Kamis, 03 Desember 2009

Sejarah. Madiun

Berdirinya Pemerintah Kota Madiun seperti halnya Pemerintah Kota di Indonesia ini, selalu tidak terlapas dari sejarah berdirinya Pemerintahan Kabupaten/Kerajaan yang ada sebelumnya.
Demikian juga dengan Pemerintahan Kota Madiun yang dapat dipelajari dari sisa peningggalan sejarah, baik berupa barang, adat istiadat maupun lembaga-lembaga. Di wilayah Kota Madiun terdapat 2 (dua) kelurahan yang dahulu kala pada masa Pemerintahan Kesultanan Mataram kedua Kelurahan tersebut berstatus Tanah Perdikan yang bebas mengurus rumah tangganya sendiri, yaitu Tanah Perdikan Taman dan Kuncen.
Jauh sebelum pada masa akhir pemerintahan Majapahit di wilayah Madiun selatan terdapat Kerajaan/Pemerintahan Gegelang yang didirikan oleh Pangeran Adipati Gugur, Putra Brawijaya terakhir.
Selanjutnya dengan pertimbangan geografis dan ekonomis, pusat pemerintahan bergeser ke utara di pinggir bengawan Madiun, yang dinamakan Kutho Miring di wilayah Kelurahan Demangan sekarang dan kemudian pindah lagi ke Kompleks Rumah Dinas Bupati Madiun sekarang ini.
Pada masa pemerintahan Kutho Miring tersebut, di wilayah Kabupaten Sawo Ponorogo terdapat pemberontakan kepada kerajaan Mataram. Akhirnya Bupati Madiun yang merupakan Bupati Mancanegara Timur (dengan Gelar RONGGO) yang wilayah kerjanya juga meliputi daerah Sawo Ponorogo, diberi tugas untuk memadamkan pemberontakan tersebut.
Pada masa kepemimpinan RONGGO ke II yang bergelar RONGGO PRAWIRODIRDJO inilah lahir Pahlawan Nasional Putra Madiun yang bertugas sebagai Senopati Perang Pangeran Diponegoro yang bernama ALI BASAH SENTOT PRAWIRODIRDJO.
Sebelum meletus Perang Diponegoro, Madiun belum pernah dijamah oleh orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Namun dengan berakhirnya Perang Diponegoro, Belanda menjadi tahu potensi daerah Madiun dan terhitung mulai tanggal 1 Januari 1832 Madiun secara resmi dikuasai oleh Pemerintah Hindia Belanda dan dibentuklah suatu Tatanan Pemerintahan yang berstatus KARESIDENAN dengan ibukota di Desa Kartoharjo (tempat istana Patih Kartoharjo) yang berdekatan dengan Istana Kabupaten Madiun di Desa Pangongangan.
Sejak saat itu mulailah berdatangan bangsa Belanda dan Eropa lain yang berprofesi dalam bidang perkebunan dan perindustrian yang akibatnya muncul berbagai perkebunan teh di Jamus dan Dungus, Kopi di Kandanga dan tembakau di Pilangkenceng dan lain-lain dan mereka bermukim di dalam kota di sekitar Istana Residen Madiun.
Semua warga Belanda dan Eropa yang bermukim di Kota Madiun, karena statusnya yang merasa superior, berusaha untuk melaksanakan segregasi (pemisahan) social, berdasarkan perundang-undangan Inlandsche Gementee Ordonantie, oleh Departemen Binnenlandsch, dibentuk Staads Gementee Madiun atau Kota Praja Madiun berdasarkan Peraturan Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 20 Juni 1918 dengan berdasarkan staatsblaad tahun 1918 nomor 326.
Pada awalnya Walikota (Burgemeester)nya dirangkap oleh Asister Residen merangkap sebagai Voor Setter, yang pertama Ir.W.M. Ingenlijf yang selanjutnya diganti oleh De Maand hingga tahun 1927.

1 komentar:

  1. Sentot Alibasah bukan anak Rangga Prawirodirdjo ke II, tetapi dari Rangga Prawirodirdjo ke III dengan isteri Nyi mas genosari

    BalasHapus