan ada kegiatan tentang dunia tulis menulis di Kabupaten Tuban. Seakan kegiatan ini memang tidak penting sehingga tidak perlu diadakan oleh yang berwenang baik dari pihak Dikpora maupun Kemenag. Atau memang tulis menulis sudah menjadi hal lumrah dan biasa sehinga tidak pelu dibesar-besarkan dengan aneka seremonial yang njlimet. Lha wong nulis saja kok pakai berlatih segala. Bukankah kita sudah diajari menulis semenjak TK ?

Kalau kita melihat fakta tentang dunia literasi di Kabupaten Tuban sungguh miris, tak banyak penulis asli Tuban yang ikut meramaikan dunia kata. Mungkin ada semisal Muammar MK dengan Jakarta Undurgroundnya. Selain itu saya kurang mengenal penulis putra daerah yang berkibar di jagad perbukuan Indonesia. Sebenarnya banyak hal yang perlu ditulis dan dibukukan tentang seputar Tuban. Bisa tentang kebudayaannya semisal batik gedog, sejarah kotanya, folklore-foklore masyarakatnya, dan mungkin kalau kita tertarik bisa mengupas ulang tentang Ranggalawe, Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Asmara Qondi dan Sunan-Sunan lain yang tentu dengan model dan pendekatan yang terasa aroma Tubannya. Dan tentu ini bukanlah pekerjaan mudah. Perlu banyak data dan fakta yang harus kita persiapkan.

Ini adalah PR besar buat kita dan buat generasi muda sekarang. Jangan sampai kebudayaan kita lenyap tak berbekas karena gerusan zaman. Karena saya kira semua tahu bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah bangsanya. Dan saya sangat suka sebuah pameo yang dibuat oleh anak-anak muda Tuban di group medsos BAT (Blusukan Alam Tuban) bagus dan layak kita apresiasi “Kenali Budaya Sendiri, Ciptakan Karakter Bangsa”. Luar biasa kan.

Salah satu indicator sebuah bangsa besar adalah seberapa banyak warganya membaca dan menulis. Masyarakat yang melek baca dan melek menulis adalah masyarakat yang berperadapan, jadi jangan sampai kita hidup diabad yang dianggap modern dan berperadapan ini namun model masyarakat kita masih seperti di masa zaman batu.  Jangan sampai kita hanya menjadi masyarakat model food gathering. Masyarakat prasejarah. Karena yang membedakan zaman primitive dan zaman berperadapan adalah pada tulisan. 

Jadi menulis sangatlah penting, karena menulis itu mengikat informasi dan mengabadikannya. Dengan menulis kita sedang menenun sejarah agar tak dilupakan generasi mendatang. Jadi mari siapkan diri menjadi bagian dari para penenun sejarah yang gemilang. Salam. Jwt. 31.1.15

1 komentar: