Jumat, 20 September 2013

Wewalere Ki Ageng Selo

Wewalere Ki Ageng Selo Eyang kiyai Ageng Selo iku sawijining Kiyai sing setiti ngati-ati. Saben-saben ana kedadian sing dadeake cilaka lan sengsara terus dieling-eling aja nganti nglakoni maneh. Malah putra wayahe uga diwanti-wanti aja nganti ngalami kedadean utawa nglakoni lelakon sing marakaake cilaka mau. Kang kaya mangkono iku diarani “WEWALER” tegese larangan. Ing ngisor iki tuladha wewaler saking Kiyai Ageng Selo : Ora kena dodol sega Nuju sawijining dina, ana tamu sowan Kiyai Ageng Selo. Tamu diaturi pasugatan dahar sega sauba-rampene, nanging tamu mau ora kersa dahar, merga mentas jajan sega saka warung. Eyang Kiyai Ageng Selo cuwa penggalihe, mula banjur nibaake wewaler “Poma-poma anak putuku aja pada dodol sega”. Ojo nandur waluh ing plataran ngarep omah Nuju sawijining dina Kiyai Ageng Selo lagi momong putrane ing pelataran ngarep daleme. Dumadakan ana wong edan ngamuk ngoyaki wong kampung. Eyang Kiyai Ageng nedya nyekel wong edan mau, nanging gandeng isih momong, mula luwih disik nylametake putrane, gegancangan diasta mlebu dalem. Saking kesusune Eyang Kiyai Ageng Selo dawah kesrimpet wit waluh sing ditandur ing plataran ngarep dalem. Mula wiwit dina iku Eyang Kiyai Ageng Selo ora marengake yen putra wayahe nandur waluh ing plataran ngarep omah.

Minggu, 15 September 2013

Asal mula Desa Ngrojo Bangilan Tuban

Asal mula Desa Ngrojo Bangilan Tuban
 Oleh : Lailatul Nurul Istiqomah Kls XII MA ASSALAM Bangilan Tuban 

Ada banyak cerita/ legenda yang beredar di masyarakat desa Ngrojo tentang asal mula desa itu diberi nama “Ngrojo”. Salah satu ceritanya adalah tempat tinggal para rajja pada zaman dahulu, ada juga yang bercerita kalau dulu daerah itu banyak tumbuh pohon pisang raja, dan ada pula yang menceritakan ada seorang nenek tua yang datang ke tempat itu kemudian memberikan nama daerah tersebut Ngrojo. 

Perihal nenek tua tersebut diceritakan beliau bernama Mbah Buyut Sakep. Beliau tinggal di tempat itu dan membangun rumah, lama kelamaan tempat itu menjadi ramai oleh pemukiman penduduk. Menurut para sesepuh desa rumah Buyut Sakep berada disekitar kuburan sekarang yang tepatnya berada di sebelah timur desa. Buyut Sakep konon adalah seorang yang linuwih. Beliau memiliki benda aneh yang berupa beras yang diolah menjadi nasi. Dan nasi tersebut tidak pernah habis walau dimakan berkali-kali selama hidupnya. Sehingga Buyut Sakep tidak perlu bekerja keras untuk mencukupi kebutuhannya, ia hanya sesekali pergi untuk mencari laup pauknya saja.

 Sepeninggal Buyut Sakep nasi tersebut ikut hilang entah kemana. Untuk mengenang jasa-jasa dari Buyut Sakep sebagai orang yang pertama kali babat desa, tempat itu oleh masyarakat Ngrojo kemudian diberi nama jalan Buyut Sakep. 

Demikian sekilas tentang legenda desa Ngrojo Bangilan Tuban.

Selasa, 10 September 2013

Asal Mula Goa Ngerong Rengel Tuban

kasku.co.id


Menurut folklore yang beredar di masyarakat sekitar wisata goa Ngerong, bahwa di wilayah tersebut, sekitar 2000 tahun yang lalu berdiri sebuah kerajaan lokal yang berpusat di wilayah Rengel tepatnya sekarang di dukuh Gumeng Desa Banjaragung Kec. Rengel Kab. Tuban. Kerajaan itu bernama Gumenggeng. Rajanya adalah Raden Arya Bangah putra dari Kyai Gede Lebe Lontang. Alkisah pada suatu ketika wilayah kerajaan Gumenggeng yang memang secara geografis berada di pegunungan kapur sulit untuk mengakses sumber air khususnya di musim kemarau dilanda paceklik dan kekeringan panjang, hingga rakyat menderita. Raden Arya Bangah sangat prihatin melihat kondisi rakyatnya, beliau kemudian lelana brata, laku prihatin untuk mendapatkan petunjuk dari dewata tentang pagebluk panjang yang menimpa kerajaan yang dipimpinnya. Beliau pun mendapat petunjuk dalam mimpinya jika ada yang bersemedi di puncak gunung (saat ini bernama Desa Andhong), maka Kerajaan Gumenggeng akan selamat dari kekeringan. Jadi, diadakanlah sayembara. Dan bagi yang bersedia, akan dihadiahi tanah yang luas. Kemudian, muncullah seseorang yang bernama Kyai Jala Ijo. Ia memberikan persyaratan agar ditemani oleh dua orang pengawal kerajaan. Sesampainya di puncak bukit, sang kyai pun bertapa, mengheningkan cipta mandeng pucuking grana, sedakep saluku tunggal, nutup babahan hawa sanga, muji marang Dzat kang murbeng wisesa untuk mendapatkan bisikan ghaib dan petunjuk. Dan benar setelah bertapa di puncak Ngandhong, Kyai Jala Ijo mendapatkan petunjuk bahwa ia harus menyungkil tanah di tempat tertentu di Kerajaan Gumenggeng (saat itu masih belum ada namanya). Akhirnya, dengan ditemani dua pengawalnya, jadilah ia menancapkan tongkatnya di tempat tersebut, lalu mencungkilnya. Setelah itu, dia segera berbalik pulang dan mengamanati kepada kedua pengawalnya untuk tidak menoleh ke belakang sama sekali. Tetapi, ketika berjalan pulang, salah satu pengawalnya menoleh ke belakang. Tiba-tiba, muncul seorang putri nan cantik rupawan yang menggoda pengawal itu, dan membawanya pergi, hilang sampai saat ini. Sedangkan tanah yang tadinya dicungkil oleh Kyai Jala Ijo, menurut kepercayaan, kemudian mengeluarkan air dan berubah menjadi celah (gua) yang berbentuk menyerupai rong (terowongan/ lubang). Sehingga, tempat tersebut kini diberi nama Gua Ngerong.

Selasa, 03 September 2013

Perkembangan Seni Sastra

Perkembangan Seni Sastra

 Istilah “sastra” memiliki arti tulisan. Secara lebih luas, sastra dapat diartikan pembicaraan tentang berbagai tulisan yang indah bentuknya dan mulia isinya. Ditilik dari segi bentuk, karya sastra adalah sesuatu yang dapat menyenangkan hati, sedangkan bila ditilik dari segi isi, karya sastra memiliki nilai guna bagi siapa saja yang mampu menggapresiasikannya. Perkembangan Seni sastra Seni sastra zaman kuno dikembangkan melalui tradisi lisan (folklore), yaitu tradisi yang diwariskan dari mulut ke mulut dan disampaikan dalam bentuk cerita atau dongeng. Kemudian pada zaman aksara seni sastra dikembangkan dalam bentuk tulisan-tulisan atau karya sastra yang ditulis pada daun lontar. Kebanyakan karya sastra era ini berasal dari zaman Hindu Budha. Karya-karya tersebut diantaranya : 
1. Bharatayuda karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh 
2. Gatotkacasraya karya Mpu Panuluh
3. Smaradahana karya Mpu Darmaja
4. Wrattasancaya dan Lubdhaka karya Mpu Tanakung 

Pada akhir abad 16-17 M, perkembangan seni sastra banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam akibat dari munculnya peradapan Islam di Nusantara. Karya sastra tersebut diantaranya :
1. Asrar al Arifin, Syair perahu, Syair dagang, syair si burung pingai, karya Hamzah Fansuri 
2. Tibyan fi ma’rifat al adyan, sirot al mustaqim, bustan as salatin, karya Nuruddin ar Raniri 
3. Mir’at al iman mir’at al mu’minin karya Syamsudin Pase. 

Sedang di zaman Indonesia sastrawan-sastrawan yang kita kenal diantaranya : 
1. Chairil Anwar 
2. Sutan Takdir Alisyahbana 
3. H.B. Yasin 
4. Ajip Rosidi 
5. Hamka 
6. NH. Dini 
7. Umar Kayam 
8. Sapardi Djoko Damono 
9. Taufiq Ismail 
10. WS. Rendra 

Penggolongan seni sastra di Indonesia dalam beberapa zaman :
 a. Pujangga Lama Karya sastra yang dihasilkan sebelum abad XX. Karya sastra era ini didominasi oleh syair, pantun, gurindam, dan hikayat. 
b. Sastra Melayu Rendah Karya sastra yang dihasilkan sejak tahun 1870-1942, yang berkembang di lingkungan masyarakat Cina dan masyarakat Indo-Eropa 
c. Angkatan Balai pustaka Karya sastra Indonesia sejak tahun 1920-1950 yang dipelopori oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerpen, drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan karya sastra angkatan Pujangga Lama. 
d. Pujangga Baru Angkatan ini muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karyya sastra khususnya yang menyangkut nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. 
e. Angkatan ‘45 Karya sastra angkatan ini diwarnai pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya. 
f. Angkatan 50-an Ditandai dengan terbitnya majalah satra Kisah asuhan HB. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra didominasi cerpen dan kumpulan puisi. 
g. Angkatan 50-60-an 
h. Angkatan 66-70-an Ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison. Sastrawan era ini diantaranya Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuaunto, Gunawan Muhammad, Sapardi Djoko Damono, Satyagraha Hurip, dan Paus Sastra Indonesia H.B. Jassin. 
i. Dasawarsa 80-an Era ini didominasi karya sastra yang bergenre roman percintaan dan sastrawan wanita. 
j. Angkatan Dasawarsa 2000-an Karya sastra era ini merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 90-an seiring dengan jatuhnya Orde Baru. 
k. Cybersastra Sastra era internet.