Senin, 24 November 2014

Eksotika Peninggalan Belanda Benteng Pendem Ngawi



Eksotika Peninggalan Belanda  Benteng Pendem Ngawi

Sudut pandang dan cara berfikir akan menjadi semacam frame dalam melihat sebuah objek. Seindah apapun taman bunga ketika shoot dengan lensa sudut pandang buram tentu hasilnya  juga akan jelek. Begitu juga ketika lensa shoot kita sedah indah berbunga-bunga padang yang gersang pun akan menjelma menjadi  panorama yang mempesona.

Kemarin selepas dari walimah dari salah seorang kawan yang ada di Widodaren Ngawi  Kami serombongan enam orang menyempatkan untuk berkunjung di objek wisata local yang ada di Ngawi. Tentunya yang tidak boleh kami lewatkan adalah icon kota Ngawi Museum Trinil. Setelah mengunjungi bekas hunian Pithecantropus Erectusnya Eugene Dubois kami melanjutkan perjalanan ke pusat kota. Kami dengar ada sebuah situs kuno peninggalan Belanda diarah utara alun-alun kota Ngawi , benteng pendem begitu orang-orang menyebutnya.

Sesampai dilokasi arah matahari sudah berada di batas senja. Kami bukanlah satu-satunya rombongan yang mengunjungi benteng yang di salah satu dindingnya tertulis angka tahun 1839-1845 bercat merah. Banyak wisatawan local yang menghabiskan senja mereka dengan berfoto-foto di dinding-dinding benteng yang masih kokoh itu. Dari para kamerawan yang professional hingga semisal kami yang hanya mengandalkan lensa gadged. Sudut-sudut keindahan benteng mereka abadikan dengan mata lensa, mungkin sebentar lagi foro-foto itu kan membanjiri wallnya Mark Zuckerberg. Walau usia benteng sudah cukup tua tapi kekokohan bangunan dan pilar-pilarnya sungguh mengagumkan. Dindingnya menjulang tinggi berventilasi lebar mirip Colosseum di Roma, kata mirip ini lebih dipengaruhi oleh apa yang au pikirkan sendiri karena saya belum pernah melihat bangunan yang menjadi keajaiban dunia itu kecuali di gambar-gambar buku maupun internet.

Dibalik kemegahan benteng pendem dan keeksotisan bangunan yang dipadu tawa dan action gadis-gadis cantik yang berlagak cover model majalah yang berselfie ria saya melihat fragmen-fragmen masa silam yang sangat mengerikan, setidaknya itu menurut lamunanku. Benteng yang dibangun sekitar dua abad yang lalu oleh Gubernur Jenderal Defensieljn Van Den Bosch itu tentu menyimpan luka untuk penduduk disekitarnya. Benteng itu tentu dibangun diatas kerasnya tulang-tulang orang-orang Ngawi, diairi keringat dan darah dari para buruh rodi, air mata kesedihan anak-anak dan istri dari para suami yang terampas oleh tangan-tangan ketidakadilan, belum lagi benteng itu dijadikan penjara super maxsimum security untuk memberangus gerakan perlawanan rakyat era perang Jawa.

Sebuah gambar ilustrasi yang ditempel di lorong gerbang masuk dekat loket karcis benteng pendem menggambarkan lokasi benteng yang dikelilingi oleh kanal-kanal buatan yang airnya diambilkan dari sodetan bengawan Solo. Kabarnya sungai buatan ini oleh Belanda diisi buaya-buaya ganas yang mematikan nyali siapapun yang mencoba kabur dari penjara yang juga dikelilingi tanggul-tanggul yang tinggi itu.

Batapa sebuah kemegahan peninggalan peradpan yang sekarang kita kagumi ternayta jika kita mampu melihat dengan akca mata dimensi waktu  akan terlihat pengorbanan atau lebih tepatnya korban yang telah diberikan oleh para pendahulu kita. Seyogyanya kta bisa menghormati dan ikut melestarikan apa yang telah mereka berikan buat masa kita yang sekarang. Ingat jargon Bung karno “Jas Merah” Jangan Sekali-kali melupakan Sejarah”. Salam. Jwt.

Ngawi, 20/11/2014

Minggu, 23 November 2014

Memaknai "Ngaji Bareng Karo Poro Kyai"

Sejarah baru di Kec. Bangilan dimulai Saat semburat matahari pagi menyinari bumi Bangilan biasanya jalan-jalan lengang dan cenderung sepi, namun pada Matahari Ahad pagi di bulan November 2014 ini tampak lain dari biasanya. Masyarakat berbondong-bondong berpakaian santri berseliweran di jalan-jalan. Sebuah tema sarapan pagi digelar "Ngaji Bareng Karo Poro Kyai"

Bagai laron menuju sumber api, bagai debu ke pusat pusaran badai, masyarakat Bangilan menorehkan tinta emas sejarah, membuka lembaran baru, mendaki tangga-tangga peradapan untuk membangun sebuah dinamika kehidupan yang dinamis dan relegius.

Ini adalah untuk pertama kalinya pengajian digelar dan Insyallah akan dilakukan secara rutin dua minggu sekali di Ahad pagi. Sebuah dinamika yang menawarkan masa depan cerah buat generasi yang gemilang. Tradisi "ngaji" khususnya di kalangan Nahdliyin biasanya dilakukan pada event-event tertentu di bulan-bulan besar Islam, namun pengajian ahad pagi ini akan menjadi pendobrak dan terobosan baru guna membuat tradisi baru yang lebih produktif. Bukankah telah kita sepakati bersama bahwa dalam kaidah yang populer di tengah kita bahwa :


 المحافظة على القديم الصالح والأخد بالجديد الأصلح

"Memelihara nilai-nilai terdahulu yang sudah baik, dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik"


Mengaji adalah sebuah tradisi yang sudah mengakar di kalangan kita, dan model pengajian Ahad pagi bisa menjadi sebuah hal baru dan trend positif serta style modern yang diminati oleh masyarakat sekarang. Semoga Pengajian Ahad pagi ini mampu membuka cakrawala berfikir masyarakat lebih relegius dan dekat dengan Tuhannya. Agar tali nubuwwah tetap bisa kita genggam erat di zaman yang kering dari nilai-nilai Ilahiyah. Dan fenomena Iqra' di goa Hira' yang terjadi beberapa abad silam terulang dalam konsep yang berbeda tentunya dizaman sekarang. . Amien. Jwt/Ahad pagi 23/11/2014.


Ket. Foto-foto diambil dari : https://www.facebook.com/pages/Keramat-Dopyak-Bangilan-Kabupaten-Tuban/555223004609433?fref=ts

Jumat, 21 November 2014

“Menapak Jejak Eugene Dubois di Trinil Ngawi”

“Menapak Jejak Eugene Dubois di Trinil Ngawi”

Kota Ngawi punya tempat tersendiri di lembaran-lembaran memori hatiku, semasa Aliyah aku pernah mengunjungi kota itu. Bahkan ikut merasakan kesejukan dan keramahan warganya. Walau itu tidak lama. Disebuah desa yang sejuk Kedung Galar aku dolan dirumah teman pondok yang waktu itu sama-sama nyantri di salah satu pesantren di Bangilan. Lima belas tahun yang lalu kesejukan udara di Ngawi tak lagi kurasakan di hari ini di penghujung tahun 2014. Suhu telah berubah  barangkali hutan-hutan mulai meranggas hingga produksi oksigennya menurun, dan tentu juga menurunkan kadar kesejukan kota penghasil kripik tempe ini. Walau suhu dan iklim telah berubah keramahan warganya ternyata berformalin sehingga awet dan tak mengalami perubahan. Ramah, murah senyum, dan welcome terhadap tamu-tamunya.

Kemarin tanggal 20 November 2014 ketepatan kami serombongan menghadiri walimatul Ursy teman yang berada di Kec. Widodaren ke arah barat daya dari arah Trinil. Sepulang dari walimahan kami serombongan mampir ke museum Trinil.

Museum Trinil yang terletak di Dukuh Pilang Desa Kawu Kec. Kedunggalar ini untuk kedua kalinya aku memasuki dan mengagumi koleksinya. Khususnya fosil Gajah purba atau dalam istilah arkeolognya  dikenal dengan nama Stegodon Trogonochepalus. Museum yang dirintis oleh Mbah Wirodihardjo (Wiro Balung) tahun 1967 bagai sebuah pintu misteri yang menghubungkan masa kini dan masa jutaan tahun yang silam. Dari sebuah tugu kecil yang dibuat pada masa Belanda jejak-jejak ditemukannya fosil dipetakan.


Kunjungan kami ke Trinil dalam rangka untuk menapak ulang jejak seorang dokter Belanda Eugene Dubois  untuk ikut menengok masa lampau dari lembah Trinil. Di tepi aliran sungai purba museum Trinil menyimpan misteri dan teka-teki kehidupan manusia purba era jutaan tahun yang lalu. Semua ini berawal dari teori akbar darwin tentang evolusi kehidupan yang menggemparkan dunia. Bocah kelahiran Eijden Belanda taun 1859 melanglang buana guna mencari kunci dari teka-teki yang oleh banyak masyarakat dan oleh ilmuan di tafsiri secara spekulatif dan meloncat sehingga ada anggapan bahwa manusia adalah hasil evolusi dari kera. Jika memang manusia adalah manusia, dan kera adalah kera, maka pertalian diantara keduanya harus dapat ditemukan dalam bentuk fosil. Kemudian timbullah istilah “Missing Link” mata rantai yang hilang, dan inilah yang dicari-cari dan dipertanyakan dunia.


Sang dokter yang seharusnya bertugas di rumah sakit atau membuka praktek dirumahnya itu meninggalkan negaranya. Pada tanggal 29 Oktober 1877 ia bertolak ke Sumatera dengan menumpang kapal SS Prinse Amalia memulai perjalanan guna memuaskan dahaga dan rasa ingin tahunya.  “missing link harus dicari di daerah tropis yang tak tersentuh dinginnya Zaman Es”. Katanya. “Setelah Dubois mendengar bahwa BD Van Rietschoten tanggal 24 Oktober 1889 menemukan tengkorak manusia Wajak di Tulungagung, Dubois pun pergi ke Jawa dan ia mulai menekuni endapan purba di aliran sungai Bengawan Solo. Akhirnya ia sampai di Trinil sebuah tempat di Ngawi. Disitu Dubois menemukan master piecenya yang kemudian diberi nama Pithecantropus Erectus (manusia kera berdiri tegak).

Demikian sekilas catatan dan paparan yang disampaikan oleh Pak Sujono salah satu petugas Museum Trinil yang juga cucu dari mbah Wirodihardjo (Wiro Balung). Jwt

Minggu, 16 November 2014

Rindu Hujan

Mulai rintik pertama
Kueja
Bahasa
Hujan
Di bulan November
2014
Hujan ketiga
Mengakhiri "mangsa ketiga"

Rabu, 12 November 2014

Dirgahayu Tuban yang ke 721

Kami Segenap blogger Tuban mengucapkan :
" Selamat dan Sukses Dirgahayu Tuban Ke - 721"
( 12 November 1293 - 12 November 2014 )

Semoga mampu mewujudkan masyarakat Tuban yang lebih maju, Religius, sejahtera, dan bermartabat dalam tata pemerintahan yang kreatif dan bersih serta mampu mengejawentahkan  semboyan Tuban Bumi Wali. Salam.

Sabtu, 08 November 2014

Ulama dan Santri di Palagan Surabaya

Ulama dan Santri di Palagan Surabaya

“Sekali Merdeka Tetap Merdeka, Lebih Baik Mati Berkalang Tanah Dari Pada Hidoep Didjadjah”
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.....!!!!

Gambar : www.majalah-historia.com
Teriakan takbir menggema dari corong Radio Pemberontak Repoeblik Indonesia di Surabaya. Bung Tomo membakar semangat para santri yang tumplek blek di palagan Surabaya untuk mengusir tentara Sekoetoe dan NICA.

Dunia tahu, tentara Sekoetoe dan NICA adalah pemenang Perang Dunia II, Barat dan Timur telah ditaklukkan, Negara-negara raksasa seperti Jerman, Italia, dan Jepang dipaksa tunduk menyerah kalah di perang Asia Timur Raya, namun tidaklah demikian dengan rakyat Indonesia. Bangsa Indonesia adalah bangsa garuda, bangsa yang punya sejarah pernah mencabik Naga dari Mongolia. Menghalau dan memporak-porandakan kesombongan tentara Tar tar, yang pernah menghancurkan kekhalifahan Banghdad dan menjadikan sebagian besar negara di Eropa dicekam ketakutan yang mendalam. Bahkan Raden Wijaya beserta pasukannya sukses mempecundangi Kublai Khan dan berhasil membunuh cucu dari Jenghis Khan Sang Imperior Mongolia.

Walau pemerintah cenderung lamban dalam menyikapi pendaratan Sekoetoe di berbagai daerah seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, serta Sumatra tanggal 29 September 1945, Perhimpoenan Nahdlatoel Oelama seluruh Jawa dan Madura tanggal 22 Oktober 1945 mengajukan Resoloesi Djihad pada pemerintah Indonesia. Resoloesi Djihad yang dikomando oleh Chadrotoes Sjeich KH. Hasyim Asj’ari ini terus berkembang menjadi Resoloesi Djihad seluruh umat Islam Indonesia.
 
Gambar : www.loveindonesia.com

Tanggal 25 Oktober 1945 tentara Sekoetoe Inggris dan NICA mendaratkan 6000 serdadu Goerkha dari India. Kedatangan mereka bertujuan mengambil interniran Belanda dari Jepang. Namun para Ulama dan santri tidak percaya. Kedatangan tentara penjajah ini oleh Ulama di sambut dengan Resoeloesi Djihad. Para santri, dan Kyai dari seluruh Jawa yang tergabung dalam Barisan Sabilillah dan Hizbullah berdatangan membanjiri Kota Surabaya. Kyai Abbas dari pesantren Buntet Cirebon datang atas undangan Chodroetoes Sjeich KH. Hasyim Asj’ari untuk mengamankan bahaya serangan udara. Kyai Abbas mempunyai kelebihan ilmu meruntuhkan pesawat terbang Sekoetoe hanya dengan mengarahkan tongkatnya ke arah pesawat. Benarkah Kyai Abbas mampu melakukan itu ?

Dalam berita Kedaulatan Rakyat yang bersumber dari berita pihak tentara Sekoetoe Inggris bahwa sejak terjadinya pertempuran di Surabaya, tentara Sekoetoe Inggris menderita kerugian tujuh buah pesawat Thunderbolt tertembak jatuh oleh serangan penangkis udara dari pihak Indonesia. Bahkan Sekoetoe menganggap pihak Indonesia memiliki kemampuan menembak pesawat sama dengan tentara Jerman. Apakah ini karena berkah dari doa Kyai Abbas ?

Lebih dahsyat lagi tentara Inggris Sekoetoe selama Perang Dunia ke II, 1939-1945 M belum pernah kehilangan perwira tingginya, namun entah mengapa baru sebulan setelah pendaratan 29 September 1945, pada tanggal 31 Oktober 1945 perwira tinggi Sekoetoe Brigadir Djenderal Mallaby tewas di Surabaya.

Gambar : www.partopoenya.blogspot.com
Energi jihad dan panggilan suci perang sabil dari Resoeloesi Djihad ternayata berdampak luar biasa. Ultimatum Mayor Djenderal R.C. Mansergh komandan Tentara Angkatan darat Sekoetoe agar segenap rakyat menyerahkan senjatanya, paling lambat jam 06.00 pagi 10 November 1945 dianggap angin lalu oleh rakyat. Walau ditunjang dengan peralatan yang canggih, senjata pemusnah meriam-meriam dari kapal penjelajah sussex dan beberapa kapal Destroyer-perusak, serta pesawat masquito dan thunderbolt dari Royal Air Force Inggris, namun tak mampu memadamkan semangat kemerdekaan yang sedang membara di hati rakyat Surabaya.

Dengan takbir Allahu Akbar, bersenjatakan keris, tombak, pedang, dan bambu runcing arek-arek Surabaya terjun ke medan laga menantang maut. Keris melawan senapan api, tombak melawan meriam, bambu runcing melawan bom-bom Sekoetoe, namun tak hendak menyurutkan langkah perjuangan. Bahkan kini bambu runcing menjadi icon senjata perjuangan rakyat Indonesia. Kyai Soebhi Parakan Magelang adalah pencentus gerakan bambu runcing walau nama beliau ditiadakan dalam buku sejarah, kemudian digantikan nama Tan Malaka sebagai pendiri Barisan Bamboe Roencing. Padahal, realitas sejarahnya, Lasjkar Hizboellah yang banyak menggunakan Bamboe Roencing khas kyai Soebhi sebagai senjatanya.

Kehadiran Kyai-kyai sepuh semisal Chodroetoes Sjeich KH. Hasyim Asj’ari dari pesantren Tebu Ireng Jombang, KH. Asjhari dan Kyai Toenggoel Woeloeng dari Jogjakarta, KH. Abbas dari pesantren Buntet Cirebon, dan Kyai Moestofa Kamil dari Partai Syarikat Islam Garut mampu membangkitkan perlawanan santri untuk maju terus pantang mundur. Mati di medan perang melawan penjajah Barat adalah mati yang indah, lebih baik gugur sebagai syuhada daripada hidup terjajah. Bunga-bunga bangsa berguguran, bau wangi surga semerbak di tanah jihad Surabaya. Tanggal 10 November 1945 Surabaya berubah menjadi lautan api dan darah.


Merdeka... merdeka... Allahu Akbar !!!. Jwt.

Rabu, 05 November 2014

Wahyu Cakraningrat

Wahyu Cakraningrat Raja Suyudana menyuruh Lesmana Mandrakumara mencari Wahyu cakraningrat. Lesmana Mandrakumara pergi ke hutan Krendawahana, para prajurit mengawalnya, dipimpin oleh Patih Sengkuni, Kartamarma, Citraksa dan Citraksi. Batari Durga datang di Kerajaan Tunggul Malaya, emnyuruh agar raja Dewasrani bersemedi di Hutan Krendawahana. Dikatakannya sang Hyang Guru hendak m,enurunkan wahyu kerajaan. Dewasrani menurut perintah sang batari, lalu berangkat, dikawal Jaramaya dan Rinumaya. Lesmana Mandrakumara bertemu Dewasrani . Karena sama tujuan terjadilah perang. Tetapi masing-masing menyimpang jalan. Prabu Kresna menyuruh samba supaya pergi ke hutan Krendawahana mencari wahyu . Samba menunjung perintah Prabu Kresna , lalu berangkat, diiringi Patih Udawa. Angkawijaya dan gatotkaca menghadap Begawan Abiaysa di wukir Ratawu, sang Begawan memberitahu bahwa dewa akan menurunkan wahyu. Angkawijaya dan Gatotkaca disuruh disuruh mencarinya. Mereka berdua berangkat , para panakawan mengawalnya. Ditengah hutan bertemu raksasa dari Tunggul Malaya. Terjadilah perang , prajurit raksasa habis binasa. Sang Hyang Guru dihadap para dewa, Sang Hyang menyuruh agar Batara Cakraningrat turun ke dunia bersama Batari Widayat. Batara Cakraningrat agar merasuk kepada Angkawijaya , barati Widayat merasuk kepada Barati Utari. Batara Cakraningrat dan Batari Utari menjungjung perintah Sang Hyang Guru. Dewasrani menerima laporan bahwa para prajurit raksasa mati dibunuh Angkawijaya. Dewasrani marah, lalu akan mencari Angkawijaya. Batara cakraningrat bertemu Samba, dan bertanya maksud kedatangan Samba di Hutan. Samba menjawab, bahwa ia mencari wahyu. Batara Cakraningrat memberi saran, agar tidak mendekat perempuan selama empat puluh hari. Samba menurut saran batara Cakraningrat, tetapi ketika bertemu Batari Widayat samba jatuh cinta. Batari Widayat menolak . Tiba-tiba Batara Cakraningrat datang dan berkata, bahwa wahyu tidak mau masuk pada oranges eperti Samba. Kemudia telpak tangan Samba dirajah Batara Cakraningrat lalu disuruh kembali ke Dwarawati. Samba bertemu dengan prajurit Kuarwa, Samba dikira telah memperolah wahyu cakraningrat, maka mereka meminta wahyu itu, terjadilah perang. Korawa kalah, lalu lapor kepada Suyudana. Batara Cakraningrat memasuki Angkawijaya, batari Widayat ke Wirata, mencari Utari. Raja Dewasrani bersama prajurit datang hendak merebut wahyu. Gatotkaca melawan, prajurit Dewasrani lari ketakutan. Lesmana Mandrakumara bersama Sengkuni datang di Astina seraya menangis. Sengkuni berkata, bahwa wahyu direbut oleh Samba, Suyudana marah, Pendeta Durna menyarankan agar Adipati Karna ke Amarta, minta wahyu, sebab keluarga Dwarawati dan Pandawa berkumpul di Amarta. Angkawijaya dan Panakawan datang di Amarta disusul kedatangan Samba. Samba berkata, bahawa tidak bisa memperoleh wahyu . Kemudian Hyang Narada datang memberitahu bahwa Angkawijaya telah memperoleh wahyu, kelah keturunannya akan menjadi raja. Narada kembali ke kahyangan. Adipati Karna dan prajurut Kurawa mengamuk. Arjuna datang melawan Karna. Arjuna datang melawan Karna, Werkudara mengamuk, prajurit Kurawa lari ketakutan . Keluarga Pandawa dan Dwarawati pesta besar atas karunia wahyu cakraningrat yang diperoleh oleh Angkawijaya.

Haul Mbah Ahmad bin Muhammad Ar Rozi

Foto : Muin Al Hijamah
Bangilan, 04/11/2014, Setiap tanggal 11 Muharram warga masyarakat Bangilan Tuban punya gawe memperingati haulnya pepunden desa Bangilan Mbah Ahmad bin Muhammad Ar Rozi yang disemayamkan di dusun Dopyak desa Bangilan.

Rangkaian acara haul tak banyak perubahan, seperti tahun-tahun sebelumnya didahului dengan acara khotmil Qur'an, manganan, dan dilanjut dengan pengajian akbar.

Foto : Muin Al Hijamah   
KH. Abdullah Fatah Ridwan membacakan riwayat singkat Mbah Ahmad yang kemudian dilanjutkan dengan mauidhoh hasanah yang disampaikan oleh beliau Romo KH. Duri Azhari dari Semarang.

Foto : Muin Al Hijamah
Haul yang didatangi oleh warga sekitar ini menjadi agenda rutin yang layak untuk dilestarikan baik dari dimensi ibadah maupun dimensi sosialnya. Dari dimensi ibadah berupa kegiatan relegius yang menyertai haul semisal khotmil Qur'an, ziarah kubur, dan mendoakan arwah-arwah yang telah meninggal dunia. Sedang dimensi sosialnya kegiatan ini tentu menyertakan banyak orang dan kelompok yang tentu akan terjalin sebuah interaksi yang baik dan guyup dalam kepanitiaan atau ikut sumbangsih dalam kegiatan haul ini. 

Haul adalah sebuah cara masyarakat menghormati jasa-jasa pendahulu mereka, karena bagaimanapun kehidupan ini tidak akan terpisah dari dimensi masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Karena menurut para bijak bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya. Jas Merah, jangan sekali-sekali melupakan sejarah. Salam. Jwt.

Tentang Ziarah Kubur

Tiap daerah atau desa biasanya memiliki pepunden yang menjadi cikal bakal atau yang babat wilayah tersebut. Biasanya masyarakat masih terus berhubungan dengan pepunden mereka dengan berbagai cara dan ritual. Selain itu juga sebagai sarana untuk menghormati nenek moyang dan menjalin harmoni kehidupan dengan alam sekitar.

Hal ikhwal semacam ini memang berada di garis yang tipis antara yang menentang dan membolehkan ritual penghormatan kepada nenek moyang. Seiring dengan berkembangnya agama Islam kegiatan penghormatan kepada nenek moyang telah mengalami akulturasi budaya dan disesuaikan dengan nilai-nilai yang lebih Islamis, walau hal ini ternyata juga belum mampu menghapus garis pertentangan itu.

Dalam ajaran Islam memang Rosulullah pernah melarang untuk berziarah kubur, ini berlaku ketika keimanan masyarakat kala itu belum mapan. Namun akhirnya Rosulullah membolehkan ziarah kubur bahkan beliau menganjurkan karena ziarah kubur bisa menjadi wasilah dan nasehat tentang kematian bagi orang-orang yang masih hidup. Rosulullah bersabda : “Aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka ziarahilah (sekarang)! Karena sesungguhnya ziarah kubur dapat mengingatkan kalian akan kematian.” (HR Muslim dari Abu Buraidah).

Jadi menurut saya sangat jelas dan gamblang bahwa ziarah kubur baik secara individu, kelompok, maupun ziarah kubur yang dikemas model haul atau model wisata religi tidak menyalahi aturan dan sunnah dari kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Semoga apa yang kita pikirkan, yang kita perbuat dan kita amalkan mendapat ridlo dan maunah dari Allah SWT. Amien. Jwt.